Sabtu, 26 Desember 2009

KITAB AL MAJMU' SYARHU AL MUHADZDZAB

KITAB AL MAJMU'
SYARHU AL MUHADZDZAB LI ASY SYIRAZI
Disyarh oleh : Imam An Nawawi rahimahullah
Diringkas oleh: Wahyuddin

Jilid: 5
Cetakan pertama th. 1422 H / 2001 M
Penerbit: Daru Al Ihya' at Turats al 'Arabi

BAB: Dua Shalat Hari Raya

Al 'Iid adalah pecahan kata dari العود artinya kembali, karena hari tersebut berulang-ulang peristiwanya.
Hukum shalat 'Iid adalah sunnah dan bukan Fardhu 'ain. Ini adalah ijmak kaum muslimin. Dan madzhab Syafi'i serta beliau sendiri mengatakan sunnah. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Demikian pula pendapat ulama baik salaf dan khalaf.
أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ يَسْأَلُهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ : خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ . فَقَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا ؟ قَالَ : لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
"Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah, dia bertanya kepada beliau tentang islam, maka beliau saw menjawab: shalat 5 waktu yang Allah wajibkan kepada hamb-Nya. Laki-laki itu bertanya: apakah ada kewajiban bagiku selain itu ? Rasulullah menjawab: tidak, kecuali kamu bersedia melakukan shalat sunnah. "
Kemudian menurut al Isthikhari: hukumnya adalah fardhu kifayah. Maka jika mengambil pendapat fardhu kifayah, kelompok yang meninggalkan shalat 'iid diperangi. Dan jika mengambil pendapat sunnah, maka mereka tidak sampai diperangi. (5/5)
a. Menurut Syafi'i, Malik, Abu Hanifah dan zhahiri sunnah muakkadah
b. Menurut sebagian madzhab Hanafi fardhu kifayah
c. Menurut Ahmad terbagi menjadi dua pendapat sebagaimana yang disebutkan di atas.

Pelaksanaan Shalat 'Iid

1. Waktu shalat 'iid
Madzhab syafi'i sepakat bahwa sunnah shalat 'iid diakhirkan hingga menjelang terangkatnya matahari dan untuk 'iidul adhha agar disegerakan daripada shalat 'iid.
Bagi yang tidak mendapati shalat, ada yang mensunnahkan untuk mengqodha' sendiri. Dan menurut Abu Hanifah tidak perlu diqodha'. (5/6)
2. Tempat Pelaksanaan shalat 'Iid
a. Hadits bahwa rasulullah keluar ke mushalla (lapangan tempat untuk shalat) pada saat dua hari raya adalah shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan hadits bahwa Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Mas'ud al Anshari mengimami shalat 'iid di masjid bagi orang-orang yang lemah tidak mampu shalat di lapangan juga hadits shahih yang diriwayatkan oleh Syafi'i dan Abu Dawud dengan sanad yang baik.
b. Untuk wilayah Makkah tempat yang afdhal adalah masjidil haram, sedangkan untuk masjid al Aqsha ada perbedaan pendapat.
c. Boleh Shalat 'iid di masjid jika terdapat udzur.
d. Apabila tidak ada udzur: 1) ulama Iraq dan Al Baghawi: shalat 'iid di masjid lebih utama. 2) ulama Khurasan dan jumhur berpendapat: shalat 'iid di lapangan lebih utama, sebab rasulullah saw selalu melakukan yang demikian.
e. Menjadikan tempat kusus begi wanita haidh dan nifas. (5/6-8)
3. Disunnahkan untuk makan terlebih dahulu saat akan shalat 'iidul fithri dan sebaliknya pada saat 'iidul adhha.
قَالَ بُرَيْدَةٌ : كَانَ النَّبِيُّ لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَيَوْمَ النَّحْرِ لاَ يَأْكُلُ حَتَّى يَرْجِعَ
a. Hadits ini adalah riwayat Ahmad, tirmidzi, Ibnu Majah, ad Daruquthni dan sanadnya Hasan. Al Hakim berkata: hadits shahih.
b. Yang membedakan adalah sunnah memerintahkan untuk bersedekah pada 'iidul Fithri sebelum shalat dan diperintahkan / disunnahkan untuk bergabung makan bersama orang miskin.
4. Disunnahkan untuk mandi janabat pada hari raya.
Waktu sah mandi janabat adalah
a. Setelah terbit fajar
b. Dan pengikut madzhab syafi'i (ini adalah pendapat yang benar) boleh dilakukan sesudah dan sebelum fajar. (5/8-9)
5. Dsunnahkan untuk memakai pakaian yang paling baik. Dan warna pakaian yang paling utama adalah warna putih. (5/10)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَلْبَسُ فِيْ الْعِيْدِ بُرْدَ حِبْرَةٍ
6. Di antara sunnah di hari raya 'iid adalah para wanita dan gadis serta anak-anak, laki/perempuan untuk keluar menuju lapangan tempat melaksanakan shalat 'iid, kecuali para gadis yang memiliki wajah yang sangat cantik yang dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Dan bagi anak-anak boleh mengenakan perhiasan emas dan pakaian sutra.
7. Disunnahkan agar berangkat lebih awal dengan berjalan kaki tanpa berkendaraan. Karena rasulullah tidak melakukan yang demikian. (5/11)
عَنْ عَلِيُّ قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا ، رواه الترمذي ، حَدِيْثٌ حَسَنٌ
Artinya: Dari Ali ra beliau berkata: di antara sunnah pada hari 'iid adalah keluar menuju shalat dengan berjalan kaki. HR. Tirmidzi, hadits hasan.
Tujuannya adalah agar mendapatkan shaf yang terdepan / keutamaan sebagaimana pada hari jum'at.
8. Boleh melakukan shalat nafilah sampai imam keluar
عَنْ جَابِر قَالَ : كَانَ النَّبِيَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْعِيْدِ خَالَفَ الطَّرِيْقَ
Dari Jabir ia berkata: bahwasannya nabi saw jika pada hari raya 'iid beliau selalu memilih jalan yang berbeda (antara saat beliau berangkat dan saat beliau kembali)"
عَنْ أَبِيْ بَرْزَة وَأَنَسٍ وَ الْحَسَن وَجَابِر ابْنِ يَزِيْد أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ يَوْمَ الْعِيْدِ قَبْلَ خُرُوْجِ اْلإِمَامِ
Dari Abu Barzah, Anas, al Hasan dan Jabir bin Yazid bahwa mereka shalat pada hari 'iid sebelum imam keluar.

Dalam point ke-8 ini ada beberapa persoalan:
a. Boleh bagi selain imam melakukan shalat pada hari 'iid sebelum shalat 'iid dan sesudahnya di rumah atau di lapangan sebelum imam keluar, namun bukan dengan niat nafilah shalat 'iid.
b. Merupakan sunnah seorang imam tidak menuju ke lapangan melainkan pada waktu akan dimulainya shalat dan makruh bagi imam shalat sebelum dan sesudah 'iid di lapangan.
c. Disunnahkan bagi kaum muslimin melewati jalan yang berbeda antara ketika berangkat ke lapangan dan ketika kembali dari lapangan. Tujuannya adalah:
- Membuat marah orang munafiq dengan tampaknya syiar-syiar islam.
- Agar tidak disakiti oleh orang munafiq
- Mendapatkan ampunan dan ridha Allah. (5/13)

Madzhab ulama tentang shalat nafilah sebelum dan sesudah shalat 'iid:
a. Ulama sepakat tidak ada shalat nafilah shalat 'iid
b. Madzhab Syafi'iyyah tidak memakruhkannya
c. Menurut Ibnu Mundzir, dari Ali, Ibnu Mas'ud, Hudaifah dan Ibnu Umar, melakukannya adalah perbuatan makruh.
9. Tidak ada adzan dan iqomah dalam pelaksanaan shalat 'iid
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : شَهِدْتُ الْعِيْدَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ وَمَعَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكُلُّهُمْ صَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ آذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ
Dari Ibnu Abbas ia berkata: saya pernah melakukan shalat 'iid bersama rasulullah, bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, semuanya melakukan shalat sebelum khuthbah dan tidak ada adzan dan iqomah.
a. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan syarat Bukhari dan Muslim.
b. Pendapat madzhab Syafi'i dan jumhur ulama dari tabiin dan sebelum mereka mengatakan, tidak ada adzan dan iqomah.
c. Madzhab syafi'i mensunnahkan mengucapkan الصَّلاَةُ جَامِعَةً untuk memanggil shalat. (5/14-15)
10. Shalat dua hari raya adalah dua rekaat, ini adalah pendapat jumhur ulama. Sifat shalat 'iid sama seperti shalat-shalat lain dengan disertai niat.

Secara terperinci dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Takbir di rekaat pertama sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram, namun menurut al Mazini takbir pada rekaat pertama sebanyak 6 kali selain takbiratul ihram. Kemudian pada rekaat kedua takbir sebanyak 5 kali selain takbir bangun dari sujud pada rekaat pertama. Dan pendapat jumhur mengatakan takbir pada rekaat pertama berjumlah 7 kali selain takbir pertama.
b. Disunnahkan membaca doa di antara takbir satu dengan yang lain.
- Pendapat jumhur سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَاللهُ أَكْبَرٌ
- Menurut Ash Shidlani, madzhab syafi'i
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ . لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
- Dan doa yang diucapkan kebanyakan manusia
اللهُ أَكْبَرٌ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَثِيْرًا
c. Kemudian membaca al Fatihah setelah ta'awudz dan surat dalam al Quran pada rekaat pertama
d. Apabila lupa akan jumlah takbir, maka tidak ada qodha (meskipun mungkin ingat jumlah sebenarnya saat ruku' atau sujud)
e. Sunnah shalat 'iid adalah berjamaah. Meskipun jika dilakukan sendiri hal itu dianggap sah.
f. Merupakan sunnah mengangkat tangan pada setiap takbir dan menurut Malik, ats Tsauri, Ibnu Abi Laila dan Abu Yusuf, mereka berpendapat tidak mengangkat tangan kecuali saat takbiratul ihram.
11. Disunnahkan setelah shalat untuk diadakan khutbah dan dilakukan di atas mimbar.
Perihal khutbah ini sama seperti pada shalat jum'at.
a. Boleh dilakukan dengan duduk atau berdiri dan yang utama adalah dengan berdiri.
b. Dilakukan dengan dua khutbah yang keduanya dipisahkan dengan duduk seperti pada saat khutbah jumat.
c. Disunnahkan untuk bertakbir pada sebagian muqaddimah khutbah sebanyak sembilan kali dan pada khutbah keduanya sebanyak tujuh kali dan boleh disertai dengan memuji kepada Allah dan tahlil.
d. Bagi makmum disunnahkan mendengarkan khutbah
e. Jika khutbah dilakukan sebelum shalat maka harus diulangi setelah shalat. (5/21-22)
12. Shalat 'iid bagi musafir, wanita, budak dan orang yang berada di rumah sendirian: a) tidak disyariatkan, b) disyariatkan. Dan rasulullah pernah meninggalkan shalat 'iidul adhha di Mina karena beliau sibuk mengerjakan tata cara ibadah haji.

BAB: 'Takbiran' Pada Hari Raya

1. Takbiran disyariatkan bagi kaum muslimin pada dua hari raya. Allah berfirman, al Baqorah: 185
2. Takbir pada hari raya dilakukan pada dua kondisi / tempat :
a. Tanpa ada pengikat (mutlak / mursal): yaitu yang dilakukan di rumah, masjid, jalan, baik pada malam hari atau siang hari.
b. Waktu yang muqoyyad: yaitu dilakukan setelah shalat lima waktu. Dan yang pertama disyariatkan pada dua hari raya.
3. Waktu dimulai dan diakhiri takbiran.
Takbiran dimulai sejak tenggelam matahari pada hari 'iid (malam 'iid) dan akhir waktu takbiran:
a. 'Iidul fitri : -/ Hingga imam mengucapkan takbiratul ihram. -/ Hingga imam keluar menuju shalat. -/ Hingga selesai shalat atau setelah khutbah.
b. 'Iidul adhha:
- Bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji: dimulai sejak setelah shalat zhuhur hari nahr hingga waktu subuh akhir tasyriq.
- Bagi kaum muslimin lainnya: -/ menurut asy Syafi'I sama dengan hari raya, -/ dimulai sejak malam hari raya ba'da shalat maghrib hingga subuh hari ke-3 hari tasyriq. -/ sejak subuh hari arafah hingga shalat ashar hari ke-3 hari tasyriq. (5/29-30)
4. lafat takbiran
a. Mengucapkan takbir tiga kali, ini adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar.
b. Boleh menambahkan setelah takbir ke-3 seperti yang biasa dilakukan manusia muslim indonesia. Dan Rasulullah pernah melakukannya di shafa dan disunnahkan dengan suara yang keras dan lantang.
5. Melakukan takbir setelah shalat fardhu. (5/35)

Masalah 'Takbiran' Pada Hari Raya 'Iidul Fitri
Menurut kami takbiran pada hari 'iidul fitri adalah sunnah skecuali yang diceritakan dari Abu Hamid dari ibnu Abbas bahwa menurut beliau tidak bertakbir melainkan jika imam bertakbir.
Menurut as Saji dan lainnya dari Abu Hanifah bertakbir pada hari itu tidak ada secara mutlak.
Menurut riwayat al 'Abdari dari Said bin al Musayyib, Urwah bin az Zubair dan Dawud: bertakbir pada hari raya 'Iidul fitri itu wajib, sedangan pada 'Idul Adhha sunnah.
Menurut jumhuru ulama, tidak bertakbir pada hari 'Iid, namun haya dibolehkan bertakbir pada pagi hari hingga shalat 'Iid. (5/35)

BAB: Shalat Kusuf

1. Pengertiannya, yaitu shalat tatkala terjadi gerhana matahari atau bulan.
a. Kasafa asy syamsu dan khasafa al qomaru
b. al Kusuf ketika awal mula dan khusuf ketika berakhir
Yang benar dan masyhur di dalam buku-buku bahasa, dua kata tersebut biasa digunakan untuk kedua maksud. Namun yang masyhur di lisan para fuqoha kusuf kusus untuk gerhana matahari dan khusuf kusus untuk gerhana bulan. (5/37)
2. Hukum shalat kusuf adalah sunnah bagi wanita, budak, musafir dan munfarid.
3. Di antara sunnah untuk shalat melaksanakan shalat kusuf ini adalah mandi, karena disyariatkan shalat kusuf, di sana berkumpul dan ada khutbah, maka disunnahkan untuk mandi seperti pada hari Jum'at.(5/37-38)
4. Tata cara shalat kusuf harus diiringi dengan niat.
a. Tata cara minimal dalam shalat kusuf adalah terdiri dari dua rekaat, setiap rekaat terdiri dari dua ruku' dan dua sujud. Setelah takbiratul ihram membaca al fatihah kemudian ruku', kemudian bangkit kamudian membaca al fatihah. Kemudian ruku' yang kedua, kemudian bangkit dan mutmainnah (diam sejenak). Kemudian sujud dua kali, ini disebut rekaat pertama. Kemudian bangkit dari sujud untuk melakukan rekaat kedua seperti yang pertama. (5/39)
Meskipun di sana ada perbedaan pendapat yang membolehkan menambah tiga, empat, lima dan seterusnya hingga matahari atau bulan itu tampak kembali. Akan tetapi menurut madzhab kami yang dianggap benar adalah tidak boleh melakukannya lebih dari dua rekaat. (5/39)
b. Adapun tata cara shalat kusuf secara terperinci: a) takbiratul ihram, b) Membaca ta'awudz, c) membaca al fatihah, d) kemudian membaca surat al Baqoroh atau selainnya jika tidak mampu. Yang demikian dilakukan pada saat berdiri ke-2,3,4 dalam shalat kusuf, e) disunnahkan membaca ta'awudz setiap berdiri dalam shalat kusuf. (5/40)

Beberapa Hukum tentang Shalat Kusuf

1. Al Kuthabi berkata: madzhab Syafi'i dan Ishaq bin Rahawaih memanjangkan sujud seperti panjangnya ruku'. (5/41)
Ada beberapa hadits tentang memanjangkan sujud seperti dalam ruku'. Dari Abu Musa al asy'ari tentang sifat shalat rasulullah, dia berkata: kemudian beliau mendatangi masjid, beliau shalat dengan mensamaratakan durasi berdiri, ruku' dan sujud, saya melihatnya dalam shalat beliau.
2. Disunnahkan dalam shalat kusuf mengeraskan bacaan ketika gerhana bulan dan tidak mengeraskan bacaan ketika gerhana matahari.
3. Disunnahkan pula untuk dilakukan khutbah seperti pada khutbah jum'at dan itu dilakukan setelah shalat kusuf berdasarkan madzhab syafi'i. Namun menurut Malik, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Ahmad dalam satu riwayat tidak disyariatkan khutbah berdasarkan hadits-hadits yang shahih. (5/42)
4. Kesempatan melakukan shalat kusuf hilang oleh karena dua hal:
a. Matahari / bulan tampak kembali. Jika sebagian saja yang tampak, maka masih disyariatkan shalat kusuf.
b. Apabila telah datang waktu matahari tenggelam di sore hari, untuk peristiwa gerhana matahari. Atau datang waktu terbit matahari di pagi hari, untuk peristiwa gerhana bulan. (5/43-44)
5. Tidak ada sunnah disyariatkan shalat dikarenakan terjadi peristiwa yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah selain peristiwa gerhana, seperti, gempa, sunami dll. (5/44)
6. Apabila shalat kusuf terjadi bertepatan dengan waktu-waktu shalat yang lain, maka didahulukan yang lebih mendesak dan dikhawatirkan akan hilang salah satu dari waktu shalat tersebut. Kemudian tidak boleh shalat kusuf dilakukan bersamaan dengan shalat jumat dalam satu waktu. Sebab yang demikian adalah menggabungkan antara wajib dan sunnah dalam satu niat. Berbeda halnya jika melakukan shalat 'iid dan kusuf karena keduanya adalah shalat sunnah. Namun yang terakhir ini terdapat kritikan (perbedaan pendapat). Dan menurut asy Syafi'i dan pengikutnya, keduanya dilakukan secara tertib. (5/45)
7. Apabila terjadi masbuk, maka dia menyempurnakan kekurangannya seperti syariat shalat yang lain. Apabia dia mendapatkan ruku' pertama pada rekaat pertama, dia telah mendapatkan shalat dan salam bersama imam. Dan apabila dia mendapatkan rukuk kedua di rekaat kedua, maka dia telah mendapatkan satu rekaat dan jika imam salam dia berdiri menyempurnakan rekaat yang lain dengan dua ruku' dan dua sujud sebagaimana yang dilakukan oleh imam. seperti halnya dalam shalat-shalat yang lain. (5/48) dan jika mendapatkan ruku' yang kedua dalam rekaat, menurut pendapat yang shahih adalah ia belum mendapatkan satu rekaat tersebut. (5/49)
8. Asy Syafi'i berkata: apabila seseorang melakukan shalat kusuf sendirian kemudian ia mendapatkan imam melakukan shalat kusuf, maka dia bergabung bersama imam, demikian pula berlaku bagi wanita. (5/48)

BAB: Istisqo'

1. Pengertiannya adalah shalat untuk meminta air hujan dikarenakan kemarau panjang.
2. Macam-macam cara meminta hujan:
a. Doa, tanpa melaksanakan shalat, dan doa tersebut juga tidak dilakukan setelah shalat bersama para jamaah di dalam satu masjid. Yang terbaik adalah dilakukan oleh orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.
b. Dengan berdoa setelah shalat jum'at dan shalat-shalat yang lain serta dilakukan pada saat berkhutbah.
c. Yang paling afdhal adalah dengan shalat dua rekaat dan dua khutbah. (5/50)
3. Pelaksanaan dilakukan dengan dua rekaat seperti shalat sunnah yang lain. Dan akan lebih sempurna jika memperhatikan adab-adab dalam melaksanakannya:
a. Ketika akan melaksanakan shalat istisqo' imam berkhutbah, memberi nasehat dan pengarahan. Menyuruh manusia untuk meninggalkan kemaksiatan dan tindak kezhaliman.
b. Memerintahan agar shaum selama tiga hari sebelum hari keempat (yaitu hari pelaksanaan shalat istisqo).
c. Disunnahkan meminta hujan dengan bertawasul dengan orang/kerabat nabi yang paling dekat dan orang-orang yang shaleh, orang-orang tua renta serta anak-anak.
d. Tidak perlu mengeluarkan binatang ternak, ini adalah komentar imam Syafi'i., namun di sini terdapat perselisihan pendapat di kalangan para sahabatnya / pengikutnya, ada ulama yang tidak mensunnahkan dan tidak memakruhkannya, ini ditegaskan oleh Salim ar Razi, al Muhamili. Ada pula yang memakruhkan, ini adalah pendapat mayoritas madzhab syafi'i. dan ada pula yang mensunnahkan, yang dikatakan oleh Abu Ishaq. (5/53-54)
e. Tidak mengikutsertakan orang-orang kafir laki-laki dan perempuan.
f. Disunnahkan untuk mandi junub dan bersiwak.
g. Tidak ada adzan dan iqomah. Dan boleh mengucapkan الصلاة جامعة
h. Dilakukan di lapangan terbuka.
4. Sifat shalat istisqo
a. Niat shalat istisqo
b. Jumlah rekaat ada dua seperti shalat 'iid
c. Di rekaat pertama, setelah tekbiratul ihram membaca doa istiftah, kemudian takbir tujuh kali
d. Di rekaat kedua bertakbir lima kali selain takbir bangkit dari sujud. Kemudian ta'awudz dan membaca al fatihah dan membaca dzikir di antara takbir-takbir baik yang tujuh kali pada rekaat pertama atau takbir lima kali pada rekaat kedua, seperti dilakukan dalam shalat 'iid. Asy Syirazi berkata: membaca surat Qoof di rekaat pertama dan di rekaat kedua membaca surat Nuuh. Ada pula yang menyebutkan membaca surat iqtaraba lin naas. (5/56)

Waktu shalat istisqo

1. Sama seperti waktu pelaksanaan shalat 'iid
2. Dimulai di awal waktu shalat 'iid hingga shalat ashar.
3. Yang benar menurut madzhab kami adalah tidak ada ketentuan kusus untuk pelaksanaan shalat istisqo, boleh di siang hari atau di malam hari. (5/56)

Rukun-rukun Kutbah istisqo

Khutbah istisqo sama dengan khutbah 'idul fitri / adhha. Namun ada tiga hal yang membedakan antara keduanya:
1. Di dalam muqoddimah khutbah 'iid dimulai dengan takbir sembilan kali, ketika khutbah pertama. Dan di khutbah kedua bertakbir sebanyak tujuh kali. Namun dalam khutbah istisqo takbir diganti dengan istighfar dengan jumlah yang sama. Lafat istighfar tersebut:
أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه
2. Di khutbah pertama khutbah istisqo disunnahkan berdoa dengan doa yang dicontohkan nabi, meskipun selain doa tersebut dibolehkan.
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلاَغًا إِلَى حِيْنٍ
3. Disunnahkan saat khutbah pertama dan pertengahan khutbah kedua menghadap ke arah manusia dan membelakangi kiblat, kemudian berbalik menghadap ke arah kiblat. Mengucapkan doa dengan sirri dan jahri, saat doa sirri manusia berdoa sendiri dan saat doa jahri manusia mengamini. (5/60)

Beberapa Persoalan tentang pembahasan
1. Jika imam meninggalkan / tidak melaksanakan shalat istisqo, maka manusia tidak kemudian juga tidak melaksanakannya.
2. Jika imam telah bernadzar untuk shalat istisqo, namun manusia telah melaksanakannya, maka imam tetap harus memenuhi nadzarnya.
3. Jika justru banyak turun hujan dan berakibat buruk bagi kehidupan manusia, maka disunnahkan untuk berduoa dengan mengangkat suara: (5/64-65)
اللّّهُمَّ حَوَالِيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا


KITABU AL JANAIZ

Ada dua penyebutan bagi kata janaiz: 1) jinazah, 2) Janazah, dan bentuk pluralnya adalah janaiz, yaitu asal kata janaza – yajnizu artinya apabila ditutup.

BAB: Apa yang Silakukan Terhadap Si Mayit

1. Disunnahkan bagi orang yang sakit untuk banyak mengingat mati.
عن أبي هريرة أن رسول الله قال : "أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاذِ ، يَعْنِيْ الْمَوْتُ" رواه الترمذي و النسائي ةابن ماجه بإسناد صحيح كلها على شرط البخاري و مسلم .
Syekh Abu Hammad berkata: pada saat kondisi sakit lebih disunnahkan karena dengan mengingat mati hati akan lebih lunak. (5/70)
2. Bersabar, seperti kisah seorang wanita yang tertimpa sakit epilepsi, dia ditawarkan kepadanya dua pilihan: dia didoakan oleh rasulullah penyakitnya sembuh atau pilihan ke-2 bersabar dengan jaminan jannah. Kemudian wanita tersebut memilih untuk bersabar. (5/71) Allah berfirman dalam a Zumar:39
3. Berprasangka baik kepada Allah. (5/72)
عن جابر : قال صلى الله عليه وسلم : "لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله تعالى "
4. Menjenguk orang sakit, dan jika telah dekat dengan kematian hendaknya mentalkin dengan kalimat syahadat. (5/73)
Berikut ini beberapa ketentuan syar'i berkaitan dengan menjenguk orang sakit:
a. Hukum menjenguk orang sakit adalah sunnah muakkadah.
b. Berdoa untuk si sakit. (5/75)
c. Mentalkin jika telah dianggap tidak ada harapan untuk hidup. Hendaknya cukup kelaimat la ilaha illallah. Dan ada perbedaan tentang jumlah yang semestinya ditalkinkan kepada si sakit yang akan meninggal: a) Menurut jumhur: cukup sekali saja si sakit mengucapkan kalimat syahadat. b) Menurut madzhab Syafi'i: tidak lebih dari tiga kali
5. Membaca surat Yasin di sisi orang yang sedang sekaratul maut.
6. Menghadapkan ke arah kiblat. (5/76-77)

BAB: Adab bagi orang yang sakit

1. Sabar
2. Berdoa agar dimatikan di negeri yang mulia
3. Bertaubat
4. Memperbagus penampilan dan meninggalkan perseteruan dan perselisihan dalam urusan dunia agar tidak terlalaikan dari amal shaleh.

BAB: Memandikan mayit
(5/81)

1. Hukumnya: memandikan mayit adalah fardhu kifayah, tidak ada perbedaan para ulama. (5/81)
2. Kondisi orang yang meninggal.
a. Seorang laki-laki yang tidak punya istri. Maka orang yang memandikan adalah ayahnya yang paling berhak. Kemudian kakek, kemudian anak, kemudian cucu, kemudian saudara laki-laki, kemudian anak laki-laki saudara laki-laki, kemudian paman kemudian anak laki-laki paman.
b. Wanita yang meninggal dan ia tidak mempunyai suami. Maka orang yang berhak untuk memandikan adalah: anak-anaknya, ibu kemudian orang yang menjadi mahramnya, kemudian wanita-wanita kaum muslimin.
3. Seorang suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya
4. Apabila seorang laki-laki meninggal dan tidak ada seorangpun kecuali wanita ajnabi atau sebaliknya, maka ada dua pendapat: a) dengan tayammum saja, b) si mayit ditutup dengan kain, dan orang yang memandikan mengenakan sarung tangan, c) si mayit tidak dimandikan dan tidak pula tayammum. (5/86)
Dan menurut pendapat jumhur kami tidak memandikannya dan cukup dengan tayammum.
5. Tidak ada kewajiban orang muslim memandikan orang kafir baik dia seorang dzimmi atau selainnya. Namun yang memandikan adalah orang kafir dari kerabatnya. Dan jika yang memandikan orang muslim tidak mengapa. (5/86)

Beberapa permasalahan dalam hal memandikan

Menurut syafi'iyyah disunnahkan memandikan mayit dengan air dingin kecuali jika diperlukan memakai air hangat.
Sifat-sifat mamandikan adalah:
1. Memposisikan mayit dengan posisi setengah duduk, lalu mengusap bagian perutnya untuk mengeluarkan kotorannya. (5/92)
2. Memotong kuku-kuku jari tangan dan kaki, merapikan kumisnya, mencukur bulu kemaluannya dan bulu ketiak serta sunnah-sunnah fitrah yang lain. (5/101
3. Mayit wanita dimandikan seperti halnya memandikan mayat laki-laki, jika wanita tersebut memiliki rambut panjang maka rambutnya hendaknya di bagi menjadi tiga ikat. Akan tetapi menurut Malik dan Abu Hanifah dibiarkan rambutnya terurai. (5/103)
4. Orang yang memandikan mayit disarankan untuk mandi setelah mengurus jenazah seperti mandi janabat, namun saran tersebut tidak wajib. Beberapa dalil yang menjelsakan tindakan ini mayoritas kedudukannya adalah lemah. Muhammad bin Yahya adz Dzuhali (dia adalah guru imam Bukhari) berkata: tidak ada hadits shahih yang saya ketahui tentang perintah untuk mandi bagi orang yang memandikan mayit.
Menurut al Mazini, beliau berkata: mandi bagi orang yang memandikan jenazah tidak ada perintahnya. Demikian pula perintah untuk berwudu bagi orang yang menyentuh, membawa dan memakamkannya, karena tidak ada dalil dalam masalah tersebut.
Dan madzhab syafi'i tetap menyatakan sunnah, meskipun tidak ada dalil shahih. (5/203-204)
5. Jika terlihat dari diri mayit sesuatu yang baik disunnahkan diceritakan, akan tetapi tidak sebaliknya. (5/104)
6. Orang junub dan haidh boleh memandikan mayit dan tidak dimakruhkan, namun al Hasan dan ibnu Sirin memakruhkannya, demikian pula pendapat Malik. (5/105)

BAB: Mengkafani mayit

1. Hukum mengkafani mayit adalah fardhu kifayah.
2. Biaya mengurus mayit ditanggung dengan harta si mayit yang ditinggalkan.
3. Suami memiliki kewajiban membiayai pengkafanannya. Dan jika mayit tidak punya harta, maka kewajiban tersebut dilimpahkan kepada orang yang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepadanya pada saat mayit masih hidup, seperti, anak, bapak dan majikan jika si mayit seorang budak. (5/105-106)
4. Kain kafan yang digunakan adalah kain yang dapat menutupi seluruh badannya dan boleh melebihkannya dan meluaskannya. Untuk laki-laki tiga helai dan wanita lima helai.
5. Kain kafan disunnahkan berwarna putih. (5/108-111)

BAB: Shalat Janazah

1. Hukum shalat janaiz adalah fardhu kifayah
a. Menurut al Qodhi Husain jumlah minimal yang melakukan shalat adalah 4 orang, namun ini bukan wajib.
b. Jika tidak ada seorang pun kecuali wanita, maka mereka pun boleh menshalatkannya dan kewajiban tersebut gugur dengan apa yang mereka lakukan.
c. Apabila di sana ada laki-laki, maka bagi kaum wanita tidak ada kewajiban. Seandainya ada di antara mereka yang ikut diperbolehkan.
d. Pelaksanaannya boleh pada setiap waktu meskipun bertepatan dengan waktu-waktu dilarang shalat.
e. Boleh dilakukan di masjid dan tidak makruh.
عن أبي هريرة أن النبي قال : "مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فِيْ الْمَسْجِدِ فَلاَ شَيْئٌ لَهُ"
f. Boleh shalat janazah sendiri, dan yang sunnah adalah dengan berjamaah.
عن عائشة عن النبي قال : مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّيْ عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُوْنَ لَهُ إِلاَّ شَفَعُوْا فِيْهِ . رواه مسلم
(5/120-123)
2. Tidak mengumumkan kematian dan tidak menyeru untuk shalat, akan tetapi masih ada pertentangan di kalangan ulama. (5/123)
Memberitahukan kepada keluarga dan kerabatnya tidak mengapa. Yang demikian diungkapkan oleh Ahmad bin Hambal dan Abu Haifah. Dan imam an Nawawi tidak memakruhkannya. Selain itu bertujuan agar jamaah yang ikut dalam shalat lebih banyak. Tindakan yang dimakruhkan adalah keliling meneriakkan kematian si fulan dengan kebanggaan … kepada manusia. Itu merupakan tradisi jahiliyyah yang dilarang.
3. Orang yang lebih utama didahulukan menjadi imam shalat jenazah masih terdapat perbedaan di kalangan para ulama. Mereka adalah orang yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan mayit, seperti, bapak – kakek – dan seterusnya. Ada pula yang lebih mengutamakan imam masjid. Qoul jadid dalam madzhab syafi'i adalah wali mayit lebih diutamakan daripada imam masjid. (5/125)
4. Syarat sah shalat jenazah adalah thaharah, menutup aurat, berdiri menghadap qiblat. Jika dia mampu berdiri atau duduk jika tidak mampu berdiri.(5/129)
Ada ulama yang mengingkari bersuci sebagai syarat sah, tetapi itu adalah rukun shalat jenazah.
5. Posisi imam berada di sisi kepala mayit laki-laki atau di sisi bagian pusar mayit wanita.
a. Imam Abu Hunaifah berkata: imam berada di depan dada baik mayit itu laki-laki atau wanita. Dan menurut Abu Yusuf; untuk mayit laki-laki imam berada di depan dada dan untuk wanita di pusar.
b. Imam Ahmad berkata: untuk mayit laki-laki berada di kepadal
عن سمرة رضي الله عنه قال : صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِيْ نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا . رواه البخاري ومسلم
c. Apabila mayit yang ada berjumlah banyak, maka boleh dilakukan shalat sekali saja, meskipun yang afdhal adalah masing-masing dishalatkan, akan tetapi ada pendapat yang memilih sekali shalat untuk semua mayit itu lebih afdhal.
d. Cara melakukan shalat untuk jenazah yang banyak dengan satu kali shalat adalah meletakkan mayit laki-laki di depan imam, dan dipilih siapa saja di antara mayit laki-laki tersebut yang memiliki keutamaan, kemudian anak-anak.
Menurut Ibnu al Mundzir: laki-laki di depan imam, kemudian wanita. (5/130-131)
6. Shalat Jenazah:
a. Niat shalat jenazah, sifatnya berniat ketika takbiratul ihram untuk melakukan shalat mayit.
b. Takbir empat kali, jika tanpa empat takbir ini maka tidak sah. Ada perbedaan di kalangan ulama tentang jumlah takbir dalam shalat jenazah: (5/133-134)
a) Ibnu Mundzir berkata: nabi saw melakukan shalat jenazah dengan empat takbir, (ini adalah riwayat dari Umar, Zaid bin Tsabit, al Hasan bin Ali).
b) Ibnu Mas'ud dan Zaid bin Arqom berkata, beliau saw bertakbir lima kali,
c) Kemudian imam Ahmad berkata: tidak boleh kurang dari empat takbir dan tidak lebih dari tujuh takbir. (5/135)
Mengenai mengangkat tangan di setiap takbir, seluruhnya sependapat mengangkat tangan saat takbir pertama. Dan takbir kedua dan seterusnya terdapat perselisihan.
c. Takbir pertama membaca al fatihah dan setelahnya membaca salah satu surat al Qur'an. menurut pendapat yang benar menurut madzhab syafi'i tidak disunnahkan. (5/136) Dan pendapat yang mensunnahkan adalah berdasarkan hadits yang termaktub dalam musnad Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih. Kemudian untuk doa istiftahpun tidak disunnahkan menurut madzhab syafi'i, namun ada pula yang mensunnahkan. Demikian pula tentang menjahrkan bacaan dalam shalat jenazah, terdapat perselisihan. Menurut mayoritas madzhab syafi'i tidak dijahrkan dan menurut ad Daroki, Abu Hamid al isfiroyaini: sunnah jika dijahrkan. (5/138)
d. Setelah takbir kedua membaca shalawat kepada nabi, hukumnya fardhu.
e. Setelah takbir ketiga berdoa untuk mayit, ini pun fardhu dan di antara rukun shalat jenazah. Pendapat lain mengatakan tidak disyariatkan, tetapi cukup berdoa untuk kaum muslimin. Dan pendapat yang benar adalah pendapat pertama. (5/142)
f. Setelah takbir keempat adalah salam. Di sini ada dua permasalahan:
a) Apakah setelah takbir keempat ada dzikir ? menurut jumhur madzhab syafi'I adalah sunnah adanya doa setelah takbir keempat.
b) Apakah salam dilakukan sekali atau dua kali: pendapat yang masyhur adalah disunnahkan salam dua kali. Dan Imam Syafi'i di dalam al umm sekali salam dimulai dengan menoleh ke kanan dan berakhir salam tersebut ketika menoleh ke kiri.
7. Jika seseorang tertinggal dari imam, maka hendaklah ia segera bergabung bersama imam dengan membaca doa secara urutan rekaat shalat dan tidak mengikuti bacaan yang sedang dibaca oleh imam. Kemudian setelah imam salam, ia melanjutkan sisa takbir yang tertinggal dengan tidak membaca dikir menurut salah satu pendapat. (5/143-144)

Menyegerakan Menguburkan mayit yang telah dishalatkan

1. Jika mayit telah dishalatkan, maka segealah untuk dikuburkan, tidak perlu menunggu orang yang datang kemudian untuk menshalatkan, kecuali jika tubuh mayit tidak dikhawatirkan rusak.
2. Jika kemudian datang kelompok lain yang belum menshalatkan, maka tidak perlu mereka menshalatkannya kembali. Abu Hanifah beralasan karena shalat jenazah adalah fardhu kifayah dan tidak ada nafilah bagi shalat janazah. Dan menurut madzhab Syafi'i: kelompok yang datang kemudian, hukumnya fardhu kifayah bagi mereka. (5/146-147)

Orang yang tidak mendapatkan kesempatan menshalatkan mayit

Abu Hanifah berkata: tidak perlu shalat di kuburannya (shalat jenazah) setelah tiga hari dari hari mayit dikuburkan.
Menurut Ahmad batasannya adalah satu bulan. (5/150)
Menurut imam asy syirazi: shalat ghaib boleh dilakukan berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah, bahwasannya nabi saw memberitahukan kematian an Najasyi kepada sahabatnya di Madinah dan para sahabat pun shalat di belakang rasulullah. Dan jika mayit itu mungkin bisa dihadirkan maka tidak ada shalat ghaib.

Shalat ghaib untuk mayit yang berada di luar negrinya

1. Madzhab syafi'i membolehkan shalat ghaib dan Abu Hanifah melarangnya. Dalil kami adalah kematian raja an Najasyi. (5/150-151)
2. Jika didapati hanya sebagian tubuh mayit saja, maka tidak perlu dishalatkan. Namun menurut Abu hanifah mengecualikan jika didapatkan 1/2 dari tubuh mayit. (5/152-153)

Madzhab ulama tentang menshalatkan mayit anak kecil
1. Dinukilkan dari Ibnu al Mundzir, an Nawawi berkata, jika mayit seorang anak kecil kami dan mayoritas madzhab salaf dan khalaf wajib dishalatkan.
2. Dan menurut Said bin az Zubair tidak dishalatkan selama anak tersebut belum baligh. (5/154-155)

Mayit orang kafir
1. asy Syafi'i berkata: jika orang kafir mati tidak perlu dishalatkan berdasarkan firman Allah at taubah: 84. karena orang kafir tidak berhak mendapatkan istighfar.
2. asy Syirazi berkata: boleh dimandikan dan dikafani. (5/155)
Kemudian imam an Nawawi berkata: haram menshalatkan mayit orang kafir, dan hanya boleh memandikan dan mengkafaninya saja. Apabila mayat orang kafir dan orang muslim bercampur dan sulit untuk membedakannya, maka wajib untuk dishalatkan, dimandikan dan dikuburkan. Menurut kami tidak perlu mengkalkulasi golongan mana yang jumlahnya mayoritas, muslim atau kafir. Pendapat ini juga diungapkan oleh imam malik.
Dan menurut Abu Hanifah jika jumlah kaum muslimin lebih sedikit atau seimbang, maka tidak perlu dishalatkan.

Mayit orang yang mati syahid
1. Orang yang mati syahid adalah orang yang terbunuh ketika berperang di jalan Allah (ini yang dimaksud dalam pembahasan).
2. Orang yang mati syahid tidak boleh dimandikan dan tidak dishalatkan. Al Mazini berkata: menurut imam al Haramain dan al Baghawi, boleh dishalatkan, tetapi tidak wajib dan tidak perlu dimandikan.
Ar Rafi'i berkata: jika memandikannya akan menghilangkan darahnya maka itu diharamkan. Jika tidak pun diharamkan menurut salah satu madzhab. Dan diharamkan untuk dishalatkan terdapat perselisihan. (5/157)
3. Jik seseorang mati dalam pertempuran melawan orang kafir, namun bukan karena dibunuh orang kafir atau ketika melawan mereka, dia mati karena sakit atau mati dengan tiba-tiba atau meninggal setelah usai perang, di sini ada perselisihan pendapat: (5/158)
a. Dia disebut syahid dengan satu syahid, ini adalah pendapat al Qodhi Husain dan al Baghowi.
b. Tidak disebut syahid.
4. Syuhada terbagi menjadi tiga macam: (5/160)
a. Syahid dalam hukum dunia: ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Dan syahid di akhirat, yaitu mendapat pahal kusus dari rabb-nya.
b. Syahid di akhirat saja, seperti meninggal karena penyakit thaun, kerena tenggelam dst.
c. Syahid di dunia saja, mereka adalah yang terbunuh ketika lari dari medan perang dan orang yang berbuat ghulul.atau riya'.
5. Hikmah orang yang mati syahid tidak dimandikan dan tidak dishalatkan:
Agar dia bertemu Allahbersama luka yang mengalir, karena harum darahnya seperti harum misk, dengan demikian mereka tidak butuh ada orang yang menshalatkannya.

Bantahan kepada pendapat yang mengatakan orang mati syahid dishalatkan (5/161-162)

Menurut Said bin al Musayyib dan al Hasan al Bashri, mereka harus dimandikan dan dishalatkan. Dan menurut Abu Hanifah cukup dishalatkan dan tidak dimandikan. Dalil mereka,
عن أبي مالك الغفلري أن النبي صلى على قتلى أحد : عَشْرَةً عَشْرَةً فِيْ كُلِّ عَشْرَةٍ حَمْزَةٌ حَتَّى صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعِيْنَ صَلاَةٍ
Jawab:
1. An Nawawi berkata: sahabat-sahabat kami (dari kalangan madzhab syafi'i ) berhujjah dengan hadits jabir bin Abdillah: "Bahwasannya nabi saw memerintahkan kepada kami untuk para korban perang Uhud agar dikubur bersama darah mereka dan beliau tidak menshalatkan mereka dan tidak pula memandikannya. HR. al Bukhari
Rasulullah bersabda,
لاَ تَغْسِلُوْهُمْ فَإِنََّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمْ يَفُوْحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Janganlah kalian mandikan mereka, karena setiap luka dan darah yang mengalir akan menimbulkan bau harum misk pada hari kiamat." HR. Ahmad
2. Adapun hadits-hadits yang menjadi hujjah oleh orang-orang yang berpendapat agar dishalatkan, ahli hadits sepakat bahwa hadits-hadits tersebut adalah lemah, kecuali hadits Uqbah bin Amir
3. Hadits Uqbah bin Amir, maksud shalat di dalam hadits adalah doa, bukan shalat jenazah, sebab rasulullah melakukan shalat (bermakna doa) itu setelah 8 tahun dari peristiwa para korban perang Uhud dikubur.
4. Jumlah syuhada Uhud tujuh puluh orang. Jika rasuullah shalat untuk setiap sepuluh orang dari mereka dan setiap sepuluh orang tersebut ada Hamzah, paman rasulullah, maka jika dikalikan jumlah rasulullah melaksanakan shalat, yaitu tujuh kali shalat, hanya mencapai 63 orang, karena setiap kelompok yang dishalatkan terdapat Hamzah ra.. Ini menyelisihi jumlah korban di perang uhud yang sebenarnya 70 orang.

BAB: Membawa dan Mengubur Jenazah

1. Cara membawa jenazah, terdapat dua cara:
a. Dibawa oleh dua orang dengan dua batang kayu, yang masing-masing memikul ujung batang kayu itu di atas kedua pundaknya.
b. Dibawa oleh empat orang dengan dua batang kayu, dua orang berada di depan masing-masing memikul satu batang kayu di pundaknya dan begitu pula dua orang yang berada di belakang.
Menurut ar Rafi'i keduanya sama saja. Kemudian disimpulkan bahwa tidak ada cara tertentu (kusus) dalam membawa jenazah, yang terpenting adalah jenazah dapat dibawa hingga pemakaman dengan selamat.
2. Menyegerakan jenazah
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : " أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ ، فَإِنْ تَكُنْ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهُ وَإِنْ تَكُنْ سِوَى ذَلِكَ َفَشٌّر تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ " رواه البخاري
a. an Nawawi berkata: para ulama sepakat disunnahkan untuk bersegera dalam membawa jenazah kecuali jika dikhawatirkan akan berakibat buruk bagi tubuh mayit.
b. Imam Syafi'i dan para pengikutnya berpendapat: yang dimaksud adalah berjalan dengan gaya lebih cepat daripada ketika berjalan biasa. (5/165-167)
3. asy Syirazi berkata: disunnahkan untuk ikut mengiringi jenazah
عن البراء ابن عازب قال : أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ بِاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَتَشْمِيْطِ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِيْ وَنَصْرِ الْمَظْلُوْمِ
Dari Al Barra bin 'Azib ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, mendoakan orang yang bersin, memenuhi panggilan dan menolong orang yang dizhalimi." HR. Bukhari dan Muslim
asy Syafi'i dan para pengikutnya berkata; sunnah ini untuk laki-laki sampai jenazah dimakamkan. Dan bagi kaum wanita hukumnya makruh.
4. Disunnahkan untuk tidak berkendaraan ketika mengiringi jenazah. Adapun ketika kembali dari kubur tidak mengapa menaiki kendaraan. Dan di antara adabnya adalah para pengiring hendaknya berjalan di depan jenazah, sebab mereka akan memberi syafaat kelak di hari kiamat, dan antara iringan jenazah dan jenazah tersebut hendaknya tidak terpisah.
Imam Syafi'i berkata: yang utama adalah berjalan kaki dan tidak terpisah dari rombongan pembawa jenazah dan jika lebih dekat itu lebih haik. (5/170)
5. Apabila telah sampai di pemakaman, maka para pengiring jenazah diberikan pilihan boleh duduk terlebih dahulu atau menunggu hingga jenazah dimasukkan ke dalam kubur
عن علي قال : ((قام رسول الله صلى الله عليه وسلم مع الجنائز حتى توضع وقام الناس معه ، ثم قعد بعد ذلك وأمرهم بالقعود )) رواه مسلم
Dari Ali ra dia berkata: "Rasulullah berdiri bersama janazah sampai jenazah itu diletakkan sedang manusia masih tetap berdiri, kemudian beliau duduk dan memerintahkan mereka untuk duduk ." HR. Muslim
Dari hadits ini rasulullah memberikan saran:
a. Agar berdiri bagi orang-orang yang mendapati jenazah yang dibawa menuju pemakaman hingga berlalu darinya atau jenazah itu diletakkan.
b. Bagi para pengiring jangan duduk hingga jenazah itu diletakkan
Jumhur madzhab syafi'i dan imam syafi'i sendiri berpendapat dua perintah di atas mansukh, tidak ada lagi perintah untuk berdiri hari ini, baik ketika ada jenazah yang lewat didepannya atau bagi mereka yang mengiringi hingga kubur.
Sebagian lagi berpendapat: terserah kepada orang yang melihat atau yang mengiringi jenazah tersebut. Sebagian yang lain lagi: makruh berdiri untuk jenazah jika tidak ikut mengiringinya, (Salim ar Razi).
Dan menurut Malik, Ahmad dan Abu Hanifah, makruh duduk debelum jenazah diletakkan. (5/171-172)
6. Seorang muslim tidak dimakruhkan mengiringi jenazah orang kafir yang masih menjadi kerabatnya. Demikian pendapat asy Syafi'i. (5/172)

Perihal dalam Pemakaman

1. Hukum memakamkan mayit adalah fardhu kifayah. (5/175)
a. Boleh mengkubur mayit di rumahnya, namun di tempat pemakaman adalah lebih baik.
b. Kemudian kenapa rasulullah dikubur di rumah ?
Jumhur madzhab syafi'i menjawab: Rasulullah mengubur para sahabatnya di baqi' dan mencontoh sunnah itu lebih baik dan utama. Kemudian rasulullah dikubur dirumah. Kronologinya, para sahabat berselisih tentang di mana tempat yang layak untuk menjadi tempat dikuburnya rasulullah, kemudian Abu Bakar berkata, bahwa dia pernah mendengar rasulullah bersabda, bahw setiap nabi dikubur di tempat dia meninggal dunia. (5/176)
2. Tidak boleh mengubur mayit di lubang yang telah digunakan untuk mengubur mayit lain kecuali mayit di dalam lubang tersebut telah hancur sama sekali.
3. Mayit orang kafir tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslimin dan sebaliknya bagi mayat kaum muslimin tidk boleh dikubur di pemakaman kaum kafir. (5/176-177)
4. Membuat lubang kubur yang dalam dan pada bagian kepala dan kaki diluaskan. (5/179-180)
((أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ وَأَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِْه )) رواه أبو داوود
"Luaskanlah lubang mayit pada bagian kepada la dan kakinya" HR. Abu Dawud
Kemudian membuat liang lahat, yaitu lubang yang digali di bagian dinding lubang kubur yang paling bawah sebelah kiblat seluas tubuh mayit agar dapat masuk.
5. Adab memasukkan mayit ke liang kubur adalah mendahulukan bagian kepala mayit melalui bagian kaki dari liang tersebut dengan berdoa bismillahi wa 'ala millati rasulillah, kemudian menghadapkan tubuh mayit ke arah kiblat. Ini adalah pendapat jumhur. Dan tidak mengapa memberi penyangga pada bagian kepala mayit agar rata dengan tubuhnya. (5/182-183)
Setelah dimakamkan disunnahkan untuk melontarkan tiga kepal tanah kubur ke liang kubur. Al Qodhi Husain berkata: ketika melemparkan tanah ke liang kubur yang pertama kali mengucapkan minha khalaqnakum dan lemparan kedua wa fiha nu'idukum dan di lemparan ketiga wa minha nukhrijukum tarotan ukhra. Pendapat ini adalah berdasarkan hadits rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, ketika rasulullah meletakkan mayat Ummu Kultsum, putri beliau saw.
Disunahkan untuk berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman usai guna memintakan ampunan untuk si mayit.
6. Kemudian ada cara lain ketika memasukkan mayit, yaitu memasukkannya dari arah kiblat. Pendapat ini adalah berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan diambil oleh imam Abu Hanifah. Dan an Nawawi berkata: hadits ini lemah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al Baihaqi, dan pendapat at Tirmidzi yang menghasankan hadits tersebut tidak bisa diterima. (5/186)

Menutup Mayit Saat Memasukkan Ke dalam kubur

Menurut madzhab Syafi'i: Disunnahkan untuk mayit laki-laki dan wanita. Dan menurut Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, disunnahkan untuk mayat wanita saja. Sedangkan Ibnu Mundzir dari Abdillah bin Buraidah dan Syuraih: tindakan ini dimakruhkan.
1. Tidak meninggikan tanah kuburan lebih dari tanah yang digali dari lubang tersebut.
2. Disunnahkan meninggikan tanah kubur setinggi satu jengkal.
3. Meletakkan tanda dengan batu atau selainnya di bagian kepala dan kaki agar diketahui bahwa itu adalah kuburan.
4. Dimakruhkan mengkijing atau mengkapur kuburan. (5/187-188)
5. Apabila mengkubur mayit sebelum dishalatkan, maka dishalatkan di kuburan. (5/189)
6. Jika terjadi ada barang berharga yang ikut terkubur boleh digali kembali untuk mengambilnya. (5/191)
7. Apabila ada seorang wanita hamil meninggal dunia dan bayi di dalam perutnya masih hidup boleh perut wanita tersebut dibelah untuk mengambil bayinya. (5/192)

Beberap masalah yang penting (5/193-195)

1. Madzhab Syafi'i memakruhkan mengkubur mayit di waktu malam. Akan tetapi banyak riwayat yang menjelaskan boleh mengkubur mayit pada malam hari.
2. Boleh shalat jenazah pada waktu yang terlarang.
3. Menurut Syafi'i memindah mayit yang belum dikuburkan ke negeri lain tidak beliau senangi kecuali jika wilayah tersebut dekat dengan Makkah dan Madinan serta baitul Maqdis, sebab menguburkan mayit di negeri tersebut adalah lebih afdhal.
4. al Mawardi berpendapat makruh menyalakan / meletakkan lampu di sisi kuburan.

Ta'ziyah dan Menangisi Mayit

1. Hukum ta'ziyyah adalah sunnah menurut asy Syafi'i, namun para pengikut beliau memakruhkan ta'ziyyah setelah berlalu tiga hari dari kematian, sebab maksud takziyah adalah untuk menenangkan hati orang yang ditinggal oleh si mayit. Dan biasanya setelah tiga hari hati seseorang itu telah stabil. Takziyah sebelum dikubur dan setelahnya dibolehkan, namun takziyah setelah dikubur itu lebih utama.
2. Boleh menangis selama tidak menjerit-jerit / berlebihan. (5/198-201)

Ziyarah Kubur

Adab-adab yang perlu diperhatikan ketika ziyarah kubur adalah:
1. Berdoa ketika masuk ke komplek kuburan, ziyarah ini hukumnya sunnah bagi kaum laki-laki.
2. Bagi kaum wanita, ziyarah tidak boleh dilakukan, dan jumhur madzhab memakruhkannya.
3. Namun ada pula hadits yang mennjukkan bahwa ziyarah bagi wanita tidak dilarang. Yaitu hadits dari Anas, bahwasannya nabi saw melewati seorang wanita yang menangis di sisi kuburan lalu beliau bersabda, bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah. HR. Bukhari
4. Dilarang duduk di atas kuburan
5. Menurut madzhab syafi'i, berjalan di komplek kuburan dengan mengenakan sandal tidk dimakruhkan. Ini adalah pendapat yang masyhur.
6. Tidak membangun masjid di atas kuburan. (5/202-205)
7. Disunnahkan bagi tetangga mayit untuk membuatkan makanan untuk keluarga mayit yang ditinggalkan karena mereka sedang sibuk, sebagaimana perintah Rasulullah kepada para sahabatnya untuk membuatkan makanan untuk keluarga Ja'far. (5/206)

KITAB ZAKAT

Abu Hasan al Waqidi berkata: zakat adalah sebagai pensuci mensucikan harta benda serta memperbaikinya. Pada asalnya zakat adalah bertambah.
Secara syar'i zakat adalah harta yang diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada si miskin. Atau mengamil sesuatu dengan cara kusus.
1. Zakat merupakan salah satu rukun islam, hukumnya fardhu, berdasarkan firman Allah, al baqoroh: 43 dan hadits tentang pertanyaan jibril, apa itu islam … ? (5/211)
2. Zakat tidak diwajibkan kecuali kepada orang muslim yang merdeka. Dan seorang budak jika diberi harta oleh tuannya, maka tidak ada kewajiban zakat baginya. Di sini terdapat dua pendapat, qoul qodim: dia memiliki, dan qoul jadid: dia tidak memiliki. Menurut Abu Hanifah, budak diwajibkan zakat hanya pada hasil tanaman sebesar 10 persen, selain harta tersebut tidak wajib zakat. (5/212)
3. Orang kafir asli tidak wajib zakat, tetapi orang murtad masih diwajibkan membayar zakat. Namun kepemilikikannya terhadap harta diperselisihkan:
a. Hilang kepemilikan terhadap harta bagi orang yang murtd, maka tidak wajib untuk zakat.
b. Tidak hilang, maka dia tetap wajib zakat.
c. Didiamkan, jika dia kembali kepada islam maka haknya akan dikembalikan. (5/113)
Menurut Abu Hanifah, orang murtad tidak wajib zakat, menurut imam an Nawawi orang murtad tidak mengeluarkan zakat, karena zakat adalah ibadah mahdhah yang harus dilaksanakan dengan disertai niat (rukun dan syarat). (5/214)
4. Untuk harta anak kecil, begitu pula harta orang gila, wajib dikeluarkan zakatnya, menurut madzhab syafi'i.
Imam an Nawawi berkata: di antara dalil pendapat sahabat-sahabat kami adalah qiyas, bahwa setiap yang diwajibkan 10 persen dari hasil tanamannya sebagai zakat, maka untuk seluruh harta pun wajib untuk dizakati, seperti halnya orang berakal dan baligh.
Abu Hanifah berpendapat berdasarkan surat at Taubah: 103, anak yatim dan orang gila bukan golongan yang hartanya harus disucikan, sebab keduanya tidak memiliki dosa.
Kemudian tentang hadits rufi'al qolam 'ala tsalatsatin maksudnya dia tidak terkena kewajiban dan dosa. Kami katakan bahwa kedua golongan itu tidak mendapatkan dosa dan tidak mendapatkan beban kewajiban zakat, akan tetapi kewajiban harta yang ia miliki harus dikeluarkan zakatnya oleh wali kedua orang tersebut. (5/215)

Hukum mengakhirkan membayar zakat
1. Membayar zakat menurut madzhab kami harus segera. Apabila telah datang waktunya tidak boleh untuk ditunda-tunda. Jika ditunda dia bermaksiat dan jika kamudian harta itu hilang dia dihitung sebagai hutang. Yang demikian jika dia memungkinkan untuk segera mengeluarkan zakatnya. Maksudnya adalah; a) harta tersebut ada, b) ada obyek untuk menyalurkan harta tersebut.
2. Demikian pula pendapat Malik, Ahmad dan jumhur. Namun Abu Haifah berpendapat dengan bertahap, kecuali pendapat Abu Bakar ar Razi, yang mengatakan: dengan bertahap. (5/219-220)

Menyembunyikan Harta dan Tidak Mengeluarkan Zakatnya Kemudian Harta Tersebut Tampak

1. Madzhab kami berpendapat tidak diambil. Demikian pula pendapat Malik dan Abu Hanifah serta al 'Abdari berkata: mayoritas ulama berpendapat demikian.
2. Menurut Imam Ahmad, diambil zakat harta tersebut dan setengah dari harta keseluruhan sebagai hukuman baginya karena menyembunyikan hartanya. (5/221)

BAB: Zakat Binatang Berkaki Empat

Ada kewajiban zakat untuk hewan-hewan berkaki empat, seperti unta, sapi dan kambing. Sebab hewan tersebut memiliki banyak manfaat. Namun tidak diwajibkan bagi harta seperti hewan kuda, Bighal dan Himar. (5/221)

Zakat kuda
Madzhab kami mengatakan tidak ada zakat bagi kuda sama sekali. Ini adalah pendapat Ibnu al Mundzir dari Ali bin Abi Thalib, ibnu Umar, asy Sya'bi, an Nakha'i, Atha', al Hasan al Bashri, Umar bin Abdul 'Aziz, al Hakim, ats Tsauri, Abu Yusuf dll. (5/222)

Zakat Hewan hasil perkawinan antara kambing dan kijang
Madzhab kami meniadakan zakat hewan tersebut secara mutlak. Ini adalah pendapat Dawud. Imam Ahmad berkata: wajib zakat bagi himar baik yang lahir betina kijang atau kambing. Abu Hanifah dan Malik berkata: jika yang lahir adalah kambing betina maka wajib zakat, namun jika yang lahir adalah kijang, maka tidak wajib zakat. (5/222)
1. Tidak wajib zakat bagi harta yang bukan milik sendiri secara sempurna.
2. Apabila harta / binatang berkaki empat dimiliki oleh umum, seperti para fuqoro', masjid, prajurit perang atau anak-anak yatim dst. Maka yang demikian tidak wajib dizakati. (5/222)
3. Harta yang dighashab atau hilang, maka tidak ada zakatnya hingga harta tersebut ditemukan. Qoul qodim: tidak wajib dan qoul jadid: wajib dizakati. Ini adalah perkataan asy Syirazi, (5/223-224)
4. harta yang hilang kemudian ditemukan kembali setelah lewat dari masa haul ada perbedaan pendapat:
c. wajib dizakat, ini merupakan pendapat yang benar menurut madzhab Syafi'i.
d. Tidak wajib dizakati.
5. Harta yang dibeli namun tidak ia pegang hingga mencapai haul masih berada di tangan penjual maka terdapat perbedaan pendapat: (5/225-226)
a. Wajib dizakati oleh pembeli, demikian adalah pendapat jumhur sebab itu harta yang dimiliki secara sempurna
b. Tidak wajib, karena kepemilikannya dianggap lemah.
6. Harta yang digadaikan dan telah mencapati masa haul, maka wajib dizakai karena itu adalah harta yang dimiliki secara sempurna. Ada pula pendapat yang tidak mewajibkan, karena harta tersebut terhalangi untuk dioperasikan. (5/226)
7. Pemilik hewan ternak berkaki empat atau lainnya yang wajib dizakati jika pemilik memiliki hutang yang dapat mengurangi nishab hartanya, maka ada dua pendapat. Apakah hutang menghalangi wajibnya zakat ?
a. asy Syafi'i memiliki dua pendapat, qoul qodim: tidak wajib zakat dan qoul jadid: wajib zakat.
b. Hutang menghalangi zakat harta yang telah mencapai nishab jika hutang tersebut akan mengurangi nishabnya. Illahnya adalah kepemilikiannya dianggap lemah. (5/228)
8. Zakat hewan tidak wajib kecuali untuk hewan-hewan yang digembalakan, sperti sapi yang digembalakan atau unta atau kambing. Dan hewan yang digunakan untuk bekerja, di kalangan ulama terdapat perbedaan: a) Menurut jumhur tidak wajib. Dan menurut ulama khurasan harta tersebut wajib dizakati. (5/231)
9. Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah mencapai nishab.
عن علي وعائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول
Dari Ali dan Aisyah dari nabi saw beliau bersabda, "Tidak ada zakat kecuali jika harta tersebut telah berumur satu tahun.
Menurut al Abdari bahwa harta yang wajib dizakati ada dua macam:
a. Harta yang berkembang dngan sendirinya, seperti biji-bijian dan buah-buahan: ini wajib untuk dizakati dengan keberadaannya sendiri.
b. Harta yang perkembangannya menunggu, seperti, dirham, dinar, hasil perdagangan, binatang berkaki empat, ini harus menunggu sampai mencapai haul.
Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas berkata: zakat diwajibkan pada hari seseorang memiliki nishab. Apabila telah mencapai haul maka zakat tersebut wajib. (5/234) dan apabila pemilik harta meninggal sebelum mencapai haul, maka harta tersebut berubah dan pindah kepada ahli warisnya.

Kambing yang betambah ketika masa haul
1. Menurut Abu Hanifah: ikut dijumlahkan kepada induknya baik tambahan tersebut karena melahirkan atau dari membeli kambing baru. Ini pula yang diambil oleh asy Syafi'iyyah.
2. Menurut Imam Malik, dijumlahkan jika tambahan tersebut hasil dari melahirkan, bukan membeli kambing yang baru. (5/243)

BAB: Zakat Unta
Nishab untuk hewan unta, jumlah minimal adalah lima ekor dengan jumlah zakat satu ekor kambing. (5/248)
1. 10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing.
2. 15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing
3. 20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing
4. 25 ekor unta zakatnya 1 ekor bintu makhadh (anak unta yang berumut satu tahun masuk kepada tahun ke-2)
5. 36 ekor unta zakatnya satu ekor bintu labun (satu ekor unta berumur tiga tahun masuk kepada tahun ke-4)
6. 61 ekor unta zakatnya satu jadz'ah (empat ekor unta yang berumur dua tahun masuk kepada tahun ke-3)
7. 46 ekor unta zakatnya satu hiqqoh (satu ekor unta berumur tiga tahun masuk kepada tahun ke-4)
8. 121 ekor unta zakatnya tiga ekor bintu labun
9. Kemudian setiap penambahan 40 ekor unta zakatnya dan setiap penambahan 50 ekor zakatnya satu hiqqoh.

BAB: Zakat Sapi

Nishab sapi adalah:
1. 30 ekor sapi zakatnya satu ekor tabi' (anak sapi berumur satu tahun)
2. 40 ekor sapi zakatnya satu ekor musannah (anak sapi yang berumur dua tahun)
3. Dan seterusnya, setiap 30 ekor maka satu tabi' dan setiap 40 ekor sapi, maka satu musannah. (5/273)

BAB: Zakat Kambing

1. Nishab minimal untuk kambing adalah 40 ekor dengan jumlah zakatnya satu kambing.
2. 121 ekor kambing zakatnya dua ekor kambing
3. 201 ekor kambing zakatnya tiga ekor kambing
4. Kemudian untuk setiap penambahan 100 ekor kambing zakatnya satu kambing
5. Apabila mayoritas kambingnya sehat, maka zakat yang harus dikeluarkan hendaknya memilih kambing yang sehat dan sebaliknya, sebab jika mayoritas kambingnya sakit kemudian diambilkan zakatnya dari kambing yang sehat akan merugikan pemilik kambing. Kemudian jika sebagian kambing sehat dan separoh yang lain sakit, maka dikeluarkan zakatnya dari kambing yang sehat.
6. Tidak dibenarkan mengeluarkan zakat kambingnya dari kambing yang terdapat cacatnya. Menurut Syafi'I rahimahullah diambil dari yang pertengahan bukan yang paling rendah dan bukan pula dari kambing yang paling tinggi nilainya. (5/278).
7. Menurut asy Syafi'i, tidak boleh mengeluarkan zakatnya dengan uang yang senilai dengan hewan yang menjadi zakatnya. Demikian pula pendapat Malik dan Ahmad serta Dawud. Dan menurut Abu Hanifah tindakan itu dibolehkan.

BAB: Zakat Buah-Buahan

Buah-buahan yang diambil zakatnya adalah buah kurma, anggur / al Karam.
Rasulullah melarang meyebut anggur dengan kata al karam. Buah-buahan yang wajib zakat adalah buah-buahan yang mejadi makanan pokok dan dapat disimpan untuk beberapa lama. Dan untuk nishab zakat buah-buahan adalah minimal lima wasaq. Jika buah-buahan tersebut menghasilkan dengan jerih payah pemilik, dengan cara mengairi dan memupuknya serta mengluarkan biaya perawatan, maka zakat yang dikeluarkan adalah 5 persennya. Dan jika hasil itu didapat tanpa susah payah dari si pemilik, maka harta yang dikeluarkan adalah 10 persen. (5/306-307)
BAB: Zakat Tanaman
Syarat untuk zakat tanaman adalah tanaman tersebut merupakan makanan pokok. Nishab minimal dari tanaman yang dizakati adalah lima wasaq.
1. Boleh mencampurkan / menjadikan satu untuk tanaman-tanaman yang sejenis. (5/325)
2. Untuk biji-bijian tidak boleh dikeluarkan zakatnya melainkan setelah diketam. Demikian pula dengan zakat buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya kecuali setelah kering. (5/328)
Dari 'Atab bin Usaid, "untuk buah karam (anggur) diperkirakan seperti perkiraan untuk kurma, kemudian membayarkan zakatnya dalam kondisi anggur itu menjadi zabib (anggur kering) sebagaimana membayarkan zakat kurma ketika kondisi kurma itu menjadi tamar (kurma kering). (5/330)

BAB: Zakat Emas dan Perak

1. Hukumnya adalah wajib, berdasarkan firman Allah at Taubah: 34, karena emas dan perak merupakan harta benda yang berkembang seperti unta dan sapi dll.
2. Nishab emas adalah 20 mitsqol dan tidak wajib zakat jika nilai emas itu di bawah 20 mitsqol. Dan nishab perak 200 dirham (uang emas).
3. Emas dan perak tidak boleh dijadikan satu untuk mencapai nishab.
4. Jumlah yang dikeluarkan sebagai zakat adalah 2,5 persen.(5/348)

Al hamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar