tag:blogger.com,1999:blog-30803550078851303382024-02-08T06:41:35.811-08:00TESTINGMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-86949530529146024832010-01-07T01:21:00.003-08:002010-01-07T01:27:22.368-08:005.2 Persiapan Lahan<br /><br />Persiapan lahan meliputi kegiatan pembersihan lapangan, pengolahan tanah dan pembuatan bangunan konservasi tanah. Tujuan kegiatan persiapan lahan adalah untuk menyediakan media tumbuh yang baik guna pertumbuhan dan perkembangan tanaman.<br /><br /><br />5.2.1 Pembersihan lapangan<br /><br />Lahan bervegatasi alang-alang<br /><br />Cara manual<br /><br />Setelah alang-alang dan semak belukar dibabat kemudian disimpan di suatu tempat. Dikenal dua cara pemusnahan hasil babatan, yaitu dengan cara dibuat kompos dan cara pembakaran terkendali. Sebelum dilakukan pembakaran, buat ilaran api, yaitu dengan cara membersihkan lahan di sekitar batas lahan selebar 2-3 m. Untuk area yang luas, lahan dibagi kedalam beberapa petak. Luas masing-masing petak tidak lebih dari 0,5 Ha. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembakaran adalah : 1) dilakukan tidak pada saat kecepatan angin tinggi, 2) berlawanan dengan arah angin, dan dikerjakan pada malam hari. Setelah dilakukan pembakaran, lanjutkan dengan kegiatan pem karan tunggul dan akar tanaman.<br /><br />Cara Kimia<br /><br />Cara ini dikerjakan apabila kondisi alang-alang masih relatif pendek dan populasi perdu masih jarang. Herbisida yang dapat diaplikasikan adalah round up dengan dosis 10 lt/ Ha. Setelah vegetasi mengering dapat dilanjutkan dengan kegiatan pengolahan tanah.<br /><br />Lahan bekas hutan skunder<br /><br />Cara Manual ; Pepohonan ditebang, kemudian tunggulnya di kar. Tidak menebang pohon didekat sumber air merupakan kegiatan yang sangat bijaksana. Lanjutkan kegiatan dengan pembakaran terkendali.<br /><br />Cara mekanis; Pepohonan yang berdiameter <> 30 cm di kar dengan traktor yang dilengkapi pisau (blade) dan pendorong pohon. Cara mekanis hanya bisa dikerjakan pada lahan kemiringan <><br /><br />Cara Kimia : Cara ini dikerjakan apabila kedua cara diatas tidak memperlihatkan hasil yang memuaskan. Bahan kimia yang digunakan adalah round-up atau trioxon yang dicampur dengan solar. Untuk mengaplikasikan cara ini, lukai kulit pohon dan kemudian oleskan 5 % trioxon pada. Gunakan kuas untuk pelaksanaan pengolesan.<br /><br />Lahan bekas kebun murbei<br /><br />Alang-alang atau rumput lainnya dibabat atau disemprot dengan herbisida. Pohon murbei di tebang dan golnya di kar. Upayakan pemotongan sampai ke daerah perakaran. Apabila dengan cara ini pohon murbei masih mengeluarkan cabang, gunakan cara kimia yaitu dengan mencampur roubd-up dan olie bekas kedalam solar. Dengan menggunakan kuas, oleskan cairan tersebut pada bagian yang dipotong. Pekerjaan ini, sebaiknya diaplikasikan pada musim kemarau. Untuk mencegah penyakit akar (yang ditinggalkan oleh tanaman lama), semprot tanah dengan bacterisida.<br /><br /><br />Penentuan Arah Barisan<br /><br />Pada lahan miring, arah barisan tanaman sejajar garis kontur. Hal ini dimaksudkan utnuk meminimalkan tingkat erosi yang terjadi. Untuk tempat yang datar, arah barisan sebaiknya mengikuti arah barisan pada tempat yang miring.<br /><br /><br />5.4 Lubang Tanam<br /><br />Sebelum murbei mencapai umur 6 bulan, akar masih muda dan mudah patah. Karenanya, supaya tanah dapat ditembus oleh akar, diperlukan kondisi tanah yang gembur dan memiliki kandungan hara mineral yang cukup. Untuk kepentingan ini, maka perlu dubuat lubang tanam yang dilengkapi dengan hara mineral yang cukup. Disamping itu, lubang tanam yang yang dibuat harus dalam, karena setelah dewasa akar murbei dapat mencapai kedalaman lebih dari 1 m dan akar menyebar paling banyak pada kedalaman 40 – 80 cm (gambar ). Untuk itu, maka kedalaman lubang tanamn minimal 40 cm.<br /><br />Dikenal 2 jenis lubang tanam, yaitu lubang dalam bentuk bujur sangkar (parsial) dan lubang dalam bentuk parit (memanjang). Lubang dalam bentuk bujur sangkar, diaplikasikan apabila jarak dalam barisan agak lebar, sedang sistem parit diterapkan apabila jarak dalam barisan cukup rapat dan ukuran lubang tanam cukup lebar.<br /><br />Langkah kerja untuk membuat lubang tanam adalah sebagai berikut :<br /><br />5.4.1 Lubang Bujursangkar<br /><br />Setelah ditentukan arah barisan tanaman, buat lubang ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm atau 40 cm x 40 cm x 40 cm.<br /><br />Dalam proses pembuatan, pisahkan antara lapisan top soil dan lapisan sub soil. Untuk memudahkan pekerjaan di lapangan, (sebelum pembuatan lubang) tugaskan para pekerja menghadap kearah timur. Tanah digali kemudian top soil diletakkan sebelah utara lubang sedangkan, sub soil diletakkan disebelah Selatan.<br /><br />Dua minggu kemudian, masukkan kompos / pupuk kandang matang kedalam lubang dan diaduk dengan lapisan top soil yang diletakkan di sebelah utara. Pada saat ini, bila tanah masam dapat diaplikasikan kapur pertanian secukupnya.<br /><br />Setelah pengadukan selesai, lubang diurug dengan lapisan sub soil dan beri tanda dengan ajir untuk menandai lubang.<br /><br />Dua minggu kemudian, lakukan penanaman.<br /><br /><br />5.4.2 Lubang bentuk parit.<br /><br />Di Lahan Datar<br /><br />Seteleh ditentukan arah barisan, lakukan penggalian tanah disepanjang letak barisan tanaman. Lebar 40 cm , dan dalam 40 - 45 cm.<br /><br />Simpan top soil di sebelah Utara dan sub soil di sebelah Selatan (posisi tenaga kerja menghadap ke Timur).<br /><br />Dua minggu kemudian, tebarkan 1 karung (40 Kg) kompos / pupuk kandang yang matang di setiap 160 meter parit, kemudian ratakan dan aduk dengan lapisan top soil yang disimpan di sebelah utara parit.<br /><br />Tutup parit dengan tanah sub soil (yang disimpan di sebelah Selatan)<br /><br />Dua minggu kemudian, lakukan kegiatan penanaman.<br /><br />Dilahan Miring<br /><br />Tentukan arah dan letak barisan tanaman. Penentuan letak barisan tanaman dilakukan dengan cara menancapkan ajir pada tempat yang memiliki ketinggian yang sama (garis kontur).<br /><br />Gali tanah di sepanjang rencana barisan tanaman. Tanah hasil penggalian di tempatkan di sebelah bawah lubang hasil penggalian, yang selanjutnya diratakan .<br /><br />Masukkan top soil sebelah atas lubang ke dalam lubang yang dibuat, kemudian aduk dengan pupuk organik. Bila tanah masam beri kapur secukupnya.<br /><br />Lakukan penanaman murbei. Untuk menimbun dan menutupi lubang tanam, tanah di ambil dari rencana parit.<br /><br />Tanah disepanjang barisan tanaman agak ditinggikan.<br /><br />Untuk membuang air yang ditampung parit (pada musim hujan), buat saluran Pembuangan Air (SPA) dengan arah memotong parit / barisan tanaman. Interval SPA yang satu dengan yang lainnya + 100 m.<br /><br />Diposkan oleh Ir. ACU SUNTANAMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-48767129585107983452010-01-07T01:21:00.002-08:002010-01-07T01:26:41.648-08:00Pangkas dan Panen<br />6.1 Pangkas<br /><br />Dalam serikulture, budidaya murbei bertujuan untuk menyediakan pakan bagi ulat sutera dalam jumlah cukup, berkualitas baik, sinambung dan mudah dipanen. Pohon murbei yang tidak dilakukan pemotongan batang atau cabang, tumbuhnya seperti pohon lainnya, yaitu dapat mencapai ketinggiaan di atas 10 m. Keadaan ini akan menyulitkan dalam panen daun disamping rendahnya kualitas dan kuantitas daun yang dihasilkan. Kegiatan pemangkasan batang / cabang dapat merangsang pertumbuhan cabang baru, karena setelah dipotong, energi yang dimiliki pohon murbei di arahkan ke tunas dan tidak lama kemudian (+ 10 hari ) tunas baru akan merekah. Namun demikian kegiatan pemangkasan akan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan pohon murbei, yaitu dapat menguras zat cair (getah) dalam tubuh murbei. Dan hal ini (bila teralu banyak getah yang keluar) akan mengakibatkan kematian. Untuk meminimalkan kerugian akibat pangkas, maka kegiatan pemangkasan perlu diatur dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan.<br /><br /><br />6.1.1 Pangkas bentuk<br /><br />Pangkas ini bertujuan untuk membentuk pohon murbei seperti perdu. Berdasarkan tinggi batang pokok, dibedakan ke dalam : perdu rendah, perdu sedang dan perdu tinggi. Pangkas bentuk merupakan pangkas yang pertama setelah murbei di tanam di lapangan dan biasanya dilakukan setelah 6 bulan sejak tanam.<br /><br /><br /><br />Tabel Klassifikasi pohon murbei berbadarkan tinggi batang pokok<br /><br /><br />Gambar Bentuk bongol pohon murbei<br /><br /><br />Perdu rendah mempunyai kelebihan bila dibanding dengan perdu sedang dan tinggi, yaitu 1) produksi tinggi, 2) ukuran cabang dan daun seragam, 3) mudah dalam pengendalian hama dan penyakit dan 4) kandungan air tinggi. Namun demikian perdu rendah tidak layak dikembangkan di daerah rawan banjir atau rawa.<br /><br />Pelaksanaan pangkas bentuk dilakukan pada tanaman umur 6 – 9 bulan sejak tanam. Akan tetapi, apabila terjadi kasus seperti tanaman telah berumur 6 bulan, tetapi kondisi lingkungan kering (menghadapi musim kemarau atau tidak ada irigasi), pangkas bentuk dapat ditangguhkan sampai kondisi tanah cukup air. Pemangkasan pada saat kering bisa mematikan tanaman. Sedang untuk memanfaatkan daun yang tumbuh, dapat dilakukan dengan cara panen rempel.<br /><br />Pada setiap bentuk perdu dikenal dua macam bentuk bongol, yaitu bentuk bongol jari tangan (finger form atau non-fistform) dan bentuk bongol kepalan tangan (Fist form) dan<br /><br /><br /><br />6.1.1.1 Bentuk bonggol jari tangan (finger form / non-fist form)<br /><br /><br /><br />Bentuk ini merupakan model lama dari bentuk bongol murbei. Cabang yang tumbuh berasal dari mata tunas yang berumur kurang satu tahun. Untuk membuat bentuk bongol jari tangan ikuti langkah berikut :<br /><br />Pada tanaman yang telah berumur 6 bulan sejak tanam, lakukan pangkas bentuk atau pemotongan batang pokok setinggi 20 cm di atas permukaan tanah<br /><br />Cabang yang muncul dari batang pokok (cabang primer) dipelihara sebanyak 2 cabang. Setelah cabang primer layak panen, lakukan pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari dasar cabang primer.<br /><br />Dari setiap cabang primer, selanjutnya dipelihara 2 cabang baru (cabang skunder ), sehingga total cabang skunder sebanyak 4 cabang. Selanjutnya setelah layak panen, cabang dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang skunder.<br /><br /><br />Dari setiap cabang skunder masing-masing dipelihara 2 cabang baru (cabang tersier) sehingga total cabang tersier sebanyak 8 cabang. Setelah layak panen dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang tersier.<br /><br />Dari setiap cabang tersier masing-masing dipelihara 2 cabang baru (cabang kuarter) sehingga total cabang kuarter sebanyak 16 cabang. Setelah layak panen, dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang tersier.<br /><br />Untuk membentuk kepala bongol seperti tangan mengepal, pelaksanaannya hampir sama dengan bentuk sebelumnya. Adapun yang membedakannya adalah, terletak pada pemangkasan cabang primer, skunder, tersier dan kuarter dilakukan pada ketinggian 2-3 cm dari dasar cabang. Sedangkan pemangkasan cabang produksi berikutnya, dilakukan pada ketinggian 1 cm diatas dasar cabang.<br /><br /><br />6.1.1.2 Bentuk bonggol Kepalan Tangan (fist form)<br /><br />Untuk membentuk kepala bongol seperti Kepalan tangan, pelaksanaannya adalah :<br />1. Enam bulan setelah tanam, dipotong pada ketinggian 15 cm dari permukaan tanah<br />2. Tiga bulan berikutnya, cabang yang muncul dipotong pada ketinggian 2-3 cm dari pangkal cabang sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun.<br />3. Setelah murbei mencapai diatas 2 tahun, pemangkasan dilakukan pada ketinggian 1 cm diatas cabang sebelumnya.<br /><br /><br />6.1.1.3 Pemeliharaan bonggol Murbei<br /><br /><br /><br />6.2 Panen<br /><br />6.2.1 Metoda Rempel<br /><br />Dari cabang murbei daun dipetik satu persatu bersama petiol. Sedangkan cabang murbei tetap tumbuh dalam pohon. Panen semacam ini biasanya dilakukan untuk pengadaan pakan ulat kecil atau pengendalian hama penyakit. Pada penyediaan pakan bagi ulat besarpun dapat diterapkan, apabila cabnagnya diarahkan untuk pengadaan bibit (stek). Kelebihan panen secara rempel adalahdaun yang dipanen umumnya sehat, karena pada saat panen hanya daun yang baik yang dipetik. Kelemahannya boros tenaga kerja.<br /><br />Panen daun secara rempel a) panen seluruh daun kecuali pucuk, b) panen seluruh daun (kecuali pucuk ) yang dilanjtkan dengan kegiatan pangkas tinggi.<br /><br />6.2.2 Pemangkasan Cabang<br /><br />Pangkas Bawah (base cutting)<br /><br />Cabang murbei dipotong pada ketinggian 1 cm diatas cabang sebelumnya. Metoda ini 1) cocok untuk penyediaan pakan bagi ulat besar, 2 ) cocok untuk pengadaan stek, 3 ) mudah dikerjakan, baik menggunakan gunting maupun grass cutter dan 4) hemat tenaga dibanding metoda rempel.<br /><br />Kelemahannya yaitu : 1) bulu-bulu akar banyak yang rontok, 2) cabang yang muncul pasca pangkas, peka terhadap penyakit, 3) diperlukan pupuk yang lebih banyak.<br /><br />Pangkas sedang<br /><br />Cabang murbei dipotong ditengah-tengah cabang. Kelebihannya, 1) layak untuk penyediaan pakan ulat besar, 2) menghemat tenaga kerja, terutama dalam pengangkutan, serta 3) dapat meminimalkan serangan penyakit. Kelemahannya, grass cutter sulit diaplikasikan.<br /><br />Pangkas Tinggi<br /><br />Cabang murbei dipotong pada ketinggian sepertiga panjang cabang kearah pucuk. Kelebihan cara ini yaitu : 1) mampu meminimalkan serangan penyakit, 2) layak untuk tahapan pengadaan stek. Kelemahannya : Boros tenaga, yaitu panen daun yang terletak dua pertiga kearah pangkal harus dipanen secara rempel.<br /><br />Jenis Pangkas<br /><br />Pemotongan cabang tidak dilakukan pada semua cabang yang tumbuh, tetapi hanya sepertiga atau setengah jumlah cabang. Untuk pemanenan cabang yang belum dipotong dilakukan pada periode berikutnya. Kelebihan cara panen semacam ini, yaitu 1). dapat meminimalkan kerusakan fisiologis (JOCV, 1975) dan 2) mencegah tumbuhnya tunas air. Kelemahannya boros tenaga dan grass cutter tidak bisa dioperasionalkan.<br /><br />Pemotongan dengan meninggalkan satu cabang<br /><br />Pemotongan cabang tidak dilakukan pada seluruh cabang, tetapi ditinggalkan satu cabang. Hal ini dimaksudkan supaya tanaman tidak mengalami strees yang berat.<br /><br />6.4 Pengaturan jenis panen<br /><br /><br />Pangkas bawah merupakan pengambilan organ tanman yang paling besar. Bila setiap panen dilakukan dengan cara ini, maka panjang hidup tanaman akan diperpendek, karena sering terganggunya aktivitas fisiologis. Untuk menekan kerugian semacam ini, maka perlu dilakukan pengaturan panen, yaitu dengan cara mengkombinasikan beberapa metoda panenMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-18545410253857682132010-01-07T01:21:00.001-08:002010-01-07T01:25:17.307-08:00Budidaya Murbei<br />BIOLOGI DAN KIMIA MURBEI<br /><br />Pohon murbei merupakan tumbuhan asli Pegunungan Himalaya. Sekarang, pohon murbei menyebar baik di daerah tropik maupun daerah sub tropik mulai dari ketinggian 0 – 4000 m dpl. Pohon murbei termasuk ke dalam genus Morus.<br /><br />Klassifikasi<br /><br />Murbei termasuk ke dalam genus Morus, family Moraceae.Ordo Klas Dicotyledonae. Pohon murbei memiliki lebih dari 35 species dan sub species (Ryu, 1998). Berdasarkan long style bunga jantan species murbei dikelompokkan ke dalam Dolychostyle dan Macromorus .<br /><br />Species dan Varietas<br />Tidak kurang dari 100 species murbei yang telah dikenal. Akan tetapi yang sering dibudidayakan untuk kepentingan budidaya ulat sutera adalah Morus Alba, Morus Cathayana dan Morus Multicaulis<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Morfologi<br /><br /><br /><br /><br /><br />Kimia Murbei<br /><br /><br /><br />Penentuan Lokasi Usaha Tani Sutera Alam<br /><br /><br /><br />Pengadaan Bibit dan Penanaman<br /><br /><br /><br /><br />Perlindungan Tanaman<br /><br /><br /><br />Pembentukan Batang Pokok<br /><br /><br /><br /><br />Pangkas dan Panen DaunMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-49486029387003693382010-01-07T01:21:00.000-08:002010-01-07T01:22:25.896-08:00alisis Usaha Tani <br /> <br />Diposkan oleh Ir. ACU SUNTANA di Sabtu, Oktober 25, 2008 Link ke posting ini Label: Analisis Usaha Tani <br />Rabu, 24 September 2008<br />Pangkas dan Panen <br />6.1 Pangkas <br /><br />Dalam serikulture, budidaya murbei bertujuan untuk menyediakan pakan bagi ulat sutera dalam jumlah cukup, berkualitas baik, sinambung dan mudah dipanen. Pohon murbei yang tidak dilakukan pemotongan batang atau cabang, tumbuhnya seperti pohon lainnya, yaitu dapat mencapai ketinggiaan di atas 10 m. Keadaan ini akan menyulitkan dalam panen daun disamping rendahnya kualitas dan kuantitas daun yang dihasilkan. Kegiatan pemangkasan batang / cabang dapat merangsang pertumbuhan cabang baru, karena setelah dipotong, energi yang dimiliki pohon murbei di arahkan ke tunas dan tidak lama kemudian (+ 10 hari ) tunas baru akan merekah. Namun demikian kegiatan pemangkasan akan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan pohon murbei, yaitu dapat menguras zat cair (getah) dalam tubuh murbei. Dan hal ini (bila teralu banyak getah yang keluar) akan mengakibatkan kematian. Untuk meminimalkan kerugian akibat pangkas, maka kegiatan pemangkasan perlu diatur dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan.<br /><br /><br />6.1.1 Pangkas bentuk<br /><br />Pangkas ini bertujuan untuk membentuk pohon murbei seperti perdu. Berdasarkan tinggi batang pokok, dibedakan ke dalam : perdu rendah, perdu sedang dan perdu tinggi. Pangkas bentuk merupakan pangkas yang pertama setelah murbei di tanam di lapangan dan biasanya dilakukan setelah 6 bulan sejak tanam.<br /><br /><br />Tabel Klassifikasi pohon murbei berbadarkan tinggi batang pokok<br /><br /> <br />Gambar Bentuk bongol pohon murbei<br /><br /><br />Perdu rendah mempunyai kelebihan bila dibanding dengan perdu sedang dan tinggi, yaitu 1) produksi tinggi, 2) ukuran cabang dan daun seragam, 3) mudah dalam pengendalian hama dan penyakit dan 4) kandungan air tinggi. Namun demikian perdu rendah tidak layak dikembangkan di daerah rawan banjir atau rawa.<br /><br />Pelaksanaan pangkas bentuk dilakukan pada tanaman umur 6 – 9 bulan sejak tanam. Akan tetapi, apabila terjadi kasus seperti tanaman telah berumur 6 bulan, tetapi kondisi lingkungan kering (menghadapi musim kemarau atau tidak ada irigasi), pangkas bentuk dapat ditangguhkan sampai kondisi tanah cukup air. Pemangkasan pada saat kering bisa mematikan tanaman. Sedang untuk memanfaatkan daun yang tumbuh, dapat dilakukan dengan cara panen rempel.<br /><br />Pada setiap bentuk perdu dikenal dua macam bentuk bongol, yaitu bentuk bongol jari tangan (finger form atau non-fistform) dan bentuk bongol kepalan tangan (Fist form) dan<br /><br /><br /><br />6.1.1.1 Bentuk bonggol jari tangan (finger form / non-fist form)<br /> <br /><br />Bentuk ini merupakan model lama dari bentuk bongol murbei. Cabang yang tumbuh berasal dari mata tunas yang berumur kurang satu tahun. Untuk membuat bentuk bongol jari tangan ikuti langkah berikut :<br /><br />Pada tanaman yang telah berumur 6 bulan sejak tanam, lakukan pangkas bentuk atau pemotongan batang pokok setinggi 20 cm di atas permukaan tanah<br /><br />Cabang yang muncul dari batang pokok (cabang primer) dipelihara sebanyak 2 cabang. Setelah cabang primer layak panen, lakukan pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari dasar cabang primer.<br /><br />Dari setiap cabang primer, selanjutnya dipelihara 2 cabang baru (cabang skunder ), sehingga total cabang skunder sebanyak 4 cabang. Selanjutnya setelah layak panen, cabang dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang skunder.<br /><br /><br />Dari setiap cabang skunder masing-masing dipelihara 2 cabang baru (cabang tersier) sehingga total cabang tersier sebanyak 8 cabang. Setelah layak panen dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang tersier.<br /><br />Dari setiap cabang tersier masing-masing dipelihara 2 cabang baru (cabang kuarter) sehingga total cabang kuarter sebanyak 16 cabang. Setelah layak panen, dipangkas pada ketinggian 10 cm dari dasar cabang tersier.<br /><br />Untuk membentuk kepala bongol seperti tangan mengepal, pelaksanaannya hampir sama dengan bentuk sebelumnya. Adapun yang membedakannya adalah, terletak pada pemangkasan cabang primer, skunder, tersier dan kuarter dilakukan pada ketinggian 2-3 cm dari dasar cabang. Sedangkan pemangkasan cabang produksi berikutnya, dilakukan pada ketinggian 1 cm diatas dasar cabang.<br /><br /><br />6.1.1.2 Bentuk bonggol Kepalan Tangan (fist form)<br /><br />Untuk membentuk kepala bongol seperti Kepalan tangan, pelaksanaannya adalah :<br />1. Enam bulan setelah tanam, dipotong pada ketinggian 15 cm dari permukaan tanah<br />2. Tiga bulan berikutnya, cabang yang muncul dipotong pada ketinggian 2-3 cm dari pangkal cabang sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun.<br />3. Setelah murbei mencapai diatas 2 tahun, pemangkasan dilakukan pada ketinggian 1 cm diatas cabang sebelumnya.<br /><br /><br />6.1.1.3 Pemeliharaan bonggol Murbei<br /><br /><br /><br />6.2 Panen<br /><br />6.2.1 Metoda Rempel<br /><br />Dari cabang murbei daun dipetik satu persatu bersama petiol. Sedangkan cabang murbei tetap tumbuh dalam pohon. Panen semacam ini biasanya dilakukan untuk pengadaan pakan ulat kecil atau pengendalian hama penyakit. Pada penyediaan pakan bagi ulat besarpun dapat diterapkan, apabila cabnagnya diarahkan untuk pengadaan bibit (stek). Kelebihan panen secara rempel adalahdaun yang dipanen umumnya sehat, karena pada saat panen hanya daun yang baik yang dipetik. Kelemahannya boros tenaga kerja.<br /><br />Panen daun secara rempel a) panen seluruh daun kecuali pucuk, b) panen seluruh daun (kecuali pucuk ) yang dilanjtkan dengan kegiatan pangkas tinggi.<br /><br />6.2.2 Pemangkasan Cabang<br /><br />Pangkas Bawah (base cutting)<br /><br />Cabang murbei dipotong pada ketinggian 1 cm diatas cabang sebelumnya. Metoda ini 1) cocok untuk penyediaan pakan bagi ulat besar, 2 ) cocok untuk pengadaan stek, 3 ) mudah dikerjakan, baik menggunakan gunting maupun grass cutter dan 4) hemat tenaga dibanding metoda rempel.<br /><br />Kelemahannya yaitu : 1) bulu-bulu akar banyak yang rontok, 2) cabang yang muncul pasca pangkas, peka terhadap penyakit, 3) diperlukan pupuk yang lebih banyak.<br /><br />Pangkas sedang<br /><br />Cabang murbei dipotong ditengah-tengah cabang. Kelebihannya, 1) layak untuk penyediaan pakan ulat besar, 2) menghemat tenaga kerja, terutama dalam pengangkutan, serta 3) dapat meminimalkan serangan penyakit. Kelemahannya, grass cutter sulit diaplikasikan.<br /><br />Pangkas Tinggi<br /><br />Cabang murbei dipotong pada ketinggian sepertiga panjang cabang kearah pucuk. Kelebihan cara ini yaitu : 1) mampu meminimalkan serangan penyakit, 2) layak untuk tahapan pengadaan stek. Kelemahannya : Boros tenaga, yaitu panen daun yang terletak dua pertiga kearah pangkal harus dipanen secara rempel.<br /><br />Jenis Pangkas<br /><br />Pemotongan cabang tidak dilakukan pada semua cabang yang tumbuh, tetapi hanya sepertiga atau setengah jumlah cabang. Untuk pemanenan cabang yang belum dipotong dilakukan pada periode berikutnya. Kelebihan cara panen semacam ini, yaitu 1). dapat meminimalkan kerusakan fisiologis (JOCV, 1975) dan 2) mencegah tumbuhnya tunas air. Kelemahannya boros tenaga dan grass cutter tidak bisa dioperasionalkan.<br /><br />Pemotongan dengan meninggalkan satu cabang<br /><br />Pemotongan cabang tidak dilakukan pada seluruh cabang, tetapi ditinggalkan satu cabang. Hal ini dimaksudkan supaya tanaman tidak mengalami strees yang berat.<br /><br />6.4 Pengaturan jenis panen<br /> <br /><br />Pangkas bawah merupakan pengambilan organ tanman yang paling besar. Bila setiap panen dilakukan dengan cara ini, maka panjang hidup tanaman akan diperpendek, karena sering terganggunya aktivitas fisiologis. Untuk menekan kerugian semacam ini, maka perlu dilakukan pengaturan panen, yaitu dengan cara mengkombinasikan beberapa metoda panen. <br />Diposkan oleh Ir. ACU SUNTANA di Rabu, September 24, 2008 Link ke posting ini Label: Pangkas dan Panen <br />Kamis, 14 Agustus 2008<br />Pemeliharaan Kebun Murbei <br />V. PEMELIHARAAN<br /><br />5.1 Penyulaman<br /><br />Kegiatan ini bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhan tanaman yang tidak normal. Penyulaman sebaiknya dikerjakan minimal satu bulan setelah tanam. Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyulaman adalah bibit yang memiliki ukuran dan umur yang sama dengan bibit yang ditanam. Apabila kegiatan penanaman menggunakan bibit stek (tanam langsung), bibit yang digunakan sebaiknya bibit stump. Apabila penanaman menggunakan bibit stump, maka bibit untuk kegiatan penyulaman digunakan bibit stump bersama tanah atau bibit stump dalam polybag.<br /><br />Apabila kematian tanaman disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, maka sebelum dilakukan kegiatan penanaman, pada lubang tanam perlu diaplikasikan pesttisida.<br /><br /><br />5.2 Penyisipan<br />Penyisipan adalah kegiatan penanaman pada kebun yang telah berproduksi dengan maksud untuk meningkatkan populasi, seperti meningkatkan populasi dari 15.000 pohon / Ha menjadi 21.000 pohon / Ha. Kegiatan penyisipan juga dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami kematian.<br /><br />Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyisipan adalah bibit stump dalam polybag atau bibit stump yang masih ada tanah dengan ukuran hampi sama dengan ukuran tanaman yang ada di kebun.<br /><br />Metoda lain untuk kegiatan penyisipan, yaitu dengan cara layering (perunduhan) yang menggunakan salah satu cabang pohon terdekat yang ditekuk ke dalam tanam.<br /><br /><br />5.3 Pengguludan<br /><br />Pada lahan miring, kecepatan aliran permukaan air (surface run off) lebih cepat dibanding lahan datar. Kecepatan aliran permukaan air berpengaruh langsung terhadap jumlah erosi. Sedang di lain pihak, setiap terjadinya erosi, diangkut berbagai mineral tanah yang dibutuhkan tanaman. <br />Untuk menekan laju erosi tersebut di atas, maka pada lahan miring, perlu dibuat guludan (gumukan tanah) disepanjang barisan tanaman yang sejajar garis kontur. Sedangkan diantara dua barisan guludan dibuat parit yang disalurkan ke Saluran Pembuangan Air (SPA) yang memotong garis kontur. <br />Pembuatan guludan dan SPA sebaiknya dikerjakan sebelum kegiatan penanaman. Sedang kegiatan pemeliharaan guludan, parit dan SPA minimal dikerjakan satu kali dalam setahun.<br />Gambar Tanaman murbei setelah dilakukan pengguludan<br /><br />5.4 Penggemburan tanah<br />Tujuan kegiatan penggemburan tanah pada tanaman murbei yaitu untuk memperbaiki aerasi tanah, sehingga proses keluar dan masuknya udara kedalam tanah akan lebih lancar. Pada tanah gembur pergerakan akar tanaman lebih leluasa, disamping kandungan udara tanah lebih tinggi dari tanah padat. Namun demikain, kegiatan penggemburan tanah ini harus dikerjakan hati-hati, karena pada saat penggemburan tanah bisa mengakibatkan akar terluka / patah. <br />Kegiatan penggemburan tanah, sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan organik dan kegiatan pengguludan. Dengan cara ini, selain akan menghemat tenaga kerja, juga frekuensi pemotongan akar dilakukan secara minimal. Penggemburan tanah minimal dilakukan 1 kali dalam setahun, yaitu ,menjelang atau awal musim hujan.<br /><br />5.5 Pengendalian Gulma<br /><br />Maksud dan tujuan pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan antara murbei dengan tanaman pengganggu (gulma), baik yang terjadi didalam tanah (seperti dalam memperoleh hara mineral) maupun persaingan yang terjadi di atas permukaan tanah (seperti dalam memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis). Gambar menyajikan perbandingan produksi daun dari kebun murbei bebas gulma dengan kebun murbei banyak gulma.<br /><br /><br />Pengendalian gulma dilakukan mulai tanaman ada di persemaian hingga tanaman ada di lapangan. <br /><br /><br />Pengendalian gulma pada persiapan lapangan <br /><br />Dapat dilakukan secara manual atau secara kimia . <br /><br />Pengendalian Gulma pada tanaman muda<br /><br />Pengendalian gulma pada tanaman muda sebaiknya dilakukan secara manual, karena pengendalian gulma secara kimia seringkali mengakibatkan kematian tanaman.<br />Pengendalian Gulma pada tanaman dewasa<br />Pengendalian gulma pada tanaman Dewasa dapat dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia lebih ekonomis dibanding secara manual. Akan tetapi, metoda kimia dapat mematikan organisma yang terdapata dalam tanah. Karenanya, pengendalian gulma secara kimia yang terus menerus tidak dianjurkan. Sebaliknya, pengendalian gulma secara manual akan lebih baik terhadap tanah, akan tetapi cara ini kurang ekonomis. Untuk menyiasati keadaan ini kegiatan pengendalian gulma dilakukan dengan cara kombinasi, yaitu dengan cara manual dan kimia.<br />Frekuensi kegiatan pengendalian gulma, dilakukan tergantung kecepatan pertumbuhan gulma. Akan tetapi secara umum kegiatan pengendalian gulma dilakukan 45 hari sekali untuk Kebun Ulat Kecil, dan 80 90 hari untuk Kebun Ulat Besar. <br /><br />5.6 Mulsa<br /><br />Aktivitas / kegiatan penutupan bidang olah lahan dengan maksud untuk mengendalikan gulma, menghemat air tanah, meminimalkan laju erosi dan meminimalkan serangan penyakit disebut mulsa (mulching). Untuk pelaksanaan pemulsaan, dikenal dua bahan mulsa, yaitu mulsa organik dan mulsa sintesis. Bahan mulsa organik yang lazim digunakan adalah jerami dan gabah padi. Sedang bahan mulsa sintesis adalah plastik (vinyl mulching). Bahan mulsa organik dapat diaplikasikan pada tanaman muda dan tanaman yang telah berproduksi, sedang mulsa plastik efektif digunakan pada tanaman muda. Pengaruh mulsa terhadap produksi daun dan diameter cabang dapat dilihat pada gambar . Untuk luasan 1 Ha diperlukan jerami sebanyak 15 ton. Sedang mulsa syntesis kurang lebih sebanyak 8800 m.<br /><br /><br /><br />5.7 Pemupukan<br /><br />Beberapa hal yang menyebabkan tanah perlu dipupuk antara lain : tanaman tidak akan sempurna hidupnya, bila tanah kekurangan salah satu unsur mineral yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, sifat suatu unsur perannya sangat spesifik, sehingga tidak dapat digantikan dengan unsur lainnya. <br /><br /><br />5.7..3 Manfaat pemupukan <br /><br />Bila dalam tanah kekurangan suatu hara mineral maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan kerdil. Gambar menyajikan bahwa tanaman yang kekurangan hara mineral, khususnya NPK produksinya sangat rendah. Tetapi apabila tanaman tersebut diaplikasikan pemupukan NPK, produksi daun dapat meningkat 2,5 kali lipat. <br /><br />5.7.4 Jenis-jenis pupuk<br /><br />Dikenal 2 jenis pupuk yang sering digunakan dalam kebun yaitu, kebun pupuk an-organik dan pupuk organic. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang diproduksi di pabrik dengan criteria : memiliki salah satu jenis hara mineral yang lebih dominan (banyak) seperti Urea, ZA, TSP, KCL dansebagainya . Pupuk anorganik lebih praktis digunakan, karena selain jumlahnya sedikit juga lebih mudah diaplikasikan. Akan tetapi apabila penggunaan pupuk anorganik ini digunakan secara tidak teratur berpengaruh kurang baik terhadap tanah, misalnya penggunaan urea yang berlebihan akan mengakibatkan kemasaman tanah. Jenis pupuk yang kedua adalah pupuk organic. Jenis pupuk ini bila diaplikasikan harus dalam jumlah besar, karena kandungan hara mineralnya rendah. Kelebihannya, pupuk organic dapat memperbaiki struktur tanah disamping akan meningkatkan jumlah bakteri yang dapat memproses berbagai biomas menjadi pupuk (humus). Jenis pupuk organik yang sering digunakan adalah kompos. Kompos adalah hasil permentasi berbagai micro organisma terhadap berbagai biomas, seperti limbah pertanian, limbah pakan ternak, kotoran ternak dan limbah pemeliharaan ulat (LPU). Kualitas kompos ditentukan oleh : 1) bahan kompos yang digunakan, 2) tahapan pembuatan kompos, 3) cara penyimpanan dan 4) kandungan microorganisma dalam kompos.<br /><br /><br />Tabel Kandungan mineral dalam berbagai kotoran binatang<br /><br />Jenis binatang Nitrogen (%) Pospat (%) Kalium ( %)<br />Sapi 0,3-0,2 0,04-0,09 0,4-1,2<br />Ayam 0,5-0,4 0,09-2,00 0,3-3,0<br />LPU 0,8-0,3 0,03-1,00 0,3-1,0<br /><br /><br /><br />LPU merupakan bahan kompos yang baik, karena didalamnya selain terdapat limbah pakan yang tidak dikonsumsi ulat, juga terdapat kotoran ulat seperti tahi dan air kencing. Dari 100 dfls pemeliharaan ulat dihasilkan 5 Kg tahi ulat dan 300 Kg limbah pakan. Namun demikian LPU tidak bisa langsung digunakan sebagai pupuk, karena perbandingan C:N nya masih tingg, yaitu 50 (C: N ideal < 20).<br /><br />LPU seperti ranting dan cabang sulit hancur, sehingga untuk memanfaatkannya perlu dilakukan pembakaran, untuk diambil abunya sebagai pengganti kapur dalam pembuatan kompos. Untuk mempuat kompos LPU, sebaiknya dicampu dengan biomas lainnya, dengan perbandingan sebagai berikut <br /><br />LPU : 100 bagian<br />Limbah peternakan : 100 bagian<br />Abu batang murbei : 1-2 bagian<br />Pupuk kandang : 5-10 bagian<br />LPU dan limbah pakan ternak sebaiknya dirajang (panjang + 5 cm). Kompos dapat digunakan setelah 6 bulan.<br /><br /><br />5.7.4.3 Metoda Pemupukan<br /><br />5.7.4.3.1 Pemupukan anorganik.<br /><br />Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan adalah : Efisiensi pengaruh pupuk oleh tanaman, menghindari kerusakan tanaman dan mudah dikerjakan. Metoda pemupukan yang biasa diterapkan dalam tanaman murbei, yaitu :<br /><br />Tanaman muda : untuk tanaman yang masih muda pemupukan dapat dilakukan dengan cara membuat lubang kecil (ditugal) pada jarak 10 cm dari batang tanaman. Pupuk dimasukkan kedalam lubang lalu ditimbun dengan tanah. Metoda lainnya, yaitu dengan cara membuat larikan (lebar 10 cm; dalam 10 ) disepanjang barisan tanaman. Jarak larikan ke batang sekitar 10-15 cm . Pupuk disebar pada larikan, kemudian ditutup kembali dengan tanah.<br /><br /><br />Tanaman diatas 2 tahun. <br />Metodanya hampir sama dengan di atas, hanya jarak batang ke larikan 20-30 cm. Demikian pula ukuran parit yang digunakan agak besar, yaitu lebar 20 cm dan dalam 20 cm.<br /><br /><br />5.7.4.3.2 Pemupukan organik: <br /><br />Pemupukan organik dapat dilakukan dengan cara membuat lubang pada jarak 10 - 20 cm dari tanaman. Setelah pupuk dimasukan, dilanjutkan dengan penutupan lubang. Metoda lainnya yaitu dengan cara membuat larikan disepanjang barisan, ukuran lebar 20 cm dan dalam 20 cm. Pupuk dimasukkan ke dalam larikan kemudian ditutup kembali dengan tanah.<br /><br /><br />6.3.6 Jumlah Pupuk.<br /><br />Cara yang terbaik untuk menentukan jumlah pupuk yang diberikan, yaitu dengan melakukan penelitian. Tanah diambil beberapa sample, kemudian dianalisis di laboratorium. Cara ini, dapat mengetahui kondisi tanah yang sebenarnya,sehingga penentuan jumlah dan jenis pupuk yang dibutuhkan dapat diketahui secara teliti. Namun demikian, metoda ini diperlukan keterampilan dan pengetahuan ilmu tanah yang tinggi. Ada cara lain untuk menentukan jumlah pupuk, yaitu dengan cara menggunakan persamaan sebagai berikut (Amirdaus, Perum Perhutani , 1999):<br /><br />b + c - d <br />a = ------------<br />e<br />a = Jumlah hara yang diperlukan <br />b = Jumlah hara yang terdapat pada cabang dan daun yang dipanen<br />c = Jumlah hara yang diperlukan untuk pertumbuhan batang dan akar<br />d = Jumlah hara yang berasal dari alam.<br />e = Efisiensi pemupukan<br /><br />Untuk menggunakan rumus diketahui data sebagai berikut ( asumsi ):<br /><br />1. Pupuk yang dapat diproduksi secara alami :<br />• Nitrogen : 71,25 Kg/Ha/tahun <br />• Phospor : 22,50 Kg / Ha/tahun<br />• Pottasium : 75,00 Kg/Ha/tahun<br /><br />2. Efisiensi penyerapan pupuk oleh tanaman murbei<br />• Nitrogen : 58,0 %<br />• Phospor : 18,0 %<br />• Kalium : 34,0 %<br />3. Kandungan hara mineral daun dan cabang<br />• Nitrogen : 0,60 %<br />• Phospor : 0,15 %<br />• Kalium : 0,47 %<br /><br />4. Jumlah hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan batang dan akar 10 % dari total pupuk yang terdapat dalam cabang dan daun .<br /><br />Sebagai contoh : Setiap tahun dihasilkan 20.000 kg cabang dan daun. Ini berarti bahwa Pupuk N yang diambil sebanyak = 0,6 % x 20.000 Kg = 120 Kg N (nilai b) .<br />Pupuk N yang dibutuhkan untuk akar dan batang 10 % x 120 Kg = 12 Kg N (Nilai c)<br />Pupuk N yang terdapat di alam = 71,25 kg N (Nilai c)<br />Efisiensi pemupukan = 58 % (nilai e)<br /><br />120 + 12 - 71,25<br />Pupuk N yang diperlukan = ------------------------ = 104,7 Kg N<br />0,58<br />atau di bulatkan menjadi = 105 Kg N<br /><br />Bila urea mengandung unsur N sebanyak 46 %; maka pupuk urea yang diperlukan adalah :<br />105 Kg N / 0,46 = 328 Kg Urea.<br /><br /><br /><br />5.7.4.2.1 Perbaikan Kemasaman tanah<br /><br />Permasalahan kemasaman tanah merupakan permasalahan yang sering ditemukan di kebun murbei, terlebih bila kebun murbei yang sebelumnya ditumbuhi alang-alang. Murbei yang hidup di tanah yang masam pertumbuhannya kerdil dan mudah kropos (Gambar ), sehingga hal ini tidak menunjang dalam penyediaan pakan ulat sutera. Untuk mengantisipasi kemasaman tanah, dapat dilakukan dengan cara pengapuran. Dikenal dua jenis kapur pertanian, yaitu :<br /><br />Kapur Tohor : Kapur tohor dikenal pula sebagai bahan baku kapur sirih. Secara ilmiah kapur tohor adalah Calsium oksida (CaO). Bahan ini diperjualbelikan dalam kemasan kedap air dan udara. Bersifat kaustik dan tidak menyenangkan pada saat digunakan. <br /><br /><br />Kapur Karbonat : adalah batuan kapur atau karang kapur yang langsung digiling tanpa melalui proses pemanasan. Bahan diperjualbelikan sebagai kapur pertanian. Dikenal 2 jenis kapur karbonat. Bila bahannya terdiri CaCO3 disebut kapur; sedang bila mengandung MgCO3 atau CaCO3 disebut dolomit<br /><br /><br />Perhitungan Dosis Kapur<br />Tanaman murbei hidup optimal pada pH = 6,5 . Pada tabel di bawah ini disajikan jumlah kapur yang dibutuhkan pada berbagai pH tanah, menjadi pH yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman murbei.<br /><br /><br />Pengapuran : Dikenal 2 cara pengapuran, yaitu dengan cara disebar atau di benamkan ke dalam tanah. Cara penyebaran dilakukan apabila waktu pengapuran berbarengan dengan kegiatan pengolahan tanah (pendangiran, penggarpuhan atau penggaruan). Cara lainnya yaitu dengan cara membuat lubang. Pupuk dimasukan ke lubang, kemudian ditutup dengan tanah. Cara ini sering disebut dengan pemupukan kapur.<br /><br /><br />5.7.4.3 Waktu memupuk<br /><br />Apabila tanaman murbei dilakukan pemangkasan cabang, maka hara mineral yang terdapat dalam batang dan akar dikuras untuk menopang pertumbuhan tunas berikutnnya. Dengan demikian maka kandungan hara akar dan batang mengalami defisit yang sangat besar. Untuk mempertahankan hara dalam akar dan batang, maka perlu segera dilakukan kegiatan pemupukan. Dengan demikian, maka pelaksanaan pemupukan sebaiknya dilakukan sebelum atau setelah pemangkasan. Untuk mencegah kehilangan pupuk yang besar, karena diserap tanaman gulma, maka sebelum pemupukan perlu dilakukan penyiangan. <br /><br />Kandungan air tanah mempunyai peran penting dalam kegiatan pemupukan. Pupuk akan segera dimanfaatkan tanaman apabila telah larut dalam air. Karenanya, pemupukan harus dikerjakan pada saat kandungan air tanah mencukupi. Hal ini terjadi pada musim hujan atau setelah diaplikasikan pengairan.<br /><br />Kaitannya dengan kandungan air tanah, jumlah pupuk yang diberikan bervariasi, dari gambar dapat dilihat, bahwa pada awal musim hujan (Oktober) pupuk diaplikasikan sebanyak 40 % dari total dosis. Demikian juga pada pertengahan musim penghujan (Januari) sebesar 40 %. Sedang pada akhir musim hujan (April) jumlah pupuk yang diberikan hanya sebesar 20 % dari total dosis. Tidak dilakukan aktivitas pemupukan pada musim kemarau. <br />Diposkan oleh Ir. ACU SUNTANAMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-76441524294435913962010-01-03T05:26:00.001-08:002010-01-03T05:26:52.190-08:00Indeks Alqur'an AAad<br />kaum Aad 7:65-72 22:42 23:31-41 25:38 26:123-139 29:38Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-58775306466675203402009-12-26T02:58:00.000-08:002009-12-26T02:59:45.371-08:00KITAB AL MAJMU' SYARHU AL MUHADZDZABKITAB AL MAJMU' <br />SYARHU AL MUHADZDZAB LI ASY SYIRAZI<br />Disyarh oleh : Imam An Nawawi rahimahullah <br /> Diringkas oleh: Wahyuddin<br /><br />Jilid: 5 <br />Cetakan pertama th. 1422 H / 2001 M<br />Penerbit: Daru Al Ihya' at Turats al 'Arabi<br /><br />BAB: Dua Shalat Hari Raya<br /><br /> Al 'Iid adalah pecahan kata dari العود artinya kembali, karena hari tersebut berulang-ulang peristiwanya. <br /> Hukum shalat 'Iid adalah sunnah dan bukan Fardhu 'ain. Ini adalah ijmak kaum muslimin. Dan madzhab Syafi'i serta beliau sendiri mengatakan sunnah. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Demikian pula pendapat ulama baik salaf dan khalaf.<br />أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ يَسْأَلُهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ : خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ . فَقَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا ؟ قَالَ : لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ <br />"Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah, dia bertanya kepada beliau tentang islam, maka beliau saw menjawab: shalat 5 waktu yang Allah wajibkan kepada hamb-Nya. Laki-laki itu bertanya: apakah ada kewajiban bagiku selain itu ? Rasulullah menjawab: tidak, kecuali kamu bersedia melakukan shalat sunnah. "<br /> Kemudian menurut al Isthikhari: hukumnya adalah fardhu kifayah. Maka jika mengambil pendapat fardhu kifayah, kelompok yang meninggalkan shalat 'iid diperangi. Dan jika mengambil pendapat sunnah, maka mereka tidak sampai diperangi. (5/5) <br />a. Menurut Syafi'i, Malik, Abu Hanifah dan zhahiri sunnah muakkadah <br />b. Menurut sebagian madzhab Hanafi fardhu kifayah <br />c. Menurut Ahmad terbagi menjadi dua pendapat sebagaimana yang disebutkan di atas. <br /><br />Pelaksanaan Shalat 'Iid <br /><br />1. Waktu shalat 'iid <br />Madzhab syafi'i sepakat bahwa sunnah shalat 'iid diakhirkan hingga menjelang terangkatnya matahari dan untuk 'iidul adhha agar disegerakan daripada shalat 'iid. <br /> Bagi yang tidak mendapati shalat, ada yang mensunnahkan untuk mengqodha' sendiri. Dan menurut Abu Hanifah tidak perlu diqodha'. (5/6) <br />2. Tempat Pelaksanaan shalat 'Iid <br />a. Hadits bahwa rasulullah keluar ke mushalla (lapangan tempat untuk shalat) pada saat dua hari raya adalah shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan hadits bahwa Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Mas'ud al Anshari mengimami shalat 'iid di masjid bagi orang-orang yang lemah tidak mampu shalat di lapangan juga hadits shahih yang diriwayatkan oleh Syafi'i dan Abu Dawud dengan sanad yang baik. <br />b. Untuk wilayah Makkah tempat yang afdhal adalah masjidil haram, sedangkan untuk masjid al Aqsha ada perbedaan pendapat. <br />c. Boleh Shalat 'iid di masjid jika terdapat udzur.<br />d. Apabila tidak ada udzur: 1) ulama Iraq dan Al Baghawi: shalat 'iid di masjid lebih utama. 2) ulama Khurasan dan jumhur berpendapat: shalat 'iid di lapangan lebih utama, sebab rasulullah saw selalu melakukan yang demikian.<br />e. Menjadikan tempat kusus begi wanita haidh dan nifas. (5/6-8) <br />3. Disunnahkan untuk makan terlebih dahulu saat akan shalat 'iidul fithri dan sebaliknya pada saat 'iidul adhha. <br />قَالَ بُرَيْدَةٌ : كَانَ النَّبِيُّ لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَيَوْمَ النَّحْرِ لاَ يَأْكُلُ حَتَّى يَرْجِعَ <br />a. Hadits ini adalah riwayat Ahmad, tirmidzi, Ibnu Majah, ad Daruquthni dan sanadnya Hasan. Al Hakim berkata: hadits shahih. <br />b. Yang membedakan adalah sunnah memerintahkan untuk bersedekah pada 'iidul Fithri sebelum shalat dan diperintahkan / disunnahkan untuk bergabung makan bersama orang miskin. <br />4. Disunnahkan untuk mandi janabat pada hari raya. <br />Waktu sah mandi janabat adalah <br />a. Setelah terbit fajar <br />b. Dan pengikut madzhab syafi'i (ini adalah pendapat yang benar) boleh dilakukan sesudah dan sebelum fajar. (5/8-9) <br />5. Dsunnahkan untuk memakai pakaian yang paling baik. Dan warna pakaian yang paling utama adalah warna putih. (5/10)<br />عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَلْبَسُ فِيْ الْعِيْدِ بُرْدَ حِبْرَةٍ<br />6. Di antara sunnah di hari raya 'iid adalah para wanita dan gadis serta anak-anak, laki/perempuan untuk keluar menuju lapangan tempat melaksanakan shalat 'iid, kecuali para gadis yang memiliki wajah yang sangat cantik yang dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Dan bagi anak-anak boleh mengenakan perhiasan emas dan pakaian sutra. <br />7. Disunnahkan agar berangkat lebih awal dengan berjalan kaki tanpa berkendaraan. Karena rasulullah tidak melakukan yang demikian. (5/11) <br />عَنْ عَلِيُّ قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا ، رواه الترمذي ، حَدِيْثٌ حَسَنٌ<br />Artinya: Dari Ali ra beliau berkata: di antara sunnah pada hari 'iid adalah keluar menuju shalat dengan berjalan kaki. HR. Tirmidzi, hadits hasan. <br /> Tujuannya adalah agar mendapatkan shaf yang terdepan / keutamaan sebagaimana pada hari jum'at. <br />8. Boleh melakukan shalat nafilah sampai imam keluar<br />عَنْ جَابِر قَالَ : كَانَ النَّبِيَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْعِيْدِ خَالَفَ الطَّرِيْقَ <br />Dari Jabir ia berkata: bahwasannya nabi saw jika pada hari raya 'iid beliau selalu memilih jalan yang berbeda (antara saat beliau berangkat dan saat beliau kembali)" <br />عَنْ أَبِيْ بَرْزَة وَأَنَسٍ وَ الْحَسَن وَجَابِر ابْنِ يَزِيْد أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ يَوْمَ الْعِيْدِ قَبْلَ خُرُوْجِ اْلإِمَامِ <br />Dari Abu Barzah, Anas, al Hasan dan Jabir bin Yazid bahwa mereka shalat pada hari 'iid sebelum imam keluar. <br /><br />Dalam point ke-8 ini ada beberapa persoalan: <br />a. Boleh bagi selain imam melakukan shalat pada hari 'iid sebelum shalat 'iid dan sesudahnya di rumah atau di lapangan sebelum imam keluar, namun bukan dengan niat nafilah shalat 'iid. <br />b. Merupakan sunnah seorang imam tidak menuju ke lapangan melainkan pada waktu akan dimulainya shalat dan makruh bagi imam shalat sebelum dan sesudah 'iid di lapangan.<br />c. Disunnahkan bagi kaum muslimin melewati jalan yang berbeda antara ketika berangkat ke lapangan dan ketika kembali dari lapangan. Tujuannya adalah: <br />- Membuat marah orang munafiq dengan tampaknya syiar-syiar islam. <br />- Agar tidak disakiti oleh orang munafiq <br />- Mendapatkan ampunan dan ridha Allah. (5/13)<br /><br />Madzhab ulama tentang shalat nafilah sebelum dan sesudah shalat 'iid:<br />a. Ulama sepakat tidak ada shalat nafilah shalat 'iid <br />b. Madzhab Syafi'iyyah tidak memakruhkannya <br />c. Menurut Ibnu Mundzir, dari Ali, Ibnu Mas'ud, Hudaifah dan Ibnu Umar, melakukannya adalah perbuatan makruh. <br />9. Tidak ada adzan dan iqomah dalam pelaksanaan shalat 'iid<br />عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : شَهِدْتُ الْعِيْدَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ وَمَعَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكُلُّهُمْ صَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ آذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ <br /> Dari Ibnu Abbas ia berkata: saya pernah melakukan shalat 'iid bersama rasulullah, bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, semuanya melakukan shalat sebelum khuthbah dan tidak ada adzan dan iqomah. <br />a. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan syarat Bukhari dan Muslim. <br />b. Pendapat madzhab Syafi'i dan jumhur ulama dari tabiin dan sebelum mereka mengatakan, tidak ada adzan dan iqomah. <br />c. Madzhab syafi'i mensunnahkan mengucapkan الصَّلاَةُ جَامِعَةً untuk memanggil shalat. (5/14-15)<br />10. Shalat dua hari raya adalah dua rekaat, ini adalah pendapat jumhur ulama. Sifat shalat 'iid sama seperti shalat-shalat lain dengan disertai niat.<br /><br />Secara terperinci dapat dipaparkan sebagai berikut: <br />a. Takbir di rekaat pertama sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram, namun menurut al Mazini takbir pada rekaat pertama sebanyak 6 kali selain takbiratul ihram. Kemudian pada rekaat kedua takbir sebanyak 5 kali selain takbir bangun dari sujud pada rekaat pertama. Dan pendapat jumhur mengatakan takbir pada rekaat pertama berjumlah 7 kali selain takbir pertama. <br />b. Disunnahkan membaca doa di antara takbir satu dengan yang lain.<br />- Pendapat jumhur سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَاللهُ أَكْبَرٌ <br />- Menurut Ash Shidlani, madzhab syafi'i <br />لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ . لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ<br />- Dan doa yang diucapkan kebanyakan manusia <br />اللهُ أَكْبَرٌ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَثِيْرًا <br />c. Kemudian membaca al Fatihah setelah ta'awudz dan surat dalam al Quran pada rekaat pertama <br />d. Apabila lupa akan jumlah takbir, maka tidak ada qodha (meskipun mungkin ingat jumlah sebenarnya saat ruku' atau sujud) <br />e. Sunnah shalat 'iid adalah berjamaah. Meskipun jika dilakukan sendiri hal itu dianggap sah.<br />f. Merupakan sunnah mengangkat tangan pada setiap takbir dan menurut Malik, ats Tsauri, Ibnu Abi Laila dan Abu Yusuf, mereka berpendapat tidak mengangkat tangan kecuali saat takbiratul ihram. <br />11. Disunnahkan setelah shalat untuk diadakan khutbah dan dilakukan di atas mimbar. <br />Perihal khutbah ini sama seperti pada shalat jum'at. <br />a. Boleh dilakukan dengan duduk atau berdiri dan yang utama adalah dengan berdiri. <br />b. Dilakukan dengan dua khutbah yang keduanya dipisahkan dengan duduk seperti pada saat khutbah jumat. <br />c. Disunnahkan untuk bertakbir pada sebagian muqaddimah khutbah sebanyak sembilan kali dan pada khutbah keduanya sebanyak tujuh kali dan boleh disertai dengan memuji kepada Allah dan tahlil. <br />d. Bagi makmum disunnahkan mendengarkan khutbah <br />e. Jika khutbah dilakukan sebelum shalat maka harus diulangi setelah shalat. (5/21-22)<br />12. Shalat 'iid bagi musafir, wanita, budak dan orang yang berada di rumah sendirian: a) tidak disyariatkan, b) disyariatkan. Dan rasulullah pernah meninggalkan shalat 'iidul adhha di Mina karena beliau sibuk mengerjakan tata cara ibadah haji.<br /><br />BAB: 'Takbiran' Pada Hari Raya<br /><br />1. Takbiran disyariatkan bagi kaum muslimin pada dua hari raya. Allah berfirman, al Baqorah: 185<br />2. Takbir pada hari raya dilakukan pada dua kondisi / tempat : <br />a. Tanpa ada pengikat (mutlak / mursal): yaitu yang dilakukan di rumah, masjid, jalan, baik pada malam hari atau siang hari. <br />b. Waktu yang muqoyyad: yaitu dilakukan setelah shalat lima waktu. Dan yang pertama disyariatkan pada dua hari raya. <br />3. Waktu dimulai dan diakhiri takbiran. <br />Takbiran dimulai sejak tenggelam matahari pada hari 'iid (malam 'iid) dan akhir waktu takbiran: <br />a. 'Iidul fitri : -/ Hingga imam mengucapkan takbiratul ihram. -/ Hingga imam keluar menuju shalat. -/ Hingga selesai shalat atau setelah khutbah. <br />b. 'Iidul adhha: <br />- Bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji: dimulai sejak setelah shalat zhuhur hari nahr hingga waktu subuh akhir tasyriq.<br />- Bagi kaum muslimin lainnya: -/ menurut asy Syafi'I sama dengan hari raya, -/ dimulai sejak malam hari raya ba'da shalat maghrib hingga subuh hari ke-3 hari tasyriq. -/ sejak subuh hari arafah hingga shalat ashar hari ke-3 hari tasyriq. (5/29-30)<br />4. lafat takbiran <br />a. Mengucapkan takbir tiga kali, ini adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar. <br />b. Boleh menambahkan setelah takbir ke-3 seperti yang biasa dilakukan manusia muslim indonesia. Dan Rasulullah pernah melakukannya di shafa dan disunnahkan dengan suara yang keras dan lantang.<br />5. Melakukan takbir setelah shalat fardhu. (5/35)<br /><br />Masalah 'Takbiran' Pada Hari Raya 'Iidul Fitri <br /> Menurut kami takbiran pada hari 'iidul fitri adalah sunnah skecuali yang diceritakan dari Abu Hamid dari ibnu Abbas bahwa menurut beliau tidak bertakbir melainkan jika imam bertakbir. <br /> Menurut as Saji dan lainnya dari Abu Hanifah bertakbir pada hari itu tidak ada secara mutlak. <br /> Menurut riwayat al 'Abdari dari Said bin al Musayyib, Urwah bin az Zubair dan Dawud: bertakbir pada hari raya 'Iidul fitri itu wajib, sedangan pada 'Idul Adhha sunnah. <br /> Menurut jumhuru ulama, tidak bertakbir pada hari 'Iid, namun haya dibolehkan bertakbir pada pagi hari hingga shalat 'Iid. (5/35)<br /><br />BAB: Shalat Kusuf<br /><br /> 1. Pengertiannya, yaitu shalat tatkala terjadi gerhana matahari atau bulan. <br />a. Kasafa asy syamsu dan khasafa al qomaru<br />b. al Kusuf ketika awal mula dan khusuf ketika berakhir <br /> Yang benar dan masyhur di dalam buku-buku bahasa, dua kata tersebut biasa digunakan untuk kedua maksud. Namun yang masyhur di lisan para fuqoha kusuf kusus untuk gerhana matahari dan khusuf kusus untuk gerhana bulan. (5/37) <br />2. Hukum shalat kusuf adalah sunnah bagi wanita, budak, musafir dan munfarid.<br />3. Di antara sunnah untuk shalat melaksanakan shalat kusuf ini adalah mandi, karena disyariatkan shalat kusuf, di sana berkumpul dan ada khutbah, maka disunnahkan untuk mandi seperti pada hari Jum'at.(5/37-38)<br />4. Tata cara shalat kusuf harus diiringi dengan niat. <br />a. Tata cara minimal dalam shalat kusuf adalah terdiri dari dua rekaat, setiap rekaat terdiri dari dua ruku' dan dua sujud. Setelah takbiratul ihram membaca al fatihah kemudian ruku', kemudian bangkit kamudian membaca al fatihah. Kemudian ruku' yang kedua, kemudian bangkit dan mutmainnah (diam sejenak). Kemudian sujud dua kali, ini disebut rekaat pertama. Kemudian bangkit dari sujud untuk melakukan rekaat kedua seperti yang pertama. (5/39)<br /> Meskipun di sana ada perbedaan pendapat yang membolehkan menambah tiga, empat, lima dan seterusnya hingga matahari atau bulan itu tampak kembali. Akan tetapi menurut madzhab kami yang dianggap benar adalah tidak boleh melakukannya lebih dari dua rekaat. (5/39)<br />b. Adapun tata cara shalat kusuf secara terperinci: a) takbiratul ihram, b) Membaca ta'awudz, c) membaca al fatihah, d) kemudian membaca surat al Baqoroh atau selainnya jika tidak mampu. Yang demikian dilakukan pada saat berdiri ke-2,3,4 dalam shalat kusuf, e) disunnahkan membaca ta'awudz setiap berdiri dalam shalat kusuf. (5/40) <br /><br />Beberapa Hukum tentang Shalat Kusuf <br /><br />1. Al Kuthabi berkata: madzhab Syafi'i dan Ishaq bin Rahawaih memanjangkan sujud seperti panjangnya ruku'. (5/41) <br /> Ada beberapa hadits tentang memanjangkan sujud seperti dalam ruku'. Dari Abu Musa al asy'ari tentang sifat shalat rasulullah, dia berkata: kemudian beliau mendatangi masjid, beliau shalat dengan mensamaratakan durasi berdiri, ruku' dan sujud, saya melihatnya dalam shalat beliau.<br />2. Disunnahkan dalam shalat kusuf mengeraskan bacaan ketika gerhana bulan dan tidak mengeraskan bacaan ketika gerhana matahari. <br />3. Disunnahkan pula untuk dilakukan khutbah seperti pada khutbah jum'at dan itu dilakukan setelah shalat kusuf berdasarkan madzhab syafi'i. Namun menurut Malik, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Ahmad dalam satu riwayat tidak disyariatkan khutbah berdasarkan hadits-hadits yang shahih. (5/42)<br />4. Kesempatan melakukan shalat kusuf hilang oleh karena dua hal: <br />a. Matahari / bulan tampak kembali. Jika sebagian saja yang tampak, maka masih disyariatkan shalat kusuf. <br />b. Apabila telah datang waktu matahari tenggelam di sore hari, untuk peristiwa gerhana matahari. Atau datang waktu terbit matahari di pagi hari, untuk peristiwa gerhana bulan. (5/43-44)<br />5. Tidak ada sunnah disyariatkan shalat dikarenakan terjadi peristiwa yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah selain peristiwa gerhana, seperti, gempa, sunami dll. (5/44)<br />6. Apabila shalat kusuf terjadi bertepatan dengan waktu-waktu shalat yang lain, maka didahulukan yang lebih mendesak dan dikhawatirkan akan hilang salah satu dari waktu shalat tersebut. Kemudian tidak boleh shalat kusuf dilakukan bersamaan dengan shalat jumat dalam satu waktu. Sebab yang demikian adalah menggabungkan antara wajib dan sunnah dalam satu niat. Berbeda halnya jika melakukan shalat 'iid dan kusuf karena keduanya adalah shalat sunnah. Namun yang terakhir ini terdapat kritikan (perbedaan pendapat). Dan menurut asy Syafi'i dan pengikutnya, keduanya dilakukan secara tertib. (5/45)<br />7. Apabila terjadi masbuk, maka dia menyempurnakan kekurangannya seperti syariat shalat yang lain. Apabia dia mendapatkan ruku' pertama pada rekaat pertama, dia telah mendapatkan shalat dan salam bersama imam. Dan apabila dia mendapatkan rukuk kedua di rekaat kedua, maka dia telah mendapatkan satu rekaat dan jika imam salam dia berdiri menyempurnakan rekaat yang lain dengan dua ruku' dan dua sujud sebagaimana yang dilakukan oleh imam. seperti halnya dalam shalat-shalat yang lain. (5/48) dan jika mendapatkan ruku' yang kedua dalam rekaat, menurut pendapat yang shahih adalah ia belum mendapatkan satu rekaat tersebut. (5/49)<br />8. Asy Syafi'i berkata: apabila seseorang melakukan shalat kusuf sendirian kemudian ia mendapatkan imam melakukan shalat kusuf, maka dia bergabung bersama imam, demikian pula berlaku bagi wanita. (5/48) <br /><br />BAB: Istisqo'<br /><br />1. Pengertiannya adalah shalat untuk meminta air hujan dikarenakan kemarau panjang. <br />2. Macam-macam cara meminta hujan: <br />a. Doa, tanpa melaksanakan shalat, dan doa tersebut juga tidak dilakukan setelah shalat bersama para jamaah di dalam satu masjid. Yang terbaik adalah dilakukan oleh orang-orang yang selalu berbuat kebaikan. <br />b. Dengan berdoa setelah shalat jum'at dan shalat-shalat yang lain serta dilakukan pada saat berkhutbah. <br />c. Yang paling afdhal adalah dengan shalat dua rekaat dan dua khutbah. (5/50)<br />3. Pelaksanaan dilakukan dengan dua rekaat seperti shalat sunnah yang lain. Dan akan lebih sempurna jika memperhatikan adab-adab dalam melaksanakannya:<br />a. Ketika akan melaksanakan shalat istisqo' imam berkhutbah, memberi nasehat dan pengarahan. Menyuruh manusia untuk meninggalkan kemaksiatan dan tindak kezhaliman. <br />b. Memerintahan agar shaum selama tiga hari sebelum hari keempat (yaitu hari pelaksanaan shalat istisqo). <br />c. Disunnahkan meminta hujan dengan bertawasul dengan orang/kerabat nabi yang paling dekat dan orang-orang yang shaleh, orang-orang tua renta serta anak-anak. <br />d. Tidak perlu mengeluarkan binatang ternak, ini adalah komentar imam Syafi'i., namun di sini terdapat perselisihan pendapat di kalangan para sahabatnya / pengikutnya, ada ulama yang tidak mensunnahkan dan tidak memakruhkannya, ini ditegaskan oleh Salim ar Razi, al Muhamili. Ada pula yang memakruhkan, ini adalah pendapat mayoritas madzhab syafi'i. dan ada pula yang mensunnahkan, yang dikatakan oleh Abu Ishaq. (5/53-54)<br />e. Tidak mengikutsertakan orang-orang kafir laki-laki dan perempuan.<br />f. Disunnahkan untuk mandi junub dan bersiwak. <br />g. Tidak ada adzan dan iqomah. Dan boleh mengucapkan الصلاة جامعة<br />h. Dilakukan di lapangan terbuka.<br />4. Sifat shalat istisqo<br />a. Niat shalat istisqo<br />b. Jumlah rekaat ada dua seperti shalat 'iid <br />c. Di rekaat pertama, setelah tekbiratul ihram membaca doa istiftah, kemudian takbir tujuh kali<br />d. Di rekaat kedua bertakbir lima kali selain takbir bangkit dari sujud. Kemudian ta'awudz dan membaca al fatihah dan membaca dzikir di antara takbir-takbir baik yang tujuh kali pada rekaat pertama atau takbir lima kali pada rekaat kedua, seperti dilakukan dalam shalat 'iid. Asy Syirazi berkata: membaca surat Qoof di rekaat pertama dan di rekaat kedua membaca surat Nuuh. Ada pula yang menyebutkan membaca surat iqtaraba lin naas. (5/56)<br /><br />Waktu shalat istisqo<br /><br />1. Sama seperti waktu pelaksanaan shalat 'iid <br />2. Dimulai di awal waktu shalat 'iid hingga shalat ashar. <br />3. Yang benar menurut madzhab kami adalah tidak ada ketentuan kusus untuk pelaksanaan shalat istisqo, boleh di siang hari atau di malam hari. (5/56)<br /><br />Rukun-rukun Kutbah istisqo<br /><br /> Khutbah istisqo sama dengan khutbah 'idul fitri / adhha. Namun ada tiga hal yang membedakan antara keduanya: <br />1. Di dalam muqoddimah khutbah 'iid dimulai dengan takbir sembilan kali, ketika khutbah pertama. Dan di khutbah kedua bertakbir sebanyak tujuh kali. Namun dalam khutbah istisqo takbir diganti dengan istighfar dengan jumlah yang sama. Lafat istighfar tersebut: <br />أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه <br />2. Di khutbah pertama khutbah istisqo disunnahkan berdoa dengan doa yang dicontohkan nabi, meskipun selain doa tersebut dibolehkan. <br />اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلاَغًا إِلَى حِيْنٍ <br />3. Disunnahkan saat khutbah pertama dan pertengahan khutbah kedua menghadap ke arah manusia dan membelakangi kiblat, kemudian berbalik menghadap ke arah kiblat. Mengucapkan doa dengan sirri dan jahri, saat doa sirri manusia berdoa sendiri dan saat doa jahri manusia mengamini. (5/60)<br /><br />Beberapa Persoalan tentang pembahasan <br />1. Jika imam meninggalkan / tidak melaksanakan shalat istisqo, maka manusia tidak kemudian juga tidak melaksanakannya.<br />2. Jika imam telah bernadzar untuk shalat istisqo, namun manusia telah melaksanakannya, maka imam tetap harus memenuhi nadzarnya.<br />3. Jika justru banyak turun hujan dan berakibat buruk bagi kehidupan manusia, maka disunnahkan untuk berduoa dengan mengangkat suara: (5/64-65)<br />اللّّهُمَّ حَوَالِيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا <br /><br /><br />KITABU AL JANAIZ<br /><br /> Ada dua penyebutan bagi kata janaiz: 1) jinazah, 2) Janazah, dan bentuk pluralnya adalah janaiz, yaitu asal kata janaza – yajnizu artinya apabila ditutup. <br /><br />BAB: Apa yang Silakukan Terhadap Si Mayit<br /><br />1. Disunnahkan bagi orang yang sakit untuk banyak mengingat mati. <br />عن أبي هريرة أن رسول الله قال : "أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاذِ ، يَعْنِيْ الْمَوْتُ" رواه الترمذي و النسائي ةابن ماجه بإسناد صحيح كلها على شرط البخاري و مسلم .<br />Syekh Abu Hammad berkata: pada saat kondisi sakit lebih disunnahkan karena dengan mengingat mati hati akan lebih lunak. (5/70)<br />2. Bersabar, seperti kisah seorang wanita yang tertimpa sakit epilepsi, dia ditawarkan kepadanya dua pilihan: dia didoakan oleh rasulullah penyakitnya sembuh atau pilihan ke-2 bersabar dengan jaminan jannah. Kemudian wanita tersebut memilih untuk bersabar. (5/71) Allah berfirman dalam a Zumar:39<br />3. Berprasangka baik kepada Allah. (5/72) <br />عن جابر : قال صلى الله عليه وسلم : "لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله تعالى "<br />4. Menjenguk orang sakit, dan jika telah dekat dengan kematian hendaknya mentalkin dengan kalimat syahadat. (5/73) <br />Berikut ini beberapa ketentuan syar'i berkaitan dengan menjenguk orang sakit: <br />a. Hukum menjenguk orang sakit adalah sunnah muakkadah. <br />b. Berdoa untuk si sakit. (5/75)<br />c. Mentalkin jika telah dianggap tidak ada harapan untuk hidup. Hendaknya cukup kelaimat la ilaha illallah. Dan ada perbedaan tentang jumlah yang semestinya ditalkinkan kepada si sakit yang akan meninggal: a) Menurut jumhur: cukup sekali saja si sakit mengucapkan kalimat syahadat. b) Menurut madzhab Syafi'i: tidak lebih dari tiga kali<br />5. Membaca surat Yasin di sisi orang yang sedang sekaratul maut.<br />6. Menghadapkan ke arah kiblat. (5/76-77)<br /><br />BAB: Adab bagi orang yang sakit<br /><br />1. Sabar <br />2. Berdoa agar dimatikan di negeri yang mulia <br />3. Bertaubat<br />4. Memperbagus penampilan dan meninggalkan perseteruan dan perselisihan dalam urusan dunia agar tidak terlalaikan dari amal shaleh. <br /><br />BAB: Memandikan mayit<br />(5/81)<br /><br />1. Hukumnya: memandikan mayit adalah fardhu kifayah, tidak ada perbedaan para ulama. (5/81)<br />2. Kondisi orang yang meninggal. <br />a. Seorang laki-laki yang tidak punya istri. Maka orang yang memandikan adalah ayahnya yang paling berhak. Kemudian kakek, kemudian anak, kemudian cucu, kemudian saudara laki-laki, kemudian anak laki-laki saudara laki-laki, kemudian paman kemudian anak laki-laki paman.<br />b. Wanita yang meninggal dan ia tidak mempunyai suami. Maka orang yang berhak untuk memandikan adalah: anak-anaknya, ibu kemudian orang yang menjadi mahramnya, kemudian wanita-wanita kaum muslimin.<br />3. Seorang suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya <br />4. Apabila seorang laki-laki meninggal dan tidak ada seorangpun kecuali wanita ajnabi atau sebaliknya, maka ada dua pendapat: a) dengan tayammum saja, b) si mayit ditutup dengan kain, dan orang yang memandikan mengenakan sarung tangan, c) si mayit tidak dimandikan dan tidak pula tayammum. (5/86)<br />Dan menurut pendapat jumhur kami tidak memandikannya dan cukup dengan tayammum. <br />5. Tidak ada kewajiban orang muslim memandikan orang kafir baik dia seorang dzimmi atau selainnya. Namun yang memandikan adalah orang kafir dari kerabatnya. Dan jika yang memandikan orang muslim tidak mengapa. (5/86)<br /><br />Beberapa permasalahan dalam hal memandikan <br /><br /> Menurut syafi'iyyah disunnahkan memandikan mayit dengan air dingin kecuali jika diperlukan memakai air hangat. <br /> Sifat-sifat mamandikan adalah:<br />1. Memposisikan mayit dengan posisi setengah duduk, lalu mengusap bagian perutnya untuk mengeluarkan kotorannya. (5/92)<br />2. Memotong kuku-kuku jari tangan dan kaki, merapikan kumisnya, mencukur bulu kemaluannya dan bulu ketiak serta sunnah-sunnah fitrah yang lain. (5/101<br />3. Mayit wanita dimandikan seperti halnya memandikan mayat laki-laki, jika wanita tersebut memiliki rambut panjang maka rambutnya hendaknya di bagi menjadi tiga ikat. Akan tetapi menurut Malik dan Abu Hanifah dibiarkan rambutnya terurai. (5/103)<br />4. Orang yang memandikan mayit disarankan untuk mandi setelah mengurus jenazah seperti mandi janabat, namun saran tersebut tidak wajib. Beberapa dalil yang menjelsakan tindakan ini mayoritas kedudukannya adalah lemah. Muhammad bin Yahya adz Dzuhali (dia adalah guru imam Bukhari) berkata: tidak ada hadits shahih yang saya ketahui tentang perintah untuk mandi bagi orang yang memandikan mayit. <br />Menurut al Mazini, beliau berkata: mandi bagi orang yang memandikan jenazah tidak ada perintahnya. Demikian pula perintah untuk berwudu bagi orang yang menyentuh, membawa dan memakamkannya, karena tidak ada dalil dalam masalah tersebut.<br /> Dan madzhab syafi'i tetap menyatakan sunnah, meskipun tidak ada dalil shahih. (5/203-204)<br />5. Jika terlihat dari diri mayit sesuatu yang baik disunnahkan diceritakan, akan tetapi tidak sebaliknya. (5/104)<br />6. Orang junub dan haidh boleh memandikan mayit dan tidak dimakruhkan, namun al Hasan dan ibnu Sirin memakruhkannya, demikian pula pendapat Malik. (5/105)<br /><br />BAB: Mengkafani mayit<br /><br />1. Hukum mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. <br />2. Biaya mengurus mayit ditanggung dengan harta si mayit yang ditinggalkan. <br />3. Suami memiliki kewajiban membiayai pengkafanannya. Dan jika mayit tidak punya harta, maka kewajiban tersebut dilimpahkan kepada orang yang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepadanya pada saat mayit masih hidup, seperti, anak, bapak dan majikan jika si mayit seorang budak. (5/105-106)<br />4. Kain kafan yang digunakan adalah kain yang dapat menutupi seluruh badannya dan boleh melebihkannya dan meluaskannya. Untuk laki-laki tiga helai dan wanita lima helai. <br />5. Kain kafan disunnahkan berwarna putih. (5/108-111)<br /><br />BAB: Shalat Janazah<br /><br />1. Hukum shalat janaiz adalah fardhu kifayah <br />a. Menurut al Qodhi Husain jumlah minimal yang melakukan shalat adalah 4 orang, namun ini bukan wajib.<br />b. Jika tidak ada seorang pun kecuali wanita, maka mereka pun boleh menshalatkannya dan kewajiban tersebut gugur dengan apa yang mereka lakukan. <br />c. Apabila di sana ada laki-laki, maka bagi kaum wanita tidak ada kewajiban. Seandainya ada di antara mereka yang ikut diperbolehkan. <br />d. Pelaksanaannya boleh pada setiap waktu meskipun bertepatan dengan waktu-waktu dilarang shalat. <br />e. Boleh dilakukan di masjid dan tidak makruh. <br />عن أبي هريرة أن النبي قال : "مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فِيْ الْمَسْجِدِ فَلاَ شَيْئٌ لَهُ"<br />f. Boleh shalat janazah sendiri, dan yang sunnah adalah dengan berjamaah. <br />عن عائشة عن النبي قال : مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّيْ عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُوْنَ لَهُ إِلاَّ شَفَعُوْا فِيْهِ . رواه مسلم <br />(5/120-123)<br />2. Tidak mengumumkan kematian dan tidak menyeru untuk shalat, akan tetapi masih ada pertentangan di kalangan ulama. (5/123) <br />Memberitahukan kepada keluarga dan kerabatnya tidak mengapa. Yang demikian diungkapkan oleh Ahmad bin Hambal dan Abu Haifah. Dan imam an Nawawi tidak memakruhkannya. Selain itu bertujuan agar jamaah yang ikut dalam shalat lebih banyak. Tindakan yang dimakruhkan adalah keliling meneriakkan kematian si fulan dengan kebanggaan … kepada manusia. Itu merupakan tradisi jahiliyyah yang dilarang. <br />3. Orang yang lebih utama didahulukan menjadi imam shalat jenazah masih terdapat perbedaan di kalangan para ulama. Mereka adalah orang yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan mayit, seperti, bapak – kakek – dan seterusnya. Ada pula yang lebih mengutamakan imam masjid. Qoul jadid dalam madzhab syafi'i adalah wali mayit lebih diutamakan daripada imam masjid. (5/125)<br />4. Syarat sah shalat jenazah adalah thaharah, menutup aurat, berdiri menghadap qiblat. Jika dia mampu berdiri atau duduk jika tidak mampu berdiri.(5/129) <br />Ada ulama yang mengingkari bersuci sebagai syarat sah, tetapi itu adalah rukun shalat jenazah. <br />5. Posisi imam berada di sisi kepala mayit laki-laki atau di sisi bagian pusar mayit wanita. <br />a. Imam Abu Hunaifah berkata: imam berada di depan dada baik mayit itu laki-laki atau wanita. Dan menurut Abu Yusuf; untuk mayit laki-laki imam berada di depan dada dan untuk wanita di pusar. <br />b. Imam Ahmad berkata: untuk mayit laki-laki berada di kepadal <br />عن سمرة رضي الله عنه قال : صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِيْ نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا . رواه البخاري ومسلم<br />c. Apabila mayit yang ada berjumlah banyak, maka boleh dilakukan shalat sekali saja, meskipun yang afdhal adalah masing-masing dishalatkan, akan tetapi ada pendapat yang memilih sekali shalat untuk semua mayit itu lebih afdhal. <br />d. Cara melakukan shalat untuk jenazah yang banyak dengan satu kali shalat adalah meletakkan mayit laki-laki di depan imam, dan dipilih siapa saja di antara mayit laki-laki tersebut yang memiliki keutamaan, kemudian anak-anak.<br />Menurut Ibnu al Mundzir: laki-laki di depan imam, kemudian wanita. (5/130-131)<br />6. Shalat Jenazah:<br />a. Niat shalat jenazah, sifatnya berniat ketika takbiratul ihram untuk melakukan shalat mayit. <br />b. Takbir empat kali, jika tanpa empat takbir ini maka tidak sah. Ada perbedaan di kalangan ulama tentang jumlah takbir dalam shalat jenazah: (5/133-134)<br />a) Ibnu Mundzir berkata: nabi saw melakukan shalat jenazah dengan empat takbir, (ini adalah riwayat dari Umar, Zaid bin Tsabit, al Hasan bin Ali).<br />b) Ibnu Mas'ud dan Zaid bin Arqom berkata, beliau saw bertakbir lima kali, <br />c) Kemudian imam Ahmad berkata: tidak boleh kurang dari empat takbir dan tidak lebih dari tujuh takbir. (5/135)<br />Mengenai mengangkat tangan di setiap takbir, seluruhnya sependapat mengangkat tangan saat takbir pertama. Dan takbir kedua dan seterusnya terdapat perselisihan. <br />c. Takbir pertama membaca al fatihah dan setelahnya membaca salah satu surat al Qur'an. menurut pendapat yang benar menurut madzhab syafi'i tidak disunnahkan. (5/136) Dan pendapat yang mensunnahkan adalah berdasarkan hadits yang termaktub dalam musnad Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih. Kemudian untuk doa istiftahpun tidak disunnahkan menurut madzhab syafi'i, namun ada pula yang mensunnahkan. Demikian pula tentang menjahrkan bacaan dalam shalat jenazah, terdapat perselisihan. Menurut mayoritas madzhab syafi'i tidak dijahrkan dan menurut ad Daroki, Abu Hamid al isfiroyaini: sunnah jika dijahrkan. (5/138)<br />d. Setelah takbir kedua membaca shalawat kepada nabi, hukumnya fardhu. <br />e. Setelah takbir ketiga berdoa untuk mayit, ini pun fardhu dan di antara rukun shalat jenazah. Pendapat lain mengatakan tidak disyariatkan, tetapi cukup berdoa untuk kaum muslimin. Dan pendapat yang benar adalah pendapat pertama. (5/142)<br />f. Setelah takbir keempat adalah salam. Di sini ada dua permasalahan:<br />a) Apakah setelah takbir keempat ada dzikir ? menurut jumhur madzhab syafi'I adalah sunnah adanya doa setelah takbir keempat.<br />b) Apakah salam dilakukan sekali atau dua kali: pendapat yang masyhur adalah disunnahkan salam dua kali. Dan Imam Syafi'i di dalam al umm sekali salam dimulai dengan menoleh ke kanan dan berakhir salam tersebut ketika menoleh ke kiri.<br />7. Jika seseorang tertinggal dari imam, maka hendaklah ia segera bergabung bersama imam dengan membaca doa secara urutan rekaat shalat dan tidak mengikuti bacaan yang sedang dibaca oleh imam. Kemudian setelah imam salam, ia melanjutkan sisa takbir yang tertinggal dengan tidak membaca dikir menurut salah satu pendapat. (5/143-144)<br /><br />Menyegerakan Menguburkan mayit yang telah dishalatkan <br /><br />1. Jika mayit telah dishalatkan, maka segealah untuk dikuburkan, tidak perlu menunggu orang yang datang kemudian untuk menshalatkan, kecuali jika tubuh mayit tidak dikhawatirkan rusak. <br />2. Jika kemudian datang kelompok lain yang belum menshalatkan, maka tidak perlu mereka menshalatkannya kembali. Abu Hanifah beralasan karena shalat jenazah adalah fardhu kifayah dan tidak ada nafilah bagi shalat janazah. Dan menurut madzhab Syafi'i: kelompok yang datang kemudian, hukumnya fardhu kifayah bagi mereka. (5/146-147)<br /><br />Orang yang tidak mendapatkan kesempatan menshalatkan mayit<br /><br />Abu Hanifah berkata: tidak perlu shalat di kuburannya (shalat jenazah) setelah tiga hari dari hari mayit dikuburkan. <br />Menurut Ahmad batasannya adalah satu bulan. (5/150)<br /> Menurut imam asy syirazi: shalat ghaib boleh dilakukan berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah, bahwasannya nabi saw memberitahukan kematian an Najasyi kepada sahabatnya di Madinah dan para sahabat pun shalat di belakang rasulullah. Dan jika mayit itu mungkin bisa dihadirkan maka tidak ada shalat ghaib. <br /><br />Shalat ghaib untuk mayit yang berada di luar negrinya<br /><br />1. Madzhab syafi'i membolehkan shalat ghaib dan Abu Hanifah melarangnya. Dalil kami adalah kematian raja an Najasyi. (5/150-151)<br />2. Jika didapati hanya sebagian tubuh mayit saja, maka tidak perlu dishalatkan. Namun menurut Abu hanifah mengecualikan jika didapatkan 1/2 dari tubuh mayit. (5/152-153)<br /><br />Madzhab ulama tentang menshalatkan mayit anak kecil <br />1. Dinukilkan dari Ibnu al Mundzir, an Nawawi berkata, jika mayit seorang anak kecil kami dan mayoritas madzhab salaf dan khalaf wajib dishalatkan. <br />2. Dan menurut Said bin az Zubair tidak dishalatkan selama anak tersebut belum baligh. (5/154-155)<br /><br />Mayit orang kafir<br />1. asy Syafi'i berkata: jika orang kafir mati tidak perlu dishalatkan berdasarkan firman Allah at taubah: 84. karena orang kafir tidak berhak mendapatkan istighfar. <br />2. asy Syirazi berkata: boleh dimandikan dan dikafani. (5/155)<br />Kemudian imam an Nawawi berkata: haram menshalatkan mayit orang kafir, dan hanya boleh memandikan dan mengkafaninya saja. Apabila mayat orang kafir dan orang muslim bercampur dan sulit untuk membedakannya, maka wajib untuk dishalatkan, dimandikan dan dikuburkan. Menurut kami tidak perlu mengkalkulasi golongan mana yang jumlahnya mayoritas, muslim atau kafir. Pendapat ini juga diungapkan oleh imam malik. <br />Dan menurut Abu Hanifah jika jumlah kaum muslimin lebih sedikit atau seimbang, maka tidak perlu dishalatkan. <br /> <br />Mayit orang yang mati syahid<br />1. Orang yang mati syahid adalah orang yang terbunuh ketika berperang di jalan Allah (ini yang dimaksud dalam pembahasan). <br />2. Orang yang mati syahid tidak boleh dimandikan dan tidak dishalatkan. Al Mazini berkata: menurut imam al Haramain dan al Baghawi, boleh dishalatkan, tetapi tidak wajib dan tidak perlu dimandikan. <br />Ar Rafi'i berkata: jika memandikannya akan menghilangkan darahnya maka itu diharamkan. Jika tidak pun diharamkan menurut salah satu madzhab. Dan diharamkan untuk dishalatkan terdapat perselisihan. (5/157)<br />3. Jik seseorang mati dalam pertempuran melawan orang kafir, namun bukan karena dibunuh orang kafir atau ketika melawan mereka, dia mati karena sakit atau mati dengan tiba-tiba atau meninggal setelah usai perang, di sini ada perselisihan pendapat: (5/158)<br />a. Dia disebut syahid dengan satu syahid, ini adalah pendapat al Qodhi Husain dan al Baghowi. <br />b. Tidak disebut syahid. <br />4. Syuhada terbagi menjadi tiga macam: (5/160)<br />a. Syahid dalam hukum dunia: ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Dan syahid di akhirat, yaitu mendapat pahal kusus dari rabb-nya.<br />b. Syahid di akhirat saja, seperti meninggal karena penyakit thaun, kerena tenggelam dst.<br />c. Syahid di dunia saja, mereka adalah yang terbunuh ketika lari dari medan perang dan orang yang berbuat ghulul.atau riya'. <br />5. Hikmah orang yang mati syahid tidak dimandikan dan tidak dishalatkan: <br />Agar dia bertemu Allahbersama luka yang mengalir, karena harum darahnya seperti harum misk, dengan demikian mereka tidak butuh ada orang yang menshalatkannya. <br /><br />Bantahan kepada pendapat yang mengatakan orang mati syahid dishalatkan (5/161-162)<br /><br /> Menurut Said bin al Musayyib dan al Hasan al Bashri, mereka harus dimandikan dan dishalatkan. Dan menurut Abu Hanifah cukup dishalatkan dan tidak dimandikan. Dalil mereka, <br />عن أبي مالك الغفلري أن النبي صلى على قتلى أحد : عَشْرَةً عَشْرَةً فِيْ كُلِّ عَشْرَةٍ حَمْزَةٌ حَتَّى صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعِيْنَ صَلاَةٍ<br />Jawab:<br />1. An Nawawi berkata: sahabat-sahabat kami (dari kalangan madzhab syafi'i ) berhujjah dengan hadits jabir bin Abdillah: "Bahwasannya nabi saw memerintahkan kepada kami untuk para korban perang Uhud agar dikubur bersama darah mereka dan beliau tidak menshalatkan mereka dan tidak pula memandikannya. HR. al Bukhari <br />Rasulullah bersabda, <br />لاَ تَغْسِلُوْهُمْ فَإِنََّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمْ يَفُوْحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ <br />"Janganlah kalian mandikan mereka, karena setiap luka dan darah yang mengalir akan menimbulkan bau harum misk pada hari kiamat." HR. Ahmad <br />2. Adapun hadits-hadits yang menjadi hujjah oleh orang-orang yang berpendapat agar dishalatkan, ahli hadits sepakat bahwa hadits-hadits tersebut adalah lemah, kecuali hadits Uqbah bin Amir <br />3. Hadits Uqbah bin Amir, maksud shalat di dalam hadits adalah doa, bukan shalat jenazah, sebab rasulullah melakukan shalat (bermakna doa) itu setelah 8 tahun dari peristiwa para korban perang Uhud dikubur. <br />4. Jumlah syuhada Uhud tujuh puluh orang. Jika rasuullah shalat untuk setiap sepuluh orang dari mereka dan setiap sepuluh orang tersebut ada Hamzah, paman rasulullah, maka jika dikalikan jumlah rasulullah melaksanakan shalat, yaitu tujuh kali shalat, hanya mencapai 63 orang, karena setiap kelompok yang dishalatkan terdapat Hamzah ra.. Ini menyelisihi jumlah korban di perang uhud yang sebenarnya 70 orang. <br /><br />BAB: Membawa dan Mengubur Jenazah<br /><br />1. Cara membawa jenazah, terdapat dua cara: <br />a. Dibawa oleh dua orang dengan dua batang kayu, yang masing-masing memikul ujung batang kayu itu di atas kedua pundaknya. <br />b. Dibawa oleh empat orang dengan dua batang kayu, dua orang berada di depan masing-masing memikul satu batang kayu di pundaknya dan begitu pula dua orang yang berada di belakang. <br />Menurut ar Rafi'i keduanya sama saja. Kemudian disimpulkan bahwa tidak ada cara tertentu (kusus) dalam membawa jenazah, yang terpenting adalah jenazah dapat dibawa hingga pemakaman dengan selamat. <br />2. Menyegerakan jenazah <br />عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : " أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ ، فَإِنْ تَكُنْ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهُ وَإِنْ تَكُنْ سِوَى ذَلِكَ َفَشٌّر تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ " رواه البخاري<br />a. an Nawawi berkata: para ulama sepakat disunnahkan untuk bersegera dalam membawa jenazah kecuali jika dikhawatirkan akan berakibat buruk bagi tubuh mayit. <br />b. Imam Syafi'i dan para pengikutnya berpendapat: yang dimaksud adalah berjalan dengan gaya lebih cepat daripada ketika berjalan biasa. (5/165-167)<br />3. asy Syirazi berkata: disunnahkan untuk ikut mengiringi jenazah <br />عن البراء ابن عازب قال : أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ بِاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَتَشْمِيْطِ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِيْ وَنَصْرِ الْمَظْلُوْمِ<br />Dari Al Barra bin 'Azib ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, mendoakan orang yang bersin, memenuhi panggilan dan menolong orang yang dizhalimi." HR. Bukhari dan Muslim<br />asy Syafi'i dan para pengikutnya berkata; sunnah ini untuk laki-laki sampai jenazah dimakamkan. Dan bagi kaum wanita hukumnya makruh. <br />4. Disunnahkan untuk tidak berkendaraan ketika mengiringi jenazah. Adapun ketika kembali dari kubur tidak mengapa menaiki kendaraan. Dan di antara adabnya adalah para pengiring hendaknya berjalan di depan jenazah, sebab mereka akan memberi syafaat kelak di hari kiamat, dan antara iringan jenazah dan jenazah tersebut hendaknya tidak terpisah. <br />Imam Syafi'i berkata: yang utama adalah berjalan kaki dan tidak terpisah dari rombongan pembawa jenazah dan jika lebih dekat itu lebih haik. (5/170)<br />5. Apabila telah sampai di pemakaman, maka para pengiring jenazah diberikan pilihan boleh duduk terlebih dahulu atau menunggu hingga jenazah dimasukkan ke dalam kubur <br />عن علي قال : ((قام رسول الله صلى الله عليه وسلم مع الجنائز حتى توضع وقام الناس معه ، ثم قعد بعد ذلك وأمرهم بالقعود )) رواه مسلم<br />Dari Ali ra dia berkata: "Rasulullah berdiri bersama janazah sampai jenazah itu diletakkan sedang manusia masih tetap berdiri, kemudian beliau duduk dan memerintahkan mereka untuk duduk ." HR. Muslim<br /> Dari hadits ini rasulullah memberikan saran: <br />a. Agar berdiri bagi orang-orang yang mendapati jenazah yang dibawa menuju pemakaman hingga berlalu darinya atau jenazah itu diletakkan. <br />b. Bagi para pengiring jangan duduk hingga jenazah itu diletakkan <br />Jumhur madzhab syafi'i dan imam syafi'i sendiri berpendapat dua perintah di atas mansukh, tidak ada lagi perintah untuk berdiri hari ini, baik ketika ada jenazah yang lewat didepannya atau bagi mereka yang mengiringi hingga kubur. <br />Sebagian lagi berpendapat: terserah kepada orang yang melihat atau yang mengiringi jenazah tersebut. Sebagian yang lain lagi: makruh berdiri untuk jenazah jika tidak ikut mengiringinya, (Salim ar Razi). <br />Dan menurut Malik, Ahmad dan Abu Hanifah, makruh duduk debelum jenazah diletakkan. (5/171-172)<br />6. Seorang muslim tidak dimakruhkan mengiringi jenazah orang kafir yang masih menjadi kerabatnya. Demikian pendapat asy Syafi'i. (5/172)<br /><br />Perihal dalam Pemakaman<br /><br />1. Hukum memakamkan mayit adalah fardhu kifayah. (5/175)<br />a. Boleh mengkubur mayit di rumahnya, namun di tempat pemakaman adalah lebih baik. <br />b. Kemudian kenapa rasulullah dikubur di rumah ? <br />Jumhur madzhab syafi'i menjawab: Rasulullah mengubur para sahabatnya di baqi' dan mencontoh sunnah itu lebih baik dan utama. Kemudian rasulullah dikubur dirumah. Kronologinya, para sahabat berselisih tentang di mana tempat yang layak untuk menjadi tempat dikuburnya rasulullah, kemudian Abu Bakar berkata, bahwa dia pernah mendengar rasulullah bersabda, bahw setiap nabi dikubur di tempat dia meninggal dunia. (5/176)<br />2. Tidak boleh mengubur mayit di lubang yang telah digunakan untuk mengubur mayit lain kecuali mayit di dalam lubang tersebut telah hancur sama sekali. <br />3. Mayit orang kafir tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslimin dan sebaliknya bagi mayat kaum muslimin tidk boleh dikubur di pemakaman kaum kafir. (5/176-177)<br />4. Membuat lubang kubur yang dalam dan pada bagian kepala dan kaki diluaskan. (5/179-180)<br />((أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ وَأَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِْه )) رواه أبو داوود <br />"Luaskanlah lubang mayit pada bagian kepada la dan kakinya" HR. Abu Dawud<br />Kemudian membuat liang lahat, yaitu lubang yang digali di bagian dinding lubang kubur yang paling bawah sebelah kiblat seluas tubuh mayit agar dapat masuk.<br />5. Adab memasukkan mayit ke liang kubur adalah mendahulukan bagian kepala mayit melalui bagian kaki dari liang tersebut dengan berdoa bismillahi wa 'ala millati rasulillah, kemudian menghadapkan tubuh mayit ke arah kiblat. Ini adalah pendapat jumhur. Dan tidak mengapa memberi penyangga pada bagian kepala mayit agar rata dengan tubuhnya. (5/182-183)<br />Setelah dimakamkan disunnahkan untuk melontarkan tiga kepal tanah kubur ke liang kubur. Al Qodhi Husain berkata: ketika melemparkan tanah ke liang kubur yang pertama kali mengucapkan minha khalaqnakum dan lemparan kedua wa fiha nu'idukum dan di lemparan ketiga wa minha nukhrijukum tarotan ukhra. Pendapat ini adalah berdasarkan hadits rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, ketika rasulullah meletakkan mayat Ummu Kultsum, putri beliau saw.<br /> Disunahkan untuk berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman usai guna memintakan ampunan untuk si mayit. <br />6. Kemudian ada cara lain ketika memasukkan mayit, yaitu memasukkannya dari arah kiblat. Pendapat ini adalah berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan diambil oleh imam Abu Hanifah. Dan an Nawawi berkata: hadits ini lemah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al Baihaqi, dan pendapat at Tirmidzi yang menghasankan hadits tersebut tidak bisa diterima. (5/186)<br /><br />Menutup Mayit Saat Memasukkan Ke dalam kubur <br /><br /> Menurut madzhab Syafi'i: Disunnahkan untuk mayit laki-laki dan wanita. Dan menurut Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, disunnahkan untuk mayat wanita saja. Sedangkan Ibnu Mundzir dari Abdillah bin Buraidah dan Syuraih: tindakan ini dimakruhkan.<br />1. Tidak meninggikan tanah kuburan lebih dari tanah yang digali dari lubang tersebut. <br />2. Disunnahkan meninggikan tanah kubur setinggi satu jengkal. <br />3. Meletakkan tanda dengan batu atau selainnya di bagian kepala dan kaki agar diketahui bahwa itu adalah kuburan. <br />4. Dimakruhkan mengkijing atau mengkapur kuburan. (5/187-188) <br />5. Apabila mengkubur mayit sebelum dishalatkan, maka dishalatkan di kuburan. (5/189)<br />6. Jika terjadi ada barang berharga yang ikut terkubur boleh digali kembali untuk mengambilnya. (5/191)<br />7. Apabila ada seorang wanita hamil meninggal dunia dan bayi di dalam perutnya masih hidup boleh perut wanita tersebut dibelah untuk mengambil bayinya. (5/192)<br /><br />Beberap masalah yang penting (5/193-195)<br /><br />1. Madzhab Syafi'i memakruhkan mengkubur mayit di waktu malam. Akan tetapi banyak riwayat yang menjelaskan boleh mengkubur mayit pada malam hari. <br />2. Boleh shalat jenazah pada waktu yang terlarang. <br />3. Menurut Syafi'i memindah mayit yang belum dikuburkan ke negeri lain tidak beliau senangi kecuali jika wilayah tersebut dekat dengan Makkah dan Madinan serta baitul Maqdis, sebab menguburkan mayit di negeri tersebut adalah lebih afdhal.<br />4. al Mawardi berpendapat makruh menyalakan / meletakkan lampu di sisi kuburan.<br /><br />Ta'ziyah dan Menangisi Mayit<br /><br />1. Hukum ta'ziyyah adalah sunnah menurut asy Syafi'i, namun para pengikut beliau memakruhkan ta'ziyyah setelah berlalu tiga hari dari kematian, sebab maksud takziyah adalah untuk menenangkan hati orang yang ditinggal oleh si mayit. Dan biasanya setelah tiga hari hati seseorang itu telah stabil. Takziyah sebelum dikubur dan setelahnya dibolehkan, namun takziyah setelah dikubur itu lebih utama. <br />2. Boleh menangis selama tidak menjerit-jerit / berlebihan. (5/198-201)<br /><br />Ziyarah Kubur<br /><br />Adab-adab yang perlu diperhatikan ketika ziyarah kubur adalah: <br />1. Berdoa ketika masuk ke komplek kuburan, ziyarah ini hukumnya sunnah bagi kaum laki-laki. <br />2. Bagi kaum wanita, ziyarah tidak boleh dilakukan, dan jumhur madzhab memakruhkannya.<br />3. Namun ada pula hadits yang mennjukkan bahwa ziyarah bagi wanita tidak dilarang. Yaitu hadits dari Anas, bahwasannya nabi saw melewati seorang wanita yang menangis di sisi kuburan lalu beliau bersabda, bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah. HR. Bukhari <br />4. Dilarang duduk di atas kuburan <br />5. Menurut madzhab syafi'i, berjalan di komplek kuburan dengan mengenakan sandal tidk dimakruhkan. Ini adalah pendapat yang masyhur. <br />6. Tidak membangun masjid di atas kuburan. (5/202-205)<br />7. Disunnahkan bagi tetangga mayit untuk membuatkan makanan untuk keluarga mayit yang ditinggalkan karena mereka sedang sibuk, sebagaimana perintah Rasulullah kepada para sahabatnya untuk membuatkan makanan untuk keluarga Ja'far. (5/206)<br /><br />KITAB ZAKAT <br /><br />Abu Hasan al Waqidi berkata: zakat adalah sebagai pensuci mensucikan harta benda serta memperbaikinya. Pada asalnya zakat adalah bertambah. <br />Secara syar'i zakat adalah harta yang diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada si miskin. Atau mengamil sesuatu dengan cara kusus. <br />1. Zakat merupakan salah satu rukun islam, hukumnya fardhu, berdasarkan firman Allah, al baqoroh: 43 dan hadits tentang pertanyaan jibril, apa itu islam … ? (5/211)<br />2. Zakat tidak diwajibkan kecuali kepada orang muslim yang merdeka. Dan seorang budak jika diberi harta oleh tuannya, maka tidak ada kewajiban zakat baginya. Di sini terdapat dua pendapat, qoul qodim: dia memiliki, dan qoul jadid: dia tidak memiliki. Menurut Abu Hanifah, budak diwajibkan zakat hanya pada hasil tanaman sebesar 10 persen, selain harta tersebut tidak wajib zakat. (5/212)<br />3. Orang kafir asli tidak wajib zakat, tetapi orang murtad masih diwajibkan membayar zakat. Namun kepemilikikannya terhadap harta diperselisihkan: <br />a. Hilang kepemilikan terhadap harta bagi orang yang murtd, maka tidak wajib untuk zakat. <br />b. Tidak hilang, maka dia tetap wajib zakat. <br />c. Didiamkan, jika dia kembali kepada islam maka haknya akan dikembalikan. (5/113)<br />Menurut Abu Hanifah, orang murtad tidak wajib zakat, menurut imam an Nawawi orang murtad tidak mengeluarkan zakat, karena zakat adalah ibadah mahdhah yang harus dilaksanakan dengan disertai niat (rukun dan syarat). (5/214)<br />4. Untuk harta anak kecil, begitu pula harta orang gila, wajib dikeluarkan zakatnya, menurut madzhab syafi'i. <br />Imam an Nawawi berkata: di antara dalil pendapat sahabat-sahabat kami adalah qiyas, bahwa setiap yang diwajibkan 10 persen dari hasil tanamannya sebagai zakat, maka untuk seluruh harta pun wajib untuk dizakati, seperti halnya orang berakal dan baligh. <br /> Abu Hanifah berpendapat berdasarkan surat at Taubah: 103, anak yatim dan orang gila bukan golongan yang hartanya harus disucikan, sebab keduanya tidak memiliki dosa. <br /> Kemudian tentang hadits rufi'al qolam 'ala tsalatsatin maksudnya dia tidak terkena kewajiban dan dosa. Kami katakan bahwa kedua golongan itu tidak mendapatkan dosa dan tidak mendapatkan beban kewajiban zakat, akan tetapi kewajiban harta yang ia miliki harus dikeluarkan zakatnya oleh wali kedua orang tersebut. (5/215)<br /><br />Hukum mengakhirkan membayar zakat<br />1. Membayar zakat menurut madzhab kami harus segera. Apabila telah datang waktunya tidak boleh untuk ditunda-tunda. Jika ditunda dia bermaksiat dan jika kamudian harta itu hilang dia dihitung sebagai hutang. Yang demikian jika dia memungkinkan untuk segera mengeluarkan zakatnya. Maksudnya adalah; a) harta tersebut ada, b) ada obyek untuk menyalurkan harta tersebut.<br />2. Demikian pula pendapat Malik, Ahmad dan jumhur. Namun Abu Haifah berpendapat dengan bertahap, kecuali pendapat Abu Bakar ar Razi, yang mengatakan: dengan bertahap. (5/219-220)<br /><br />Menyembunyikan Harta dan Tidak Mengeluarkan Zakatnya Kemudian Harta Tersebut Tampak<br /><br />1. Madzhab kami berpendapat tidak diambil. Demikian pula pendapat Malik dan Abu Hanifah serta al 'Abdari berkata: mayoritas ulama berpendapat demikian.<br />2. Menurut Imam Ahmad, diambil zakat harta tersebut dan setengah dari harta keseluruhan sebagai hukuman baginya karena menyembunyikan hartanya. (5/221)<br /><br />BAB: Zakat Binatang Berkaki Empat <br /><br /> Ada kewajiban zakat untuk hewan-hewan berkaki empat, seperti unta, sapi dan kambing. Sebab hewan tersebut memiliki banyak manfaat. Namun tidak diwajibkan bagi harta seperti hewan kuda, Bighal dan Himar. (5/221)<br /><br />Zakat kuda <br /> Madzhab kami mengatakan tidak ada zakat bagi kuda sama sekali. Ini adalah pendapat Ibnu al Mundzir dari Ali bin Abi Thalib, ibnu Umar, asy Sya'bi, an Nakha'i, Atha', al Hasan al Bashri, Umar bin Abdul 'Aziz, al Hakim, ats Tsauri, Abu Yusuf dll. (5/222)<br /><br />Zakat Hewan hasil perkawinan antara kambing dan kijang<br /> Madzhab kami meniadakan zakat hewan tersebut secara mutlak. Ini adalah pendapat Dawud. Imam Ahmad berkata: wajib zakat bagi himar baik yang lahir betina kijang atau kambing. Abu Hanifah dan Malik berkata: jika yang lahir adalah kambing betina maka wajib zakat, namun jika yang lahir adalah kijang, maka tidak wajib zakat. (5/222)<br />1. Tidak wajib zakat bagi harta yang bukan milik sendiri secara sempurna. <br />2. Apabila harta / binatang berkaki empat dimiliki oleh umum, seperti para fuqoro', masjid, prajurit perang atau anak-anak yatim dst. Maka yang demikian tidak wajib dizakati. (5/222)<br />3. Harta yang dighashab atau hilang, maka tidak ada zakatnya hingga harta tersebut ditemukan. Qoul qodim: tidak wajib dan qoul jadid: wajib dizakati. Ini adalah perkataan asy Syirazi, (5/223-224)<br />4. harta yang hilang kemudian ditemukan kembali setelah lewat dari masa haul ada perbedaan pendapat: <br />c. wajib dizakat, ini merupakan pendapat yang benar menurut madzhab Syafi'i. <br />d. Tidak wajib dizakati.<br />5. Harta yang dibeli namun tidak ia pegang hingga mencapai haul masih berada di tangan penjual maka terdapat perbedaan pendapat: (5/225-226)<br />a. Wajib dizakati oleh pembeli, demikian adalah pendapat jumhur sebab itu harta yang dimiliki secara sempurna<br />b. Tidak wajib, karena kepemilikannya dianggap lemah. <br />6. Harta yang digadaikan dan telah mencapati masa haul, maka wajib dizakai karena itu adalah harta yang dimiliki secara sempurna. Ada pula pendapat yang tidak mewajibkan, karena harta tersebut terhalangi untuk dioperasikan. (5/226)<br />7. Pemilik hewan ternak berkaki empat atau lainnya yang wajib dizakati jika pemilik memiliki hutang yang dapat mengurangi nishab hartanya, maka ada dua pendapat. Apakah hutang menghalangi wajibnya zakat ? <br />a. asy Syafi'i memiliki dua pendapat, qoul qodim: tidak wajib zakat dan qoul jadid: wajib zakat.<br />b. Hutang menghalangi zakat harta yang telah mencapai nishab jika hutang tersebut akan mengurangi nishabnya. Illahnya adalah kepemilikiannya dianggap lemah. (5/228)<br />8. Zakat hewan tidak wajib kecuali untuk hewan-hewan yang digembalakan, sperti sapi yang digembalakan atau unta atau kambing. Dan hewan yang digunakan untuk bekerja, di kalangan ulama terdapat perbedaan: a) Menurut jumhur tidak wajib. Dan menurut ulama khurasan harta tersebut wajib dizakati. (5/231)<br />9. Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah mencapai nishab.<br />عن علي وعائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول <br />Dari Ali dan Aisyah dari nabi saw beliau bersabda, "Tidak ada zakat kecuali jika harta tersebut telah berumur satu tahun. <br />Menurut al Abdari bahwa harta yang wajib dizakati ada dua macam: <br />a. Harta yang berkembang dngan sendirinya, seperti biji-bijian dan buah-buahan: ini wajib untuk dizakati dengan keberadaannya sendiri. <br />b. Harta yang perkembangannya menunggu, seperti, dirham, dinar, hasil perdagangan, binatang berkaki empat, ini harus menunggu sampai mencapai haul. <br />Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas berkata: zakat diwajibkan pada hari seseorang memiliki nishab. Apabila telah mencapai haul maka zakat tersebut wajib. (5/234) dan apabila pemilik harta meninggal sebelum mencapai haul, maka harta tersebut berubah dan pindah kepada ahli warisnya. <br /><br />Kambing yang betambah ketika masa haul <br />1. Menurut Abu Hanifah: ikut dijumlahkan kepada induknya baik tambahan tersebut karena melahirkan atau dari membeli kambing baru. Ini pula yang diambil oleh asy Syafi'iyyah.<br />2. Menurut Imam Malik, dijumlahkan jika tambahan tersebut hasil dari melahirkan, bukan membeli kambing yang baru. (5/243)<br /><br />BAB: Zakat Unta<br /> Nishab untuk hewan unta, jumlah minimal adalah lima ekor dengan jumlah zakat satu ekor kambing. (5/248) <br />1. 10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing. <br />2. 15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing <br />3. 20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing <br />4. 25 ekor unta zakatnya 1 ekor bintu makhadh (anak unta yang berumut satu tahun masuk kepada tahun ke-2)<br />5. 36 ekor unta zakatnya satu ekor bintu labun (satu ekor unta berumur tiga tahun masuk kepada tahun ke-4)<br />6. 61 ekor unta zakatnya satu jadz'ah (empat ekor unta yang berumur dua tahun masuk kepada tahun ke-3)<br />7. 46 ekor unta zakatnya satu hiqqoh (satu ekor unta berumur tiga tahun masuk kepada tahun ke-4)<br />8. 121 ekor unta zakatnya tiga ekor bintu labun<br />9. Kemudian setiap penambahan 40 ekor unta zakatnya dan setiap penambahan 50 ekor zakatnya satu hiqqoh. <br /><br />BAB: Zakat Sapi <br /><br />Nishab sapi adalah: <br />1. 30 ekor sapi zakatnya satu ekor tabi' (anak sapi berumur satu tahun)<br />2. 40 ekor sapi zakatnya satu ekor musannah (anak sapi yang berumur dua tahun)<br />3. Dan seterusnya, setiap 30 ekor maka satu tabi' dan setiap 40 ekor sapi, maka satu musannah. (5/273)<br /><br />BAB: Zakat Kambing<br /><br />1. Nishab minimal untuk kambing adalah 40 ekor dengan jumlah zakatnya satu kambing. <br />2. 121 ekor kambing zakatnya dua ekor kambing <br />3. 201 ekor kambing zakatnya tiga ekor kambing <br />4. Kemudian untuk setiap penambahan 100 ekor kambing zakatnya satu kambing <br />5. Apabila mayoritas kambingnya sehat, maka zakat yang harus dikeluarkan hendaknya memilih kambing yang sehat dan sebaliknya, sebab jika mayoritas kambingnya sakit kemudian diambilkan zakatnya dari kambing yang sehat akan merugikan pemilik kambing. Kemudian jika sebagian kambing sehat dan separoh yang lain sakit, maka dikeluarkan zakatnya dari kambing yang sehat. <br />6. Tidak dibenarkan mengeluarkan zakat kambingnya dari kambing yang terdapat cacatnya. Menurut Syafi'I rahimahullah diambil dari yang pertengahan bukan yang paling rendah dan bukan pula dari kambing yang paling tinggi nilainya. (5/278). <br />7. Menurut asy Syafi'i, tidak boleh mengeluarkan zakatnya dengan uang yang senilai dengan hewan yang menjadi zakatnya. Demikian pula pendapat Malik dan Ahmad serta Dawud. Dan menurut Abu Hanifah tindakan itu dibolehkan. <br /><br />BAB: Zakat Buah-Buahan<br /><br /> Buah-buahan yang diambil zakatnya adalah buah kurma, anggur / al Karam. <br />Rasulullah melarang meyebut anggur dengan kata al karam. Buah-buahan yang wajib zakat adalah buah-buahan yang mejadi makanan pokok dan dapat disimpan untuk beberapa lama. Dan untuk nishab zakat buah-buahan adalah minimal lima wasaq. Jika buah-buahan tersebut menghasilkan dengan jerih payah pemilik, dengan cara mengairi dan memupuknya serta mengluarkan biaya perawatan, maka zakat yang dikeluarkan adalah 5 persennya. Dan jika hasil itu didapat tanpa susah payah dari si pemilik, maka harta yang dikeluarkan adalah 10 persen. (5/306-307)<br />BAB: Zakat Tanaman<br />Syarat untuk zakat tanaman adalah tanaman tersebut merupakan makanan pokok. Nishab minimal dari tanaman yang dizakati adalah lima wasaq. <br />1. Boleh mencampurkan / menjadikan satu untuk tanaman-tanaman yang sejenis. (5/325)<br />2. Untuk biji-bijian tidak boleh dikeluarkan zakatnya melainkan setelah diketam. Demikian pula dengan zakat buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya kecuali setelah kering. (5/328) <br />Dari 'Atab bin Usaid, "untuk buah karam (anggur) diperkirakan seperti perkiraan untuk kurma, kemudian membayarkan zakatnya dalam kondisi anggur itu menjadi zabib (anggur kering) sebagaimana membayarkan zakat kurma ketika kondisi kurma itu menjadi tamar (kurma kering). (5/330)<br /><br />BAB: Zakat Emas dan Perak<br /><br />1. Hukumnya adalah wajib, berdasarkan firman Allah at Taubah: 34, karena emas dan perak merupakan harta benda yang berkembang seperti unta dan sapi dll. <br />2. Nishab emas adalah 20 mitsqol dan tidak wajib zakat jika nilai emas itu di bawah 20 mitsqol. Dan nishab perak 200 dirham (uang emas). <br />3. Emas dan perak tidak boleh dijadikan satu untuk mencapai nishab. <br />4. Jumlah yang dikeluarkan sebagai zakat adalah 2,5 persen.(5/348)<br /><br />Al hamdulillahMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-3156081633025246652009-12-25T18:10:00.001-08:002009-12-25T18:12:42.822-08:00Bahaya Ikhtilat Antara Laki dan PerempuanBahaya Ikhtilat Antara Laki dan Perempuan<br /><br />Pembicaraan seputar ikhtilath atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa hijab (tabir penghalang) sudah pernah kita singgung. Namun karena banyaknya penyimpangan kaum muslimin dalam perkara ini dan adanya sisi-sisi permasalahan yang belum tersentuh maka tak ada salahnya kita bicarakan dan kita ingatkan kembali. <br /><br />Bukankah Rabbul Izzah telah berfirman:<br /><br />وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ<br />Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.' (Adz-Dzariyat: 55)<br />Dan juga dalam rangka menasihati diri pribadi dan orang lain, karena agama ini adalah nasihat, seperti kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih:<br /> <br />الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ<br /><br />Agama itu adalah nasihat. <br />Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh1 rahimahullahu menyatakan dalam Fatawa dan Rasa`ilnya (10/35-44) bahwa ikhtilath antara laki-laki dengan perempuan ada tiga keadaan: <br />'Pertama: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki dari kalangan mahram mereka, maka ini jelas dibolehkan.<br />Kedua: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) untuk tujuan yang rusak, maka hal ini jelas keharamannya. <br />Ketiga: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) di tempat pengajaran ilmu, di toko, kantor, rumah sakit, perayaan-perayaan dan semisalnya. Ikhtilath yang seperti ini terkadang disangka tidak akan mengantarkan kepada fitnah di antara lawan jenis, padahal hakikatnya justru sebaliknya. Sehingga bahaya ikhtilath semacam ini perlu diterangkan dengan membawakan dalil-dalil pelarangannya.'<br />Dalil secara global, kita tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan laki-laki dalam keadaan punya kecenderungan yang kuat terhadap wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita punya kecenderungan kepada lelaki. Bila terjadi ikhtilath tentunya akan menimbulkan dampak yang negatif dan mengantarkan kepada kejelekan. Karena, jiwa cenderung mengajak kepada kejelekan dan hawa nafsu itu dapat membutakan dan membuat tuli. Sementara setan mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar. <br />Dalil secara rinci, kita tahu bahwa wanita merupakan tempat laki-laki menunaikan hasratnya. Penetap syariat pun menutup pintu-pintu yang mengantarkan keterkaitan dan keterpautan sepasang insan yang berlawanan jenis di luar jalan pernikahan yang syar'i. Hal ini tampak dari dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang akan kita bawakan di bawah ini. <br />1. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br /> <br />وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ<br /><br />'Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepadanya dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, 'Marilah ke sini.' Yusuf berkata, 'Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.' Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung. (Yusuf: 23) <br />Ketika terjadi ikhtilath antara Nabi Yusuf 'alaihissalam dengan istri Al-Aziz, pembesar Mesir di kala itu, tampaklah dari si wanita apa yang tadinya disembunyikannya. Ia meminta kepada Yusuf untuk menggaulinya. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala melindungi Yusuf dengan rahmat-Nya sehingga dia terjaga dari perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br /><br />فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ<br /><br />'Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' (Yusuf: 34)<br />Demikian pula bila lelaki lain ikhtilath dengan wanita ajnabiyah. Masing-masingnya tentunya menginginkan apa yang dicondongi oleh hawa nafsunya. Berikutnya, dicurahkanlah segala upaya untuk mencapainya. <br />2. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan lelaki yang beriman untuk menundukkan pandangan dari melihat wanita yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya seperti termaktub dalam firman-Nya: <br /><br />قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ<br /><br />'Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka''.' (An-Nur: 30-31)<br />Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kaum mukminin dan kaum mukminat untuk menundukkan pandangan mereka. Kita tahu dari kaidah yang ada, perintah terhadap sesuatu menunjukkan wajibnya sesuatu tersebut. Berarti menundukkan pandangan dari melihat yang haram itu hukumnya wajib. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi mereka. Penetap syariat tidak membolehkan lelaki memandang wanita yang bukan mahramnya terkecuali pandangan yang tidak disengaja. Itu pun, pandangan tanpa sengaja itu, tidak boleh disusul dengan pandangan berikutnya. Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anahu berkata:<br /> <br />سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظْرِ الْفُجَاءَةِ، فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي<br /><br />'Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja), maka beliau memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku.' (HR. Muslim no. 5609)<br />Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menerangkan, 'Makna نَظْرِ الْفُجَاءَةِ ِ adalah pandangan seorang lelaki kepada wanita ajnabiyah tanpa sengaja. Maka tidak ada dosa baginya pada awal pandangan tersebut, dan wajib baginya memalingkan pandangannya pada saat itu. Jika segera dipalingkannya, maka tidak ada dosa baginya. Namun bila ia terus memandangi si wanita, ia berdosa berdasarkan hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Jarir untuk memalingkan pandangannya. Juga bersamaan dengan adanya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: <br /><br />قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ<br /><br />'Katakanlah (Ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata''.' (An-Nur: 30) [Al-Minhaj, 14/364] <br />Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari lawan jenis, karena melihat wanita yang haram untuk dilihat, adalah zina. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: <br /><br />إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَة، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُُ، وَالنَّفُسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ <br /><br />'Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina2, dia akan mendapatkannya, tidak bisa terhindarkan. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram), dan zinanya lisan dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.' (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)<br />Dalam lafadz lain disebutkan:<br /><br />كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ<br /><br />'Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa terhindarkan. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.' (HR. Muslim no. 2657)<br />Memandang wanita yang haram teranggap zina, karena seorang lelaki merasakan kenikmatan tatkala melihat keindahan si wanita. Hal ini akan menumbuhkan sebuah 'rasa' di hati si lelaki, sehingga hatinya pun terpaut dan pada akhirnya mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dengan si wanita. Tentunya kita maklumi adanya saling pandang antara lawan jenis bisa terjadi karena adanya ikhtilath antara lawan jenis. Ikhtilath pun dilarang karena akan berujung kepada kejelekan. <br /><br />3. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: <br /><br />يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ<br /><br />'Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan di dalam dada.' (Ghafir: 19) <br />Ibnu Abbas radhiyallahu 'anahuma berkata, 'Ayat ini terkait dengan seorang lelaki yang duduk bersama suatu kaum. Lalu lewatlah seorang wanita. Ia pun mencuri pandang kepada si wanita.' Ibnu Abbas berkata pula, 'Lelaki itu mencuri pandang kepada si wanita. Namun bila teman-temannya melihat dirinya, ia menundukkan pandangannya. Bila ia melihat mereka tidak memerhatikannya (lengah), ia pun memandang si wanita dengan sembunyi-sembunyi. Bila teman-temannya melihatnya lagi, ia kembali menundukkan pandangannya. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui keinginannya dirinya. Ia ingin andai dapat melihat aurat si wanita.' (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, 15/198) <br />Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifatkan mata yang mencuri pandang kepada wanita yang tidak halal untuk dipandang sebagai mata yang khianat. Lalu bagaimana lagi dengan ikhtilath' Bila memandang saja dicap berkhianat sebagai suatu cap yang jelek, apalagi berbaur dan saling bersentuhan dengan wanita ajnabiyah. <br /><br />4. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: <br /><br />وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى<br /><br />'Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang dahulu.' (Al-Ahzab: 33)<br />Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada istri-istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang suci lagi menjaga kehormatan diri untuk tetap tinggal di rumah mereka. Hukum ini berlaku umum untuk semua wanita yang beriman, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan ayat ini hanya untuk para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka diperintah tetap tinggal di dalam rumah, kecuali bila ada kebutuhan darurat untuk keluar rumah. Lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa ikhtilath dengan lawan jenis sebagai perkara yang boleh dilakukan, sementara wanita diperintah untuk tidak keluar dari rumahnya' <br /><br />Adapun dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak dibolehkannya ikhtilath, di antaranya:<br />1. Ummu Humaid radhiyallahu 'anaha istri Abu Humaid As-Sa'idi Al-Anshari radhiyallahu 'anahu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, sungguh aku senang shalat berjamaah bersamamu.' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:<br /><br />قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلاَةَ مَعِيْ، وَصَلاَتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسجدِ قَومِِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسْجِدِي<br /><br />'Sungguh aku tahu bahwa engkau senang shalat berjamaah bersamaku, akan tetapi shalatmu di kamar khususmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu. Dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih utama bagimu daripada shalatmu di masjidku.' (HR. Ahmad 6/371. Al-Haitsami berkata, 'Rijal hadits ini rijal shahih kecuali Abdullah bin Suwaid, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban.' Demikian pula yang dikatakan Al-Hafizh dalam At-Ta'jil. Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad, 18/424, cet. Darul Hadits, Al-Qahirah) <br />Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu menyatakan, 'Hadits seperti ini memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata, 'Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.' Maka aku katakan, 'Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.' Hal itu karena seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath dengan lelaki yang bukan mahramnya, sehingga akan menjauhkannya dari fitnah.' (Majmu'ah Durus Fatawa, 2/274)<br />Beliau rahimahullahu juga mengatakan, 'Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda demikian sementara beliau berada di Madinah. Dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan nilai lebih. Akan tetapi karena shalat seorang wanita di rumahnya lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari fitnah (godaan) maka hal itu lebih utama dan lebih baik.' (Al-Fatawa Al-Makkiyyah, hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam Al-Qaulul Mubin fi Ma'rifati ma Yuhammimul Mushallin, hal. 570) <br /><br />2. Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: <br /><br />خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا<br /><br />'Sebaik-baik shaf (jamaah) lelaki adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf (jamaah) lelaki adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal.' (HR. Muslim no. 440)<br />Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata, 'Adapun shaf-shaf lelaki maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal, dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf akhir. Beda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum lelaki. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jamaah lelaki, tidak bersama dengan lelaki, maka shaf mereka sama dengan lelaki. Yakni, yang terbaik adalah shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi lelaki dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, serta paling jauh dari tuntunan syar'i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjamaah bersama lelaki memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan lelaki dan melihat mereka. Di samping jauhnya mereka dari berhubungan dengan kaum lelaki dan memikirkan mereka ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari yang telah disebutkan.' (Syarh Shahih Muslim, 4/159-160)<br />Al-Imam Ash-Shan'ani rahimahullahu menyatakan, 'Dalam hadits ini ada petunjuk bolehnya wanita berbaris dalam shaf-shaf. Dan zahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum lelaki atau bersama wanita lainnya. Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum lelaki, jauh dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama lelaki. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf lelaki, yang paling utama adalah shaf yang awal.' (Subulus Salam, 2/49)<br />Apabila penetap syariat menjaga jangan sampai campur baur dan keterpautan antara lelaki dan wanita terjadi pada tempat ibadah, padahal dalam shalat jelas terpisah antara shaf lelaki dengan shaf wanita dan umumnya mereka yang datang memang ingin menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, jauh dari keinginan untuk berbuat jelek, maka tentunya di tempat lain yang terjadi ikhtilath lebih utama lagi pelarangannya. <br /><br />3. Zainab radhiyallahu 'anaha istri Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anahu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami:<br /><br />إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلاَ تَمَسَّ طِيْبًا<br /><br />'Apabila salah seorang dari kalian menghadiri shalat berjamaah di masjid maka jangan ia menyentuh (memakai) minyak wangi.' (HR. Muslim no. 996)<br />Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: <br />'Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari mendatangi masjid- masjid Allah. Akan tetapi hendaklah mereka keluar rumah dalam keadaan tidak memakai wangi-wangian.' (HR. Abu Dawud no. 565. Kata Al-Imam Al Albani rahimahullahu, 'Hadits ini hasan shahih.')<br />Ibnu Daqiqil Id rahimahullahu berkata, 'Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang para wanita keluar menuju masjid bila mereka memakai wangi-wangian atau dupa-dupaan, karena akan membuat fitnah bagi lelaki dengan aroma semerbak mereka, sehingga menggerakkan hati dan syahwat lelaki. Tentunya pelarangan memakai wangi-wangian bagi wanita selain keluar menuju ke masjid lebih utama lagi (keluar ke pasar, misalnya, pent.).' <br />Beliau mengatakan pula, 'Termasuk dalam makna wangi-wangian adalah menampakkan perhiasan, pakaian yang bagus, suara gelang kaki, dan perhiasan.' (Al-Ikmal, 2/355) <br />Keluar rumah memakai wangi-wangian saja dilarang bagi wanita, apalagi bercampur baur dengan lelaki ajnabi.<br /><br />4. Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anahuma menyampaikan hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:<br /> <br />مَا تَرَكْتُ فِتْنَةً بَعْدِيْ هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ<br /><br />'Tidaklah aku meninggalkan fitnah (ujian) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.' (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)<br />Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas menyatakan wanita sebagai fitnah (ujian/ cobaan) bagi lelaki. Lalu apa persangkaan kita bila yang menjadi fitnah dan yang terfitnah berkumpul pada satu tempat' <br /><br />5. Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anahu mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ<br /><br />'Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau, dan sungguh Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya.' (HR. Muslim no. 6883)<br />Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan lelaki untuk berhati-hati dari wanita. Lalu bagaimana perintah beliau ini dapat terealisir bila ikhtilath dianggap boleh' Bila demikian keadaannya maka jelaslah keharaman ikhtilath.Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-55385218351452771032009-12-25T18:10:00.000-08:002009-12-25T18:11:39.001-08:00Lorong lorong SetanLorong-lorong Syetan untuk Menyesatkan Manusia<br /><br /> Segala puji bagi Allah yang telah melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan dosa dan maksiat. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi yang diturunkan al-Qur`an kepadanya, sebagai pengobat hati dan badan, juga kepada keluarga dan sahabatnya hingga hari pembalasan. <br />Adapun sesudah itu,<br /> Sesungguhnya pada perbuatan maksiat terdapat celah-celah dan pintu-pintu yang apabila hamba menutupnya dengan kuat dan selalu menjaganya dengan sabar, niscaya syetan tidak mendapatkan jalan untuk menjerumuskannya ke dalam dosa dan maksiat, lalu ia kembali dalam keadaan merugi. Dan sebaliknya, apabila seorang hamba tidak menjaga celah-celah dan pintu-pintu itu, tentu syetan mendapatkan jalan kepadanya. Celah-celah dan pintu-pintu tersebut memudahkannya menyerang hamba tersebut dan menjerumuskannya ke dalam perbuatan maksiat sedikit demi sedikit.<br /> Celah-celah ini adalah: pandangan mata, bisikan hati, ucapan lisan dan langkah kaki.<br /> Ibnu al-Qayyim rahimahullah telah berbicara tentang empat celah ini, menjelaskan bahaya melalaikannya, dan tata-cara menjaganya, supaya hamba selamat dari serangan syetan dan bisikannya. Di antara perkataan Ibnu al-Qayyim rahimahullah: 'Manakala langkah pertama maksiat tersebut adalah dari sisi pandangan mata, dijadikanlah perintah menundukkan pandangan didahulukan terhadap memelihara kemaluan. Sesungguhnya segala peristiwa berawal dari pandangan, sebagaimana api besar bersumber dari percikan api kecil. Maka berawal dari pendangan mata, kemudian bisikan hati, kemudian langkah, kemudian kesalahan.'<br /> Dan karena sebab inilah dikatakan: Barangsiapa yang memelihara empat perkara ini niscaya ia memelihara agamanya: pandangan mata, bisikan hati, ucapan lisan, dan langkah kaki.<br /> Maka hamba harus menjadi penjaga dirinya terhadap empat pintu ini dan selalu menjaga celah-celahnya karena musuh akan masuk melaluinya, lalu menyerang secara merajalela dan membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang dia kuasai. Oleh karena kebanyakan masuknya maksiat terhadap seorang hamba berasal dari empat pintu ini, maka kami akan menyebutkan satu pasal yang sesuai di setiap bab.<br /><br />Pertama: Pandangan Mata<br /> Adapun pandangan adalah pemandu syahwat dan utusannya. Dan menjaganya adalah dasar untuk menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya, berarti ia mendatangkan dirinya kepada sumber-sumber kebinasaan. Nabi bersabda:<br />لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ.<br />"Janganlah engkau meneruskan pandangan pertama dengan pandangan kedua, sesungguhnya hanya boleh bagimu pada pandangan pertama, dan tidak boleh pada pandangan kedua." HR. Ahmad.<br />Dan beliau bersabda:<br />إِيَّاكُمْ وَاْلجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ, مَجَالِسُنَا مَالَنَا بُدٌّ مِنْهَا. قَالَ: إِنْ كُنْتُمْ لاَ بُدَّ فَاعِلِيْنَ, فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ. قَالُوْا: وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ اْلأَّذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ.<br />"Hindarilah duduk-duduk di jalanan.' Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, ia adalah mejelis-majelis kami, kami tidak bisa meninggalkannya.' Beliau bersabda, 'Jika kamu memang tetap melakukan, maka berikanlah hak jalanan.' Mereka bertanya, 'Apakah haknya?' Beliau menjawab, Menahan pandangan, tidak mengganggu, dan menjawab salam." Muttafaqun 'alaih.<br /> Pandangan mata umumnya merupakan sumber berbagai peritiwa yang menimpa manusia. Sesungguhnya pandangan melahirkan bisikan hati. Kemudian bisikan hati melahirkan pikiran. Kemudian pikiran melahirkan syahwat. Kemudian syahwat melahirkan keinginan. Kemudian keinginan itu bertambah kuat, lalu menjadi semangat yang mantap. Lalu terjadilah perbuatan dan memang mesti terjadi, selama tidak ada penghalang. Dan dalam hal ini dikatakan: (sabar terhadap pandangan mata lebih mudah daripada sabar terhadap yang sesudahnya).<br /><br />Bahaya pandangan: mengakibatkan kerugian dunia akhirat.<br />Seorang Penyair berkata:<br />Dan apabila engkau melepaskan pandangan matamu sebagai pemandu- bagi hatimu pada suatu hari, niscaya segala pandangan itu menyusahkan engkau.<br />Engkau melihat yang tidak semuanya engkau mampu- atasnya dan tidak pula engkau sabar dari sebagiannya.<br /> Berapa banyak orang yang melepaskan pandangannya, maka ia ia tidak bisa berlepas diri darinya melainkan telah berlumuran darah di antaranya dalam keadaan terbunuh.<br /> Dan yang aneh, pandangan mata orang yang memandang merupakan panah yang tidak sampai kepada yang dipandang, sehingga ia menyediakan tempat di hati yang memandang.<br /> Dan yang lebih aneh dari hal itu, sesungguhnya pandangan menorehkan luka di hati, maka diikuti torehan luka yang lain. Kemudian perihnya luka tidak dapat menghalanginya untuk mengulanginya. Dan sungguh dikatakan: 'Menahan pandangan mata lebih mudah daripada terus merugi'.<br /><br />Kedua: Bisikan hati<br /> Adapun bisikan hati, maka urusannya lebih sulit. Sesungguhnya ia adalah sumber kebaikan dan keburukan. Darinya terlahir segala keinginan, rencana dan semangat. Maka barangsiapa yang menjaga bisikan hatinya, niscaya ia telah memegang tali kendali dirinya dan menguasai hawa nafsunya. Dan barangsiapa yang dikuasai oleh bisikan hatinya, maka hawa nafsunya lebih menguasainya. Dan barangsiapa yang meremehkan bisikan hatinya, niscaya ia akan menuntunnya kepada kebinasaan secara paksa.<br /> Dan bisikan hati senantiasa mendatangi hati, sehingga ia menjadi angan-angan yang batil:<br />كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْئَانُ مَآءً حَتَّى إِذَا جَآءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ <br />laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. An-Nuur :39)<br /><br />. Angan-angan palsu:<br /> Manusia yang paling rendah cita-citanya dan paling hina jiwanya adalah orang yang senang menukar realita dengan angan-angan palsu, menariknya untuk dirinya, dan berpakaian dengannya. Padahal –demi Allah- ia adalah modal orang-orang yang rugi dan pusat perdagangan para penganggur. Ia adalah makanan jiwa yang kosong, yang merasa cukup menyambung dengan kekuatan khayalan dan meninggalkan realita menuju angan-angan palsu.<br /> Ia adalah yang paling berbahaya terhadap manusia, melahirkan kelemahan dan kemalasan, dan melahirkan kerugian dan penyesalan.<br />. Pembagian bisikan hati:<br /> Kemudian setelah itu, bisikan-bisikan hati terdiri dari beberapa bagian yang berkisar di atas empat dasar:<br />1. Bisikan hati yang menarik manfaat-manfaat duniawi.<br />2. Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya duniawi.<br />3. Bisikan hati yang menarik kepentingan-kepentingan akhirat.<br />4. Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya akhirat.<br />Maka hendaklah hamba memperhitungkan bisikan hati, pikiran, dan cita-citanya pada empat bagian ini. Apabila bisikan-bisikan hati saling bertabrakan karena begitu banyak ketergantungannya, ia mendahulukan yang lebih penting yang dikhawatirkan terlepasnya dan menunda yang kurang penting dan tidak dikhawatirkan lepasnya.<br />Maka bisikan hati dan pikiran orang yang berakal tidak melewati hal itu. Dengan hal itulah datangnya syari'at. Dan segala kepentingan dunia dan akhirat tidak berdiri kecuali atas hal itu. Dan pemikiran yang paling tinggi, paling besar, dan paling bermanfaat adalah: yang untuk Allah dan negeri akhirat. Dan pemikiran yang karena Allah terdiri beberapa macam:<br />Pertama: memikirkan ayat-ayat yang diturunkan dan merenunginya, serta memahami kehendak-Nya darinya. Dan karena sebab itulah Allah menurunkannya, tidak hanya sekedar membacanya, tetapi membaca adalah sarana.<br />Sebagian salaf berkata, Allah menurunkan al-Qur`an untuk diamalkan, maka jadilah membacanya sebagai amal.<br />Kedua: memikirkan ayat-ayat yang disaksikan dan mengambil pelajaran darinya, serta mengambil dalil dengannya atas asma, sifat, hikmah, ihsan, kebaikan, dan kemurahan-Nya.<br />Ketiga: memikirkan segala karunia, ihsan, dan nikmat-Nya terhadap makhluk-Nya dengan berbagai macam nikmat, keluasan rahmat, ampunan, dan santun-Nya.<br />Keempat: Memikirkan aib diri dan penyakitnya, dan pada aib amal.<br />Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu dan tugasnya, serta mengumpulkan semua cita-cita atasnya. <br />Orang yang berbahagia adalah orang yang bisa mengatur waktunya dengan baik. Karena jika ia menyia-nyiakannya, niscaya sia-sialah segala mashlahatnya. Sesungguhnya semua mashlahat bermula dari waktu, dan jika ia menyia-nyiakannya niscaya ia tidak bisa menyusulnya untuk selamanya.<br /><br />. Nilai waktu:<br /> Imam asy-Syafii rahimahullah berkata: 'Aku telah bergaul dengan kalangan sufi, maka aku tidak mendapatkan faedah dari mereka selain dua huruf: salah satunya adalah ucapan mereka: 'Waktu adalah pedang, jika engkau memotongnya (engkau beruntung) dan jika tidak niscaya ia memotongmu.' Kedua: jiwamu, jika engkau tidak menggunakannya dengan benar, dan jika tidak niscaya ia menggunakan engkau dengan kebatilan.'<br /> Pada hakekatnya, waktu manusia adalah usianya. Ia adalah sumber kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan yang tetap, dan sumber kehidupannya yang sempit dalam siksaan yang pedih. Ia berlalu lebih cepat daripada awan. Jika waktunya yang digunakan untuk Allah dan karena-Nya, maka ialah hidup dan usianya. Dan selain yang demikian itu tidak terhitung dalam kehidupannya. Dan jika ia hidup padanya, ia hidup seperti kehidupan binatang. Apabila ia menghabiskan waktunya dalam lupa, syahwat, dan angan-angan palsu dan sebaik-baik yang memotongnya adalah tidur dan menganggur. Maka kematian ini lebih baik daripada hidupnya.<br /> Apabila seorang hamba –dan ia sedang shalat- ia tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya kecuali yang ia ingat darinya, maka tidak ada untuknya dari umurnya kecuali yang diperuntukkan untuk Allah dan karena-Nya.<br /> Dan bisikan-bisikan hati dan pikiran selain bagian ini, maka bisa jadi ia adalah was-was syetan dan bisa jadi angan-angan palsu dan penipuan yang bohong, seperti bahaya orang-orang yang sakit di akal mereka, berupa orang-orang yang mabok dan pecandu narkotik.<br /> Kondisi orang-orang tersebut mengatakan saat terbukanya kebenaran:<br /> Jika kedudukanku di padang mahsyar di sisimu - apa yang telah kutemui, sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku<br /> Angan-angan yang didapatkan jiwaku di satu masa- dan pada hari ini aku menganggapnya bagaikan mimpi-mimpi kosong. <br /> Dan ketahuilah, sesungguhnya datangnya bisikan hati tidak berbahaya. Yang berbahaya hanyalah panggilan dan percakapannya. Bisikan hati bagaikan orang yang lewat di jalan. Jika engkau tidak memanggilnya dan engkau membiarkannya, niscaya ia lewat dan berlalu dari engkau. Dan jika engkau memanggilnya, niscaya ia menyihir engkau dengan omongan, tipu daya dan kepalsuannya. Bisikan hati adalah yang paling ringan terhadap jiwa kosong yang sedang menganggur, dan yang paling berat atas hati dan jiwa mulia yang tenang.<br /> Maka manusia paling sempurna adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran, dan keinginan dalam memperoleh keridhaan Rabbnya. Sebagaimana manusia yang paling kurang adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran dan keinginan untuk bagian dan hawa nafsunya di manapun ia berada.<br /> Inilah Umar bin Khaththab , bisikan-bisikan hati saling berdesakan atanya dalam mendapatkan ridha Rabb . Maka terkadang ia menggunakannya dalam shalat, dan ia menyiapkan tentaranya, sedangkan dia dalam shalat. Berarti ia telah menggabungkan di antara jihad dan ibadah. Dan ini adalah bab masuknya berbagai macam ibadah dalam satu ibadah.<br /> <br />Ketiga: Ucapan lisan<br /> Adapun ucapan adalah menjaganya agar tidak keluar ucapan yang percuma, tidak berbicara kecuali pada sesuatu yang diharapkan keuntungan dan faedah dalam agamanya. Apabila ia ingin berbicara satu kata, ia berpikir: apakah ia mendapatkan keuntungan dan faedah ataukah tidak? Maka jika tidak ada keuntungan padanya, ia berpikir: apakah ia akan kehilangan kata yang lebih menguntungkan darinya, maka ia tidak menyia-nyiakannya dengan ini?<br /> Dan apabila engkau ingin mengambil bukti terhadap yang ada di dalam hati, maka ambillah bukti atasnya dengan gerakan lisan. Sesungguhnya ia memperlihatkan kepadamu apa yang ada dalam hati. Pemiliknya menghendaki atau tidak.<br /> Yahya bin Mu'adz berkata: hati itu seperti panci, mendidih dengan apa yang ada padanya, dan lisannya adalah gayungnya. Maka perhatikanlah seorang laki-laki saat berbicara, sesungguhnya lisannya menimba untukmu sesuatu yang ada dalam hatinya, manis dan asam, tawar dan asin, dan selain yang demikian itu. Dan menjelaskan kepadamu rasa hatinya dengan gayungan lisannya.<br /> Dalam hadits Anas yang marfu':<br />لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيْمُ لِسَانُهُ<br />"Tidak istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya, dan tidak istiqamah hatinya sehingga istiqamah lisannya." HR. Ahmad, dan baginya ada beberapa syahid).<br />وَسُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ؟ فَقَالَ: الفَمُ وَالْفَرَجُ.<br />Dan Nabi pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka? Beliau menjawab, 'Mulut dan kemaluan." (HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata: hasan shahih). <br /> Dan anehnya, sesungguhnya manusia bisa dengan mudah menjaga diri dari memakan yang haram, berbuat zalim, berzina, mencuri, meminum arak, memandang yang diharamkan dan selain yang demikian itu, dan sangat sulit atasnya menjaga diri dari gerakan lisannya. Dan berapa banyak engkau melihat laki-laki yang wara' (menjaga diri) dari perbuatan keji dan zalim, sedangkan lisannya memfitnah pada kehormatan orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia, dan ia tidak perduli dengan ucapannya.<br /> Dan dari Abu Hurairah , dari Nabi , beliau bersabda:<br />إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيْهَا, يَهْوِي بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ<br />"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang tidak jelas padanya, dia terjerumus dengan sebabnya di neraka lebih jauh di antara Timur dan Barat." HR. Muslim.<br />Dan dalam ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah , dalam hadits marfu':<br />مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.<br />"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam." <br /> Sebagian salaf berkata: 'Setiap ucapan anak manusia adalah membahayakannya, tidak berguna baginya, kecuali zikir kepada Allah dan yang mengikutinya.'<br /><br /><br /><br />Keempat: langkah kaki<br /> Adapun langkah kaki, maka memeliharanya adalah dengan cara tidak melangkahkan kakinya kecuali pada sesuatu yang dia mengharapkan pahalanya. Maka jika tidak ada tambahan pahala dalam langkahnya, maka duduk darinya lebih baik baginya. Dan ia bisa mengeluarkan diri dari setiap langkah yang mubah (boleh) menjadi ibadah dengannya dan meniatkannya karena Allah , maka langkahnya menjadi ibadah.<br /> Dan tatkala tergelincir itu ada dua: tergelincir kaki dan tergelincir lisan, datanglah salah satu dari keduanya disertai yang lain dalam firman Allah :<br />وَعِبَادُ الرَّحْمَانِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَاخَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلاَمًا <br />Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqan:63)<br />Maka Dia memberikan sifat istiqamah kepada mereka pada ucapan lisan dan langkah kaki mereka, sebagaimana Dia menggabungkan di antara pandangan mata dan bisikan hati dalam firman-Nya :<br />يَعْلَمُ خَآئِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَاتُخْفِي الصُّدُورُ <br />Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS. Ghafir:19)<br /> Dan Allah tempat meminta pertolongan, Dia yang mencukupkan kita dan sebaik-baik berserah diri. Semoga rahmat Allah dan kesejahteraan selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.<br />Diterjemahkan dari risalah 'Madakhil asy-Syaithan li ighwai al-Insan' min kalam al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.<br />Dipilih dan diringkas oleh divisi ilmiyah Dar al-Wathan.Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-62701547262350961092009-12-25T18:07:00.000-08:002009-12-25T18:09:46.145-08:00Qoul UlamaQoul Ulama<br /><br />Kesombongan<br />Aun bin Abdulloh berkata :<br /><br />كَفَى بِكَ مِنَ اْلِكْبِر أَنْ تَرَكَ لَكَ فَضْلاً عَلَى مَنَْ هُوَ دُوْنَكَ<br /><br />"Kafaa bika minal kibri an taroka laka fadhlan ala man huwa dunaka."<br />Artinya :<br />"Cukuplah kesombongan itu menghilangkan keutamaanmu dihadapan orang-orang dibawahmu." ( Sifatu Sofwa hlm juz 3 halaman 201 )<br /><br /><br /><br />Sewenang-wenang, sombong dan terlalu malu<br />Imam Mujahid berkata :<br /><br /><br />لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ جَبَّارٌ وَلاَ مُسْتكْبِرٌ وَلاَ مُسْتَحْيٌ<br /><br />"La yata'allamu al ilma Jabbarun wala mustakbirun wala mustahyun."<br />Artinya, "<br />"Tiada mendapatkan ilmu orang yang berlaku sewenang-wenang, orang yang sombong dan seorang yang pemalu." ( Al Faqiih wal Mutafaqqih juz 2 halaman 300 )<br /><br />Hawa nafsu, persahabatan dan ujub<br />Wahab bin Munabbih berkata :<br /><br />اِحْفَظُوا عَنِي ثَلاَثاً :<br />إيَّكُم وَالْهَوَى مُتَّبَعًا وَقَرِيْنُ سُوءٍ وَاِعْجَابُ الْمَرْء بِنَفْسِهِ<br /><br />"Ihfadzuu 'anni tsalatsan : Iyyakum wal hawa muttaba'an wa qoriinu suu' wa 'ijabul mar'I binafsihi. "<br />Artinya :<br />"Jagalah dirimu dari tiga hal : hawa nafsu yang selalu diikuti, teman yang jelek dan bangga terhadfap diri sendiri." ( Siyar 'Alam an Nubala juz 4 halaman 541 )<br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v :<br />فَدِيْنُ اْلمُسْلِمِيْنَ مَبْنِيٌّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَمَا اتَّفَقَتْ عَلَيْهِ اْلأَئِمَّةُ، فَهَذِهِ الثَّلاَثَةُ أَصُوْلٌ مَعْصُوْمَةٌ (مجموعة فتاوى ابن تيمية 20/164)<br />"Agama kaum muslimin dibangun atas dasar; mengikuti kitabullah, Sunnah Rasul-Nya dan kesepatakan para imam (ijma')" (lihat Majmu'ah Fatawa Ibnu Taimiyah 20/164)<br /><br />Abdullah bin Mas'ud z berkata:<br />إِنَّكُمْ سَتَجِدُوْنَ أَقْوَامًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّهُمْ يَدْعُوْنَكُمْ إِلَى كَتَابِ اللهِ وَقَدْ نَبَذُوْهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ فَعَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّبَدُّعَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَطُّعَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعَمُّقَ وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ (رواه اللالكائي في شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة 1/97)<br />"Kalian akan menemui golongan-golongan yang mengaku mengajak kalian kepada kitabullah, padahal mereka menaruhnya dibelakang punggung mereka. Maka kalian harus berilmu dan janganlah berbuat bid'ah, janganlah berlebih-lebihan dalam beramal ataupun perkataan dan berpeganglah kepada para pendahulu (salaf) (HR. Al-Lalika'iy, Syarhu Ushuli I'tiqodi Ahlis Sunnah wal Jama'ah 1/97)<br /><br />Asy-Sya'bi v berkata:<br />عَلَيْكَ بِآثَارِ السَّلَفِ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهَا لَكَ بِالْقَوْرِ (إعلام الموقعين 1/152)<br />"Berpeganglah kepada peninggalan para salaf walaupun karenanya kamu ditolak oleh orang banyak, jauhilah pendapat para tokoh, walaupun mereka menghiasi perkataan mereka." (I'lamul Muwaqi'in, Ibnu Qoyim Al-Jauziyah 1/152)<br /><br />Abdullah bin Mas'ud radhiaallahu'anhu berkata:<br />مَنْ كَانَ مُتَأَسِّيًا فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ n فَإِنَّهُمْ أَبَرُّ قُلُوْبًا وَأَعْمَقُهَا عِلْمًا وَأَقَلُّهَا تَكَلُّفًا وَأَقْوَمُهَا هَدْيًا وَأَحْسَنُهَا حَالاً، قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ الله ُلِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ وَاتَّبِعُوْا آثاَرَهُمْ فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى اْلهُدَى اْلمُسْتَقِيْمِ (إعلام الموقعين 4/139)<br />"Barangsiapa yang mengikuti seseorang hendaklah ia mengikuti para sahabat Rasulullah n . Karena sesungguhnya hati mereka adalah sebaik-baik hati manusia. Ilmu mereka adalah sedalam-dalam ilmu manusia. Mereka paling sedikit bebannya (tidak mengadakan urusan-urusan yang memberatkan diri), paling lurus jalan (hidup)nya dan paling baik keadaan akhlaknya. Suatu kaum yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, maka ketahuilah keutamaan mereka dan ikutilah atsar-atsarnya (jejak langkahnya) karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus." (I'lamul Muwaqi'in 4/139)<br /><br />Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib zberwasiat:<br />اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْئِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَآءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَآءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًّا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ<br />"Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang, dan keduanya mempunyai anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal." (HR. Bukhori secara Mu'allaqa)<br /><br />Imam Malik v berkata:<br />لاَيَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلهُاَ<br />"Generasi akhir ummat ini tidak akan baik kecuali dengan (jalan hidup) yang telah menjadikan baik generasi pendahulunya." (Dikutip dari buku Khutbatul Jum'at Pilihan hal. 197)<br /><br />Sufyan Ats-Tsauri v berkata:<br />الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ اْلمَعْصِيَّةِ. اْلمَعْصِيَّةُ يُتَابُ مِنْهَا وَاْلبِدْعَةُ لاَيُتَابُ مِنْهَا (شرح أصول الإعتقاد أهل السنة والجماعة للكائي 1/132)<br />"Perbuatan bid'ah itu lebih disukai iblis dari pada perbuatan maksiat, karena yang melakukan maksiat akan bertaubat dari kemaksiatannya sementara orang yang melakukan bid'ah tidak akan bertaubat dari kebid'ahannya." (Syarh Ushulil I'tiqadi Ahli Sunnah wal Jama'ah, Al-Lalikaiy 1/132)<br /><br />Ayub As-Sikhtiyani v berkata:<br />مَازْدَادُ صَاحِبُ بِدْعَةٍ اجْتِهَادًا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا (الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع، للإمام السيوطي : 66)<br />"Tidaklah seorang yang melakukan bid'ah semakin bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kebid'ahannya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah." (Al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'Anil Ibtida', Imam As-Suyuti, hal. 66)<br /><br />Abdullah bin Umar z berkata:<br />كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٍ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً (المدخل إلى السنن الكبرى للبيهقي رفم : 191)<br />"Setiap bid'a itu adalah sesat, sekalipun orang-orang memandang hal itu tampak baik." (Al-Madkhol ilas Sunanil Kubra, Al-Baihaqi, no. 191)<br /><br />Ibnul Qoyim v berkata:<br />احْذَرُوْا مِنَ النَّاسِ صِنْفَيْنِ: صَاحِبُ هَوَى قَدْ فَتَنَهُ هَوَاهُ وَصَاحِبُ دُنْيَا أَعْمَتْهُ دُنْيَاهُ (إغاثة اللهفان، لابن القيم الجوزية، 2/586)<br />"Waspadalah kalian terhadap dua tipe manusia, pengikut hawa nafsu yang diperbudak oleh hawa nafsunya dan pemburu dunia yang telah dibutakan (hatinya) lantara dunia (yang telah dicapainya)" (Ighotsatul Lahfan, Ibnul Qoyim Al-Jauziyah 2/586)<br /><br />Imam Malik v berkata:<br />مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ اِلإِسْلاَمِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعِمَ أَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا) فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَيَكُنِ اْليَوْمَ دِيْنًا<br />"Barangsiapa mengada-adakan dalam Islam suatu bid'ah dia melihatnya sebagai suatu kebaikan maka dia telah menuduh Muhammad menghianari risalah, karena Allah telah berfirman: "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku ridhoi Islam menjadi agamamu." Maka sesuatu yang bukan termasuk ajaran agama pada hari itu (saat hidup Rasul), bukan pula termasuk ajaran agama pada hari ini." (Dakwatul Kholaf Ila Thoriqis Salaf, Muhammad bin Ali bin Ahmad Bafadhl, hal.)<br /><br />Umayyah bin Shalt v berkata:<br />أَيُّمَا شَاطِنٌ عَصَاهُ عَكَاهُ وَرَمَاهُ فِيْ السِّجْنِ وَاْلأَغْلاَلِ<br />"Siapa yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, ia akan menjerumuskan yang punya kedalam penjara dan belenggu rantai." (Edisi terjemah, Mashoibul Insan Min Makaidisy Syaithan, Al-Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih Al-Maqdisi Al-Hanbali, hal. 8)<br /><br />Abdullah bin Mas'ud zberkata:<br />الْقَصْدُ فِي السُنَّةِ خَيْرٌ مِنَ اْلإِجْتِهَادِ فِي اْلبِدْعَةِ (رواه الدارمي، رقم : 223)<br />"Sederhana dalam Sunnah lebih baik dari pada bersungguh dalam masalah bid'ah." (HR. Ad-Darimi no. 223, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)<br /><br />Abdullah bin Mas'ud zberkata:<br />تَعَلَّمُوْا اْلعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ، وَقَبْضُهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ، أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَنَطُّعِ وَالتَعَمُّقِ وَالْبِدَعِ، وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ (رواه الدارمي، رقم 144 بسند ضعيف)<br />"Pelajirah ilmu sebelum itu hilang, dan hilangnya ilmu itu dikarenakan wafatnya para ahlina. Ingatlah! Hendaknya kamu menjauhi memfasih-fasihkan dalam perkataan, berpanjang lebar dalam ucapan, dan bid'ah (menciptakan hal-hal yang baru dalam masalah agama), dan hendaknya kalian berpegang teguh kepada yang lama (salaf). (HR. Ad-Darimi no. 144, sanadnya dianggap dhoif)<br /><br />Ibnu Abbas zberkata:<br />إِنَّ أَبْغَضُ اْلأُمُوْرِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الْبِدَعُ، وَإِنَّ مِنَ اْلبِدَعِ اْلاِعْتِكَافُ فِي الْمَسْجِدِ الَّتِيْ فِي الدُوْرِ<br />"Hal yang paling dibenci oleh Allah adalah bid'ah, dan diantara perbuatan yang termasuk dalam perbuatan bid'ah adalah beri'tikaf di masjid dengan membuat lingkarang." (Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra 4/316)<br /><br />Umar bin Abdul Aziz v berkata:<br />أُصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، وَاْلإِقْتِصَادِ فِيْ أَمْرِهِ، وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ رَسُوْلِه n ، وَتَرَكَ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدُ<br />"Aku berwasiat kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, mengikuti Sunnah Rasul-Nya, dan meninggalkan sesuatu yang disampaikan oleh orag-orang yang senantiasa menciptakan hal-hal yang baru (dalam masalah agama) sepeninggalanku." (Bid'ah yang dibungkus dengan hadits palsu, Abu Syama', hal. 40)<br /><br />Umar bin Khattab zberkata:<br />نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هَذِهِ يَعْنِيْ إِنَّهَا مُحْدَثَةُ لَمْ تَكُنْ، وَإِذَا كَانَتْ فَلَيْسَ فِيْهِ رَدٌّ لِمَا مَضَى<br />"Ini adalah bid'ah yang baik, yakni yang baru yang belum ada sebelumnya. Tetapi jika dilaksanakan, maka tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada sebelumnya." (Bid'ah yang dibungkus dengan hadits palsu, Abu Syama', hal. 59)<br />• قال الحسن :( إنّ العبد لايزال بخير ماكان له واعظ من نفسه وكانت المحاسبة من همته )<br />Qoola al Hasan : "innal 'abda laa yazaalu bikhoirin maa kaana lahu waa'idzun min nafsihi wakaanatil muhasabatu min himmatihi"<br />Al-Hasan berkata: " Sesungguhnya seorang hamba masih akan tetap baik selama masih memiliki penasehat dari jiwanya, serta menjadikan muhasabah sebagai capainya."<br />( Ibnu Qoyyim al Jauziyyah, Ighotsatuh al lahfan fii mashoyidisy syaithon, 1/158 )<br /><br />• قال ابن عون : ( ذكر الناس داء, وذكر الله دواء )<br />Qoola ibnu 'Aun : "Dzikrunnaasi daa'un, wa dzikrullah dawa'un"<br />Ibnu 'Aun berkata, : "Membicarakan manusia adalah penyakit, dan mengingat Allah adalah obat "<br />( Hisyam bin Ismail Ash Shoyani, Manhaj Ahlu sunnah wal JAma'ah fi an naqd wal hukmi alal akhorin, hlm.73)<br /><br />• قال الإمام أحمد : ( على كلّ حال من الأحوال القران كلام الله غير مخلوق)<br />Qola imam Ahmad : "ala kulli hal minalahwal al qur'an kalamullah ghoiru makhluk"<br />Imam Ahmad berkata : "Walau dalam kondisi apapun, al qur'an adalah kalamullah bukan makhluk"<br />( Abdurrahman bin Yusuf Al Jadi' , al aqidah as salafiyah fii kalami robbi al bariyyah wa roddiyah, hlm. 247 )<br /><br />• قال الإمام أحمد :( من قال : لفظي بالقران مخلوق فهو جهنيّ, ومن قال : غير مخلوق , فهو مبتدع لا يكلَّم )<br />Qoola imam Ahmad : "man qoola lafdzii bil qur'an makhluk fahuwa Jahmiy, wa man qoola ghoru makhluk fahuwa mubtadi' laa yukallam"<br />Imam Ahmad berkata : "Siapa yang mengatakan 'Lafadku membaca al Qur'an adalah makhluk' maka ia adalah Jahmiyah, dan siapa yang mengatakan : bukan makhluk maka ia ahlu bid'ah, tidak usah diajak bicara'<br />( Ibnu Taimiyah, Majmu' fatawa : 12 / 325 atau Abdurrahman bin Yusuf Al Jadi' , al aqidah as salafiyah fii kalami robbi al bariyyah wa roddiyah : 270 )<br /><br /><br />Oleh : Saifuddin<br /><br />أقوال السلف<br />ابن أحمد<br /><br />شميط بن عجلان :<br />من جعل الموت نصب عينيه لم يبال بضيق الدنيا ولابسعتها<br />( منهاج القاصدين 311 )<br /><br />Berkata syamith bin 'Ajlan :<br />" Barang siapa yang menjadikan kematian senantiasa dihadapan matanya, maka dia tidak akan peduli dengan kesempitan dunia maupun kemewahannya."<br />( Minhajul Qoshidin : 311 )<br /><br /><br />قال فضيل بن عياض :<br />من أحب أن يذكر لم يذكر ومن كره أن يذكر ذكر<br />( سير الأعلام 432 )<br /><br />Fudail bin iyadh berkata : barang siapa yang suka untuk disebut – sebut namanya maka ia tidak akan terkenal, dan barang siapa yang tidak suka untuk disebut – sebut namanya, maka ia akan terkenal.<br />( Siyarul A'lam : 432 )<br /><br />قال وهب بن منبه<br />إحفظوا عني ثلاثا : إياكم وهوى متبعا وقريب سوء وإعجاب المرء بنفسه<br />( سير الأعلام 4\541 )<br /><br />Wahab bin Munabih berkata :<br />jagalah dariku tiga perkara : 1] jauhilah olehmu dari mengikuti tiga hawa nafsu, teman yang buruk, dan bangga seseorang terhadap dirinya.<br />( Syiarul A'lam : 4 / 541 )<br /><br />قال أبودرداء<br />إستعينواباالله من خشوع النفاق قيل وما خشوع النفاق ؟ أن يرى الجسد خاشعا والقلب ليس بخاشع<br />( الصفوة 1\363 )<br /><br />Abu Darda berkata :<br /><br />Berlindunglah kalian kepada Alloh dari Khusu'nya kemunafikan, ketika ditanyakan apakah khusunya nifak itu ? yaitu ketika penampilannya kelihatan khusu' padahal hatinya tidak khusu'<br />( as shofwah : 1 / 363 )<br /><br /><br /><br />قال محمد بن إدريس الشافعي :<br />أحب الصالحين ولست منهم وأرجوأن أنال بهم شفاعة<br />( قادة الفكر الإسلامي - عبدالله بن سعد ص 386)<br /><br />Imam syafi'i berkata :<br />saya mencintai orang – orang sholih, dan saya bukanlah dari kalangan mereka, saya berharap untuk mendapatkan syafaat bersama mereka<br />( Qodatul Fikri : 326 )<br /><br />قال أبودرداء<br />إن من شرالناس عندالله عزوجل منزلة يوم القيامة عالما لم ينتفع بعلمه<br />( حياة الصحابة :3\244)<br />Berkata Abu Darda :<br />Sesungguhnya sejelek – jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Alloh adalah orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya.<br />( Hayatus Shohabah : 3 / 244 )<br /><br /><br />قال الحسن البصري<br />: ليس الإيمان بالتحلي ولا بالتمني ولكنه ماوقر في الصدر وصدقته الأعمال<br /><br />Hasan AL Bashri berkata :<br />Iman itu bukan hanya hiasan dan angan – angan, akan tetapi ia adalah sesuatu yang tertanam dalam lubuk hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan..<br />( al Izz al Hanafi, syarh al – aqidah At thohawiyah : 339 )<br /><br /><br />Umar ibnul khottob berkata:<br />”Haasibuu anfusakum qobla antuhaasibuu, dan timbanglah amalanmu sebelum amalanmu ditimbang, watuzayinuu lil ‘irdhi al akabar”.<br /><br /><br />Uamar bin khotob mengatakan<br />:”Siapa yang banyak bicara, pasti banyak salahnya. Siapa banyak salahnya, pasti banyak dosanya, dan siapa banyak dosanya, maka neraka lebih pantas baginya”.<br /><br /><br />Abul qosim al hakim berkata<br />:”siapa takut sesuatu tentu ia alkan lari darinya, tapi bila ia takut kepada Allah, justru ia mendekat kepadanya”.<br /><br /><br />Ahlul ilmi mengatakan<br />:”ihdzar min tsalats:<br />ihdzar zalatul alim wala ta’dzimuhu qodrohu, wattafaqo hafwatul jahil wala tu’adihi.Watunabbiha lighoflatirrojul assholih wala talzimuhu.<br />“hindari 3 perkara:<br />1. Tergelincirnya (lidah) seorang alim tapi jangan sampai meremehkan kapasitasnya.<br />2. Ocehan si jahil tapi jangan sampai memusuhinya.<br />3. lalainya seorang yang sholih dan tak perlu menggunjingnya.<br /><br /><br />Imam asy syafi’i mengatakan:<br />”Aku hidup, pasti aku makan. Aku mati, pasti dapat kuburan.citaku bak ambisi raja, jiwaku jiwa bebas merdeka, yangmemandang kekufuran tak ubahnya kehinaan kerendahan”.(ana in isytu lastu a’damu quutan. Wain mittu lastu a’damu qobron, himmatii, himmatul mulk, wanafsi nafsul hurri tarol madzallah kufron”.<br /><br /><br />Jibril berkata<br />:”yaa muhammad, isy maa syi’ta, fainnaka mayyitun, wa ahbib maa syi’ta fainnaka mufaariquhu, wa’mal maa syi’ta fainnaka mulaaqihi”. (’wahai Muhammad, hidpulah sekehendakmu, tapi engkau akan mati, cintailah apa saja, tapi engkau akan meninggalkannya dan berbuatlah semaumu tapi engkau akan dibalas”.<br /><br /><br />Sahl bin abdullah rohimahullah berkata:<br />”Alamatu hubbillah, hubbul qur’an, wa alaamatu hubbil qur’an hubbinnabiy S.A.W. wa alaamtu hubbinnabiy, hubbussunnah, wa alamatu hubbillah wahubbul qur’an wahubbinnabiy, hubbul akhiroh, wa alamatu hubbil akhiroh ayyuhibba nafsahu, wa alamatu hubbi nafsihi, ayyubghidhod dunya, wa alamatu bughdhid dunya alla ya’khudza minha illazzaad wal bulghoh”.<br />”<br /><br /><br /><br /><br /> قال كعب : من أكثر ذكر الله عز وجل برئ من النفاق<br />Qaala Ka'ab: "Man Aktsara Dzikrillah 'Azza Wajalla Barium Minan Nifaq" <br />Berkata Ka'ab:" Barangsiapa yqang banyak berdzikir akepada Allah kama akan terlepas dari kenifakan".( Al Waabil Ash Shayyib, Ibnu Qayyim. Cet.I,th.1418 H/1997M, al Maktabah Al Islamiyah. Hal 109).<br /> قال شيخ الإسلام ابن تيمية : الذكر للقلب مثل الماء للسمك , فكيف حال السمك إذا فارق الماء<br />Qaala Syikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Adz- Dzikru Lil Qalbi, Mitslu Al- Maai lissamak". <br />Berkata Syaikhul Islam :" Dzikir terhadap hati bagaikan air terhadap ikan maka bagaimana halnya ikan apabila terpisah dengan air".".( Al Waabil Ash Shayyib, Ibnu Qayyim. Cet.I,th.1418 H/1997M, al Maktabah Al Islamiyah. Hal 110 ).<br /> <br /> قال لقمان لابنه : إن مثل أهل الذكر والغفلة كما النور والظلمة <br />Qaala Luqman Li Ibnihi, Inna Matsala Ahli Dzikri wal Ghaflah Kama An Nur wal Dzulumah"( Bidayah Wan Nihayah, Ibnu katsir, Juz.9/hal.226. Cet.I,tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Ash Shafa ).<br />Berkata luqman kepada Anakmya:" Sungguh permisalan Ahli Dzikir dengan Orang yang lalai seperti Cahaya dan kegelapan".<br /> قال على بن الحسين : إن الله يحب المؤمن المذنب التواب.<br />Qaala 'Ali Bin Husain, Inna Allaha Yuhibbul Mukmin Al Mudzannib At- Tawwab.<br />Berkata Ali Bin Husain:" Sungguh Allah mencintai seorang Mukmin Yang berdosa yang bertaubat"."( Bidayah Wan Nihayah, Ibnu katsir, Juz.9/hal.96. Cet.I,tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Ash Shafa ).<br /><br />Amir Hamdan<br />Aqwalus Salaf<br /><br />وروى الخطيب البغدادي بإسناده عن إسحق بن عبدالله قال (أقرب الناس من درجة النبوة أهل العلم وأهل الجهاد، قال: فأما أهل العلم فدلّوا الناس علي ماجاءت به الرسل، وأما أهل الجهاد فجاهدوا على ماجاءت به الرسل) أهـ (الفقيه والمتفقِّه، 1/35).<br />Aqrabun nas min darajatin nubuwwati ahlul ilmi wa ahlul jihad, qala faamma ahlul ilmi fadallu annas ‘ala maja bihir Rasul, waamma ahlul jihad fajahadu ‘ala majaat bihir Rasul.<br />Diriwayatkan oleh al Khatib Al Baghdadi dengan sanadnya dari Ishaq bin Abdullah ia berkata: manusia yang paling dekat derajatnya dengan kenabian adalah ahlul ilmi dan ahlul jihad, ia berkata: ahlul ilmi mereka yang menunjuki manusia sesuai yang datang dari Rasulullah n , sedangkan ahlul jihad mereka berjihad sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah n .<br /><br />وقال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس (قوا أنفسكم وأهليكم ناراً) يقول اعملوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله وَأْمُروا أهليكم بالذكر ينجيكم الله من النار. ( الجامع في طلب العلم الشريف )<br />Qala Ibnu Abi thalhah an Ibni Abbas ( quu anfusakum wa ahlikum naara ) yaqulu I’malu bitha’atillah wattaqu ma’ashillah wa amaru ahlikum bidz-dzikri yunji kumullah minannar.<br />Berkata Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas mengenai ayat ( quu anfusakum wa ahlikum naara ) ia berkata: kerjakanlah ketaatan kepada Allah k dan takutlah berbuat maksiat kepada allah dan perintahkanlah keluargamu dengan berdzikir, maka Allah k akan menyelamatkanmu dari api neraka.<br /><br />شيـــخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله قال: ويجب تعليم أولاد المسلمين ماأمر الله بتعليمهم إياه، وتربيتهم على طاعة الله ورسوله. ( الجامع في طلب العلم الشريف )<br />Syaihul islam ibnu Taimiyyah v qala: wa yajibut ta’limu auladil muslimin ma amarallah bita’limihim iyyahu, wa tarbiyatihim ‘ala tha’atillah wa Rasulihi.<br />Syaikhul Islan Ibnu taimiyyah v berkata: wajib mengajarkan anak-anak kaum muslimin dengan apa-apa yang diperintahkan Allah k kepadanya dan mendidik mereka kepada ketaatan kepada Allah k dan Rasul-Nya.<br /><br /><br /><br />JANGAN DI HAPUS PENTING <br />AQWALUS SALAF<br /><br />قال الإمام أحمد : "لايوصف الله إلا بما وصف به نفسه أو وصفه به رسوله, لا يتجاوز القرآن والحديث " <br />ARTINYA: “Allah ktidak disifati kecuali dengan apa-apa yang telah Dia sifai sendiri atau disifati oleh RosulNya dan tidak menyelisihi Al Qu’an dan As Sunnah”.<br />( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 48)<br />قال ابن تيمية : من شر أقوال أهل البدع و الإلحاد <br />“Termasuk sejelek-jelek perkataan adalah perkataannya ahlu bid’ah dan atheis”.<br />( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 59)<br />Imam Malik ditanya tentang firmanNya surat Thoha: 5 "الرحمن على عرش استوى" <br />"كيف استوى ؟ فأطرق مالك برأسه حتى علاه العراق, ثم رفع رأسه وقال : "الإستواء معلوم و الكيف مجهول و الإيمان به واجب و السؤال عنه بدعة " <br />Bagaimanakah istiwa’nya Allah k? lalu Imam Malik memukul kepala orang itu sampai bercucuran keringatnya, lalu mengangkat kepalanya dan berkata; “istiwa’ itu telah diketahui, beriman kepadanya wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah”.<br />( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 64)<br />قال ابن القيم : "كلام المتقدمين قليل كثير البركة , و كلام المتأخرين كثير قليل البراكة".<br />Ibnu Qoyim berkata: “perkataan para pendahulu sedikit tapi banyak barokah, sedangkan perkataan para mutakhkhirin banyak tapi sedikit barokah”. ( hilyatu tholibil ilmi, syeikh bakar Abu Zaid)<br />قال نعيم بن حماد الخزاعي شيخ البخاري : " من شبه الله بخلقه, فقد كفر, ومن جحد ما وصف الله به نفسه كفر وليس فيما وصف الله به نفسه أو بما وصف به رسوله تشبيه و لا تمثيل".<br />Nuaim bin Hamad Al Khoza’I Syaikhnya imam Bukhori berkata: “barang siapa yang meyerupakan Allah k dengan makhluqnya, maka sungguh ia telah kafir”. Karena ia telah mengumpulkan antara mendustakan khobar ( yaitu firmanNya dalam Asy Syuro: 11) dan menolak tholab (yaitu perintah Allah k agar tidak diserupakan dengan yang lainnya sebagaiman dalam An Nahl: 74). ( SYAIH AQIDAH WASHITIYAH SYAIH UTSAIMIN : 66 dan 83)<br />قال بعض السلف: "إذا قال لك الجهمي : إن الله ينزي إللى السماء, فكيف ينزل ؟ فقل : إن الله أخبرنا أنه ينزل , ولم يخبرنا كيف ينزل . <br />Berkata sebagian salaf: “jika orang jahmiyah berkata kepadamu: “sesungguhnya Allah k itu turun, lalu bagaimanakah Allah k turun? Maka katakanlah: “sesungguhnya Allah k menghabarkan kepada kita bahwa Dia turun namun tidak maenghabarkan kepada kita bagaimana kita turun.” ( SYAIH AQIDAH WASHITIYAH SYAIH UTSAIMIN : 63)<br />ومن كلام الشافعي : "آمنت بالله وبما جاء عن الله على مراد الله , وآمنت برسول الله و بما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله<br />Dan termasuk dari perkataan Imam Syafi’I: “aku beriman kepada Allah k dan dengan apa yang datang darinya dan sesuai dengan apa yang dimaksudnya, demikian juga aku beriman kepada Rosululloh dan dengan apa yang dibawa Rosululloh sesuai dengan apa yang dikehendaki beliau”.Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-78839668735469863452009-12-23T23:52:00.000-08:002009-12-23T23:53:37.836-08:00TaubatTaubat<br /><br /> <br /><br />قال العلماء: التوبة واجبة من كل ذنب، فإن كانت المعصية بين العبد وبين الله تعالى لا تتعلق بحق آدمى، فلها ثلاثة شروط:<br /><br />أحدها : أن يقلع عن المعصية.<br /><br />والثانى: أن يندم على فعلها.<br /><br />والثالث: أن يعزم أن لا يعود إليها أبداً. فإن فُقد أحد الثلاثة لم تصح توبته.وإن كانت المعصية تتعلق بآدمى فشروطها أربعة: هذه الثلاثة، وأن يبرأ من حق صاحبها، فإن كانت مالاً أو نحوه رده إليه، وإن كانت حد قذف ونحوه مكنه منه أو طلب عفوه، وإن كانت غيبة استحله منها. ويجب أن يتوب من جميع الذنوب ، فإن تاب من بعضها صحت توبته عند أهل الحق من ذلك الذنب، وبقى عليه الباقى. وقد تظاهرت دلائل الكتاب، والسنة، وإجماع الأمة على وجوب التوبة:<br /><br />قال الله تعالى: {وتوبوا إلى الله جميعاً أيها المؤمنون لعلكم تفلحون} ((النور: 31)) وقال تعالى: {استغفروا ربكم ثم توبوا إليه} ((هود: 3)) وقال تعالى:{ يا أيها الذين آمنوا توبوا إلى الله توبة نصوحاً} ((التحريم: 8)).<br /><br />Para alim-ulama berkata:<br /><br />"Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang manusia yang lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, iaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.<br /><br />Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, iaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepas-kan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.<br /><br />Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebahagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlul haq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati.<br /><br />Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.<br /><br />Allah Ta'ala berfirman:<br /><br />"Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperolehi kebahagiaan." (an-Nur: 31)<br /><br />Allah Ta'ala berfirman lagi:<br /><br />"Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3)<br /><br />Dan lagi firmanNya:<br /><br />"Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8)<br /><br />Keterangan:<br /><br />Taubat nashuha itu wajib dilakukan dengan memenuhi tiga macam syarat sebagaimana di bawah ini, iaitu:<br /><br />(a) Semua hal-hal yang mengakibatkan diterapi seksa, kerana berupa perbuatan yang dosa jika dikerjakan, wajib ditinggalkan secara sekaligus dan tidak diulangi lagi.<br /><br />(b) Bertekad bulat dan teguh untuk memurnikan serta membersihkan diri sendiri dari semua perkara dosa tadi tanpa bimbang dan ragu-ragu.<br /><br />(c) Segala perbuatannya jangan dicampuri apa-apa yang mungkin dapat mengotori atau sebab-sebab yang menjurus ke arah dapat merosakkan taubatnya itu.<br /><br /> <br /><br /> 13- وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة " ((رواه البخاري)).<br /><br />13. Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:<br /><br />"Demi Allah, sesungguhnya saya itu nescayalah memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)<br /><br /> <br /><br /> 14- وعن الأغر بن يسار المزنى رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " ياأيها الناس توبوا إلى الله واستغفروه فإنى أتوب في اليوم مائه مرة" ((رواه مسلم)).<br /><br />14. Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:<br /><br />"Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, kerana sesungguhnya saya ini bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim)<br /><br /> <br /><br /> 15- وعن أبي حمزة أنس بن مالك الأنصارى خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم، رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " لله أفرح بتوبة عبده من أحدكم سقط على بعيره وقد أضله في أرض فلاة " ((متفق عليه)).<br /><br />وفى رواية لمسلم: لله أشد فرحا بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان على راحلته بأرض فلاة، فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها، فأتى شجرة فاضطجع في ظلها، وقد أيس من راحلته، فبينما هو كذلك إذا هو بها، قائمة عنده ، فأخذ بخطامها ثم قال من شدة الفرح: اللهم أنت عبدي وأنا ربك، أخطأ من شدة الفرح".<br /><br />15. Dari Abu Hamzah iaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:<br /><br />"Nescayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang jatuh di atas untanya dan oleh Allah ia disesatkan di suatu tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih)<br /><br />Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:<br /><br />"Nescayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya ketika ia bertaubat kepadaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang berada di atas kenderaannya - yang dimaksud ialah untanya - dan berada di suatu tanah yang luas, kemudian menyingkirkan kenderaannya itu dari dirinya, sedangkan di situ ada makanan dan minumannya. Orang tadi lalu berputus-asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon terus tidur berbaring di bawah naungannya, sedang hatinya sudah berputus asa sama sekali dari kenderaannya tersebut. Tiba-tiba di kala ia berkeadaan sebagaimana di atas itu, kenderaannya itu nampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Oleh sebab sangat gembiranya maka ia berkata: "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu". Ia menjadi salah ucapannya kerana amat gembiranya."<br /><br />Keterangan:<br /><br />Jadi kegembiraan Allah Ta'ala di kala mengetahui ada hambaNya yang bertaubat itu adalah lebih sangat dari kegembiraan orang yang tersebut dalam ceritera di atas itu.<br /><br /> <br /><br /> 16- وعن أبي موسى عبد الله بن قيس الأشعرى رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " إن الله تعالى يبسط يده بالليل ليتوب مسيء النهار، ويبسط يده بالنهار ليتوب مسيء الليل حتى تطلع الشمس من مغربها" ((رواه مسلم)).<br /><br />16. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya:<br /><br />"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya - yakni kerahmatanNya -di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat - yakni di saat hampir tibanya hari kiamat, kerana setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang." (Riwayat Muslim)<br /><br /> <br /><br /> 17- وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " من تاب قبل أن تطلع الشمس من مغربها تاب الله عليه" ((رواه مسلم)).<br /><br />17. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat Muslim)<br /><br />Keterangan:<br /><br />Huraian dalam Hadis di atas sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surat Nisa', ayat 18 yang berbunyi:<br /><br />"Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga di kala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian - sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah di kerongkongan - tiba-tiba ia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."<br /><br /> <br /><br /> 18- وعن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " إن الله عز وجل يقبل توبة العبد ما لم يغرغر" ((رواه الترمذي وقال: حديث حسن)).<br /><br />18. Dari Abu Abdur Rahman iaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:<br /><br />"Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama rohnya belum sampai di kerongkongannya - yakni ketika akan meninggal dunia."<br /><br />Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.<br /><br /> <br /><br /> 19- وعن زر بن حبيش قال: أتيت صفوان بن عسال رضي الله عنه أسأله عن المسح على الخفين فقال: ما جاء بك يازر؟ فقلت: ابتغاء العلم، فقال: إن الملائكة تضع أجنحتها لطالب العلم رضي بما يطلب، فقلت: من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ، فجئت أسألك: هل سمعته يذكر في ذلك شيئاً؟ قال: نعم، كان يأمرنا إذا كنا سفراً- أو مسافرين- أن لا ننزع خفافناً ثلاثة أيام ولياليهن إلا من جنابة، ولكن من غائط وبول ونوم. فقلت: سفر، فبينا نحن عنده إذ ناداه أعرابى بصوت له جهورى: يا محمد، فأجابه رسول الله صلى الله عليه وسلم نحواً من صوته: "هاؤم" فقلت له: ويحك اغضض من صوتك فإنك عند النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد نهيت عن هذا! فقال: والله لا أغضض. قال الأعرابى: المرء يحب القوم ولما يلحق بهم؟ قال النبي صلى الله عليه وسلم: " المرء مع من أحب يوم القيامة" فما زال يحدثنا حتى ذكر باباً من المغرب مسيرة عرضه أو يسير الراكب في عرضه أربعين أو سبعين عاماً. قال سقيان أحد الرواة قبل الشام خلقه الله تعالى يوم خلق السشماوات والأرض مفتوحاً للتوبة لا يغلق حتى تطلع الشمس منه" ((رواه الترمذي وغيره وقال: حديث حسن صحيح)).<br /><br />19. Dari Zir bin Hubaisy, katanya: "Saya mendatangi Shafwan bin 'Assal r.a. perlu menanyakan soal mengusap dua buah sepatu khuf (but). Shafwan berkata: "Apakah yang menyebabkan engkau datang ini, hai Zir?" Saya menjawab: "Kerana ingin mencari ilmu pengetahuan." Ia berkata lagi: "Sesungguhnya para malaikat itu sama meletakkan sayap-sayapnya - yakni berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau kerana tunduk menghormat - kepada Orang yang menuntut ilmu, kerana redha dengan apa yang dicarinya."<br /><br />Saya berkata: "Sebenarnya saya sudah tergerak dalam hatiku akan mengusap di atas dua buah sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil. Engkau adalah termasuk salah seorang sahabat Nabi s.a.w., maka dari itu saya datang ini untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan mengusap sepatu khuf itu daripadanya?" Shafwan menjawab: "Ia pernah. Rasulullah s.a.w. menyuruh kita semua, jikalau kita sedang dalam berpergian, supaya kita jangan melepaskan sepatu khuf kita selama tiga hari dengan malamnya sekali, kecuali jikalau kita terkena janabah, tetapi kalau hanya kerana membuang air besar atau kecil atau kerana sehabis tidur, bolehlah tidak usah dilepaskan."<br /><br />Saya berkata lagi: "Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan cinta?" Dia menjawab: "Ya pernah. Pada suatu ketika kita bersama dengan Rasulullah s.a.w. dalam berpergian. Di kala kita berada di sisinya itu, tiba-tiba ada seorang a'rab (orang Arab dari pergunungan) memanggil beliau itu dengan suara yang keras sekali, katanya: "Hai Muhammad." Rasulullah s.a.w. menjawabnya dengan suara yang sekeras suaranya itu pula: "Mari ke mari". Saya berkata pada orang a'rab tadi: "Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu, sebab engkau ini benar-benar ada di sisi Nabi s.a.w.,sedangkan aku dilarang semacam ini - yakni bersuara keras-keras di hadapannya-. "Orang a'rab itu berkata: "Demi Allah, saya tidak akan memperlahankan suaraku." Kemudian ia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ada orang mencintai sesuatu golongan, tetapi ia tidak dapat menyamai mereka - dalam hal amal perbuatannya serta cara mencari kesempurnaan kehidupan dunia dan akhiratnya. Nabi s.a.w. menjawab: "Seseorang itu dapat menyertai orang yang dicintai olehnya esok pada hari kiamat." Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kita, sehingga akhirnya menyebutkan bahawa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya yakni sekiranya seseorang yang berkenderaan berjalan hendak menempuh jarak luasnya itu, maka jarak antara dua hujung pintu tadi adalah sejauh empat puluh atau tujuh puluh tahun."<br /><br />Salah seorang yang meriwayatkan Hadis ini iaitu Sufyan mengatakan: "Di arah Syam pintu itu dijadikan oleh Allah Ta'ala sejak hari Dia menciptakan semua langit dan bumi, senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sehingga terbitlah matahari dari sebelah barat yakni dari dalam pintu tadi."<br /><br />Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lain-lainnya dan Imam Tirmidzi mengatakan bahawa Hadis ini adalah hasan shahih.<br /><br /> <br /><br /> 20- وعن أبي سعيد سعد بن مالك بن سنان الخدري رضي الله عنه أن نبي الله صلى الله عليه وسلم قال: " كان فيمن كان قبلكم رجل قتل تسعة وتسعين نفساً، فسأل عن أعلم أهل الأرض، فدل على راهب، فأتاه فقال: إنه قتل تسعه وتسعين نفساً، فهل له من توبة؟ فقال: لا، فقتله فكمل به مائةً، ثم سأل عن أعلم أهل الأرض، فدل على رجل عالم فقال: إنه قتل مائة نفس فهل له من توبة؟ فقال: نعم، ومن يحول بينه وبين التوبة؟ انطلق إلى أرض كذا وكذا، فإن بها أناساً يعبدون الله تعالى فاعبد الله معهم، ولا ترجع إلى أرضك فإنها أرض سوءٍ، فانطلق حتى إذا نصف الطريق أتاه الموت، فاختصمت فيه ملائكة الرحمة وملائكة العذاب. فقالت ملائكة الرحمة: جاء تائبا مقبلا بقلبه إلى الله تعالى، وقالت ملائكة العذاب: إنه لم يعمل خيرا قط، فأتاهم ملك في صورة آدمي فجعلوه بينهم- أي حكماً- فقال: قيسوا ما بين الأرضين فإلى أيتهما كان أدنى فهو له، فقاسوا فوجدوه أدنى إلى الأرض التي أراد، فقبضته ملائكة الرحمة" ((متفق عليه)).<br /><br />وفي رواية في الصحيح: فكان إلى القرية الصالحة بشبر، فجعل من أهلها وفي رواية في الصحيح: فأوحى الله تعالى إلى هذه أن تباعدي، وإلى هذه أن تقربي، وقال: قيسوا ما بينهما، فوجدوه إلى هذه أقرب بشبرٍ فغفر له وفي رواية: فنأى بصدره نحوها <br /><br />20. Dari Abu Said, iaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahawasanya Nabiullah s.a.w. bersabda:<br /><br />"Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, ialu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. la pun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahawa sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahawa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk." Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian.<br /><br />Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahawasanya orang ini sama sekali belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun."<br /><br />Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahawa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)<br /><br />Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya."<br /><br />Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini - tempat asalnya - supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini - tempat yang hendak dituju - supaya engkau mendekat - maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahawa kepada yang ini -yang dituju - adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya."<br /><br />Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang tersebut bergerak - amat susah payah kerana hendak mati - dengan dadanya ke arah tempat yang dituju itu."<br /><br />Keterangan:<br /><br />Huraian Hadis ini menjelaskan perihal lebih utamanya berilmu pengetahuan dalam selok-belok agama, apabila dibandingkan dengan terus beribadat tanpa mengetahui bagaimana yang semestinya dilakukan. Juga menjelaskan perihal keutamaan 'uzlah atau mengasingkan diri di saat keadaan zaman sudah boleh dikatakan rosak binasa dan kemaksiatan serta kemungkaran merajalela di mana-mana.<br /><br /> <br /><br /> 21- وعن عبد الله بن كعب بن مالك، وكان قائد كعب رضي الله عنه من بنيه حين عمي قال: سمعت كعب بن مالك رضي الله عنه يحدث بحديثه حين تخلف عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في غزوة تبوك. قال كعب: لم اتخلف عن رسول الله، صلى الله عليه وسلم ، في غزوة غزاها قط إلا في غزوة تبوك، غير أني قد تخلفت في غزوة بدر، ولم يعاتب أحد تخلف عنه، إنما خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم والمسلمون يريدون عير قريش حتى جمع الله تعالى بينهم وبين عدوهم على غير ميعاد. ولقد شهدت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة العقبة حين تواثقنا على الإسلام، وما أحب أن لي بها مشهد بدرٍ، وإن كانت بدر أذكر في الناس منها.<br /><br />وكان من خبري حين تخلف عن رسول الله، صلى الله عليه وسلم، في غزوة تبوك أني لم أكن قط أقوى ولا أيسر مني حين تخلفت عنه في تلك الغزوة، والله ما جمعت قبلها راحلتين قط حتى جمعتهما في تلك الغزوة، ولم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم يريد غزوة إلا ورى بغيرها حتى كانت تلك الغزوة، فغزاها رسول الله صلى الله عليه وسلم في حر شديد، واستقبل سفراً بعيداً ومفازاً، واستقبل عدداً كثيراً، فجلى للمسلمين أمرهم ليتأهبوا أهبة غزوهم فأخبرهم بوجههم الذي يريد، والمسلمون مع رسول الله كثير ولا يجمعهم كتاب حافظ "يريد بذلك الديوان" قال كعب: فقل رجل يريد أن يتغيب إلا ظن أن ذلك سيخفى به مالم ينزل فيه وحي من الله، وغزا رسول الله صلى الله عليه وسلم تلك الغزوة حين طابت الثمار والظلال فأنا إليها أصعر فتجهز رسول الله صلى الله عليه وسلم والمسلمون معه، وطفقت أغدو لكي أتجهز معه، فأرجع ولم أقض شيئاً، وأقول في نفسي: أنا قادر على ذلك إذا أردت، فلم يزل يتمادى بي حتى استمر بالناس الجد، فأصبح رسول الله صلى الله عليه وسلم غادياً والمسلمون معه، ولم أقض من جهازي شيئاً، ثم غدوت فرجعت ولم أقض شيئاً، فلم يزل يتمادى بي حتى أسرعوا وتفارط الغرو، فهممت أن أرتحل فأدركهم، فياليتني فعلت، ثم لم يقدر ذلك لي، فطفقت إذا خرجت في الناس بعد خروج رسول الله صلى الله عليه وسلم يحزنني أني أرى لي أسوة، إلا رجلاً مغموصاً عليه في النفاق، أو رجلاً ممن عذر الله تعالى من أسوة، إلا رجلاً مغموصاً عليه في النفاق، أو رجلاً ممن عذر الله تعالى من الضعفاء، ولم يذكرني رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى بلغ تبوك، فقال وهو جالس في القوم بتبوك: ما فعل كعب بن مالك؟ فقال له معاذ بن جبل رضي الله عنه بئس ما قلت! والله يارسول الله ما علمنا عليه إلا خيراً ، فسكت رسول الله صلى الله عليه وسلم فبينا هو على ذلك رأى رجلا مبيضا يزول به السراب فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كن أبا خيثمة، فإذا أبو خيثمة الأنصاري وهو الذي تصدق بصاع التمر حين لمزه المنافقون، قال كعب: فلما بلغني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد توجه قافلاً من تبوك حضرني بثي، فطفقت أتذكر الكذب وأقول: بم أخرج من سخطه غداً وأستعين على ذلك بكل ذي رأى من أهلي، فلما قيل: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد أظل قادماً زاح عني الباطل حتى عرفت أني لم أنج منه بشيء أبداً، فأجمعت صدقه، وأصبح رسول الله صلى الله عليه وسلم قادماً، وكان إذا قدم من سفر بدأ بالمسجد فركع فيه ركعتين ثم جلس للناس، فلما فعل فعل ذلك جاءه المخلفون يعتذرون إليه ويحلفون له، وكانوا بضعا وثمانين رجلاً فقبل منهم علانيتهم وبايعهم واستغفر لهم ووكل سرائرهم إلى الله تعالى حتى جئت. فلما سلمت تبسم تبسم المغضب ثم قال: تعال، فجئت أمشي حتى جلست بين يديه، فقال لي: ما خلفك؟ ألم تكن قد ابتعت ظهرك! قال قلت: يارسول الله إني والله لو جلست عند غيرك من أهل الدنيا لرأيت أني سأخرج من سخطه بعذر، لقد أعطيت جدلاً، ولكنني والله لقد علمت لئن حدثتك اليوم حديث كذب ترضي به ليوشكن الله يسخطك علي، وإن حدثتك حديث صدق تجد علي فيه إني لأرجو فيه عقبى الله عز وجل، والله ما كان لي من عذر، والله ما كنت قط أقوى ولا أيسر مني حين تخلفت عنك. قال: فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " أما هذا فقد صدق، فقم حتى يقضي الله فيك" وسار رجال من بني سلمة فاتبعوني، فقالوا لي: والله ما علمناك أذنبت ذنبا قبل هذا، لقد عجزت في أن لا يكون اعتذرت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بما اعتذر إليه المخلفون فقد كان كافيك ذنبك استغفار رسول الله صلى الله عليه وسلم لك. قال: فوالله ما زالوا يؤنبونني حتى أردت أن أرجع إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأكذب نفسي، ثم قلت لهم: هل لقي هذا معي من أحد؟ قالوا: نعم لقيه معك رجلان قالا مثل ما قلت، وقيل لهما مثل ما قيل لك، قال قلت: من هما؟ قالوا: مرارة بن الربيع العمري، وهلال بن أمية الواقفي؟ قال: فذكروا لي رجلين صالحين قد شهدا بدراً فيهما أسوة. قال: فمضيت حين ذكروهما لي. ونهى رسول صلى الله عليه وسلم عن كلامنا أيها الثلاثة من بين من تخلف عنه، قال: فاجتنبنا الناس- أو قال: تغيروا لنا- حتى تنكرت لي في نفس الأرض، فما هي بالأرض التي أعرف، فلبثنا على ذلك خمسين ليلة. فأما صاحباي فاستكانا وقعدا في بيوتهما يبكيان، وأما أنا فكنت أشب القوم وأجلدهم، فكنت أخرج فأشهد الصلاة مع المسلمين، وأطوف في الأسواق ولا يكلمني أحد، وآتي رسول الله صلى الله عليه وسلم فأسلم عليه، وهو في مجلسه بعد الصلاة، فأقول في نفسي : هل حرك شفتيه برد السلام أم ؟ ثم أصلي قريباً منه وأسارقه النظر، فإذا أقبلت على صلاتي نظر إلي، وإذا التفت نحوه أعرض عني، حتى إذا طال ذلك علي من جفوة المسلمين مشيت حتى تسورت جدار حائط أبي قتادة وهو ابن عمي وأحب الناس إلي، فسلمت عليه فوالله ما ردّ علي السلام، فقلت له: يا أبا قتادة أنشدك بالله هل تعلمني أُحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم ؟ فسكت، فعدت فناشدته فسكت، فعدت فناشدته فقال: الله ورسوله أعلم. ففاضت عيناي، وتوليت حتى تسورت الجدار، فبينما أنا أمشى في سوق المدينة إذا نبطى من نبط أهل الشام ممن قدم بالطعام ببيعه بالمدينة يقول: من يدل على كعب بن مالك؟ فطفق الناس يشيرون له إلي حتى جاءنى فدفع إلي كتاب من ملك غسان، وكنت كاتباً. فقرأته فإذا فيه: أما بعد فإنه قد بلغنا أن صاحبك قد جفاك، ولم يجعلك الله بدار هوان ولا مضيعة، فالحق بنا نواسك، فقلت حين قرأتها، وهذه أيضاً من البلاء فتيممت بها التنور فسجرتها، حتى إذا مضت أربعون من الخمسين واستلبث الوحى إذا رسول رسول الله صلى الله عليه وسلم يأتينى، فقال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرك أن تعتزل امرأتك، فقلت: أطلقها، أم ماذا أفعل؟ قال: لا، بل اعتزلها فلا تقربنها، وأرسل إلى صاحبي بمثل ذلك. فقلت لامرأتي: ألحقي بأهلك فكوني عندهم حتى يقضي الله في هذا الأمر، فجاءت امرأة هلال بن أمية رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت له : يا رسول الله إن هلال بن أمية شيخ ضائع ليس له خادم، فهل تكره أن أخدمه؟ قال : لا، ولكن لا يقربنك. فقالت: إنه والله ما به من حركة إلى شيء، ووالله ما زال يبكي منذ كان من أمره ما كان إلى يومه هذا. فقال لي بعض أهلي: لو استأذنت رسول الله صلى الله عليه وسلم في امرأتك، فقد أذن لامرأة هلال بن أمية أن تخدمه؟ فقلت: لا أستأذن فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم، وما يدريني ماذا يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذا استأذنته فيها وأنا رجل شاب! فلبثت بذلك عشر ليالٍ، فكمل لنا خمسون ليلة من حين نهى عن كلامنا. ثم صليت صلاة الفجر صباح خمسين ليلة على ظهر بيت من بيوتنا، فبينما أنا جالس على الحال التى ذكر الله تعالى منا، قد ضافت علي نفسي وضاقت علي الأرض بما رحبت، سمعت صوت صارخ أوفى على سلع يقول بأعلى صوته: يا كعب بن مالك أبشر فخررت ساجداً، وعرفت أنه قد جاء فرج. فآذن رسول الله صلى الله عليه وسلم الناس بتوبة الله عز وجل علينا حين صلى صلاة الفجر فذهب الناس يبشروننا، فذهب قبل صاحبي مبشرون، وركض رجل إلي فرساً وسعى ساع من أسلم قبلي وأوفى على الجبل، فكان الصوت أسرع من الفرس، فلما جاءني الذى سمعت صوته يبشرني نزعت له ثوبي فكسوتهما إياه ببشراه، والله ما أملك غيرهما يومئذ، واستعرت ثوبين فلبستهما وانطلقت أتأمم رسول الله صلى الله عليه وسلم يتلقانى الناس فوجاً فوجاً يهنئوني بالتوبة ويقولون لي: لتهنك توبة الله عليك، حتى دخلت المسجد فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم جالس حوله الناس، فقام طلحة بن عبيد الله رضي الله عنه يهرول حتى صافحني وهنأني، والله ما قام رجل من المهاجرين غيره، فكان كعب لا ينساها لطلحة. قال كعب: فلما سلمت على رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: وهو يبرق وجهه من السرور : أبشر بخير يوم مرّ عليك مذ ولدتك أمك، فقلت: أمن عندك يا رسول الله أم من عند الله؟ قال : لا ، بل من عند الله عز وجل، وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سر استنار وجهه حتى كأن وجهه قطعة قمر، وكنا نعرف ذلك منه، فلما جلست بين يديه قلت: يا رسول الله إن من توبتي أن أنخلع من مالي صدقة إلى الله وإلى رسوله. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أمسك عليك بعض مالك فهو خير لك، فقلت: إني أمسك سهمي الذى بخيبر. وقلت: يا رسول الله إن الله تعالى إنما أنجاني بالصدق، وإن من توبتي أن لا أحدثَ إلا صدقاً ما بقيت ، فو الله ما علمت أحداً من المسلمين أبلاه الله في صدق الحديث منذ ذكرت ذلك لرسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن مما أبلاني الله تعالى ، والله ما تعمدت كذبة منذ قلت ذلك لرسول الله صلى الله عليه وسلم إلى يومي هذا، وإني لأرجو أن يحفظني الله تعالى فيما بقي، قال: فأنزل الله تعالى: {لقد تاب الله على النبي والمهاجرين والأنصار الذين اتبعوه في ساعة العسرة) حتى بلغ: {إنه بهم رؤوف رحيم . وعلى الثلاثة الذين خلفوا حتى إذا ضاقت عليهم الأرض بما رحبت} حتى بلغ : {اتقوا الله وكونوا مع الصادقين} ((التوبة 117، 119)) قال كعب : والله ما أنعم الله علي من نعمة قط بعد إذ هداني الله للإسلام أعظم في نفسي من صدقي رسول الله صلى الله عليه وسلم أن لا أكون كذبته، فأهلك كما هلك الذين كذبوا، إن الله تعالى قال للذين كذبوا حين أنزل الوحي شر ما قال لأحد، فقال الله تعالى : {سيحلفون بالله لكم إذا انقلبتم إليهم لتعرضوا عنهم فأعرضوا عنهم إنهم رجس ومأواهم جهنم جزاء بما كانوا يكسبون يحلفون لكم لترضوا عنهم فإن ترضوا عنهم فإن الله لا يرضى عن القوم الفاسقين} ((التوبة: 95،96)) .<br /><br />قال كعب : كنا خلفنا أيها الثلاثة عن أمر أولئك الذين قبل منهم رسول الله صلى الله عليه وسلم حين حلفوا له ، فبايعهم واستغفر لهم، وأرجأ رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرنا حتى قضى الله تعالى فيه بذلك، قال الله تعالى : {وعلى الثلاثة الذين خلفوا} وليس الذي ذكر مما خلفنا تخلفنا عن الغزو، وإنما هو تخليفه إيانا وإرجاؤه أمرنا عمن حلف له واعتذر إليه فقبل منه. متفق عليه.<br /><br />وفى رواية "أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج في غزوة تبوك يوم الخميس، وكان يحب أن يخرج يوم الخميس"<br /><br />وفى رواية: "وكان لا يقدم من سفر إلا نهاراً في الضحى، فإذا قدم بدأ بالمسجد فصلى فيه ركعتين ثم جلس فيه" .<br /><br />21. Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia - yakni Abdullah -adalah pembimbing Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab - yakni ayahnya itu - sudah buta matanya, katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri ketika membelakang - ertinya tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk."<br /><br />Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang - tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam suatu peperangan pun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar. Hanyasanya Rasulullah s.a.w. keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah di waktu kita berjanji saling memperkukuhkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan Badar dan sekalipun pula bahawa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya di kalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi. Perihal keadaanku ketika saya tidak mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk ialah bahawa saya sama-sekali tidak lebih kuat dan tidak pula lebih ringan dalam perasaanku sewaktu saya tidak mengikuti peperangan tersebut. Demi Allah saya belum pernah mengumpulkan dua buah kenderaan sebelum adanya peperangan Tabuk itu, sedang untuk peperangan ini saya dapat mengumpulkan keduanya. Tidak pula Rasulullah s.a.w. itu menghendaki suatu peperangan, melainkan tentu beliau berniat pula dengan peperangan yang berikutnya sehingga sampai terjadinya peperangan Tabuk. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu dalam keadaan panas yang sangat dan menghadapi suatu perjalanan yang jauh lagi harus menempuh daerah yang sukar memperolehi air dan tentulah pula akan menghadapi musuh yang jumlahnya amat besar sekali. Beliau s.a.w. kemudian menghuraikan maksudnya itu kepada seluruh kaum Muslimin dan menjelaskan persoalan mereka, supaya mereka dapat bersiap untuk menyediakan perbekalan peperangan mereka. Beliau s.a.w. memberitahukan pada mereka dengan tujuan yang dikehendaki. Kaum Muslimin yang menyertai Rasulullah s.a.w. itu banyak sekali, tetapi mereka itu tidak terdaftarkan dalam sebuah buku yang terpelihara." Yang dimaksud oleh Ka'ab ialah adanya buku catatan yang berisi daftar mereka itu.<br /><br />Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahawa dirinya akan tersamarkan, selama tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya kerana banyaknya orang yang mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh siapapun sebab catatannya pun tidak ada.<br /><br />Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu di kala buah-buahan sedang enak-enaknya dan naungan-naungan di bawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusan pun yang saya selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahawa saya dapat sewaktu-waktu berangkat jikalau saya menginginkan. Hal yang sedemikian itu selalu saja menghulur-hulurkan waktu persiapanku, sehingga orang-orang giat sekali untuk mengadakan perbekalan mereka, sedangkan saya sendiri belum ada persiapan sedikitpun. Kemudian saya pergi lagi lalu kembali pula dan tidak pula ada sesuatu urusan yang dapat saya selesaikan. Keadaan sedemikian ini terus-menerus menyebabkan saya menghulur-hulurkan waktu keberangkatanku, sehingga orang-orang banyak telah bergegas-gegas dan majulah mereka yang hendak mengikuti peperangan itu. Saya bermaksud akan berangkat kemudian dan selanjutnya tentu dapat menyusul mereka yang berangkat terlebih dulu. Alangkah baiknya sekiranya maksud itu saya laksanakan, tetapi kiranya yang sedemikian tadi tidak ditakdirkan untuk dapat saya kerjakan. Dengan begitu maka setiap saya keluar bertemu dengan orang-orang banyak setelah berangkatnya Rasulullah s.a.w. itu, keadaan sekelilingku itu selalu menyedihkan hatiku, kerana saya mengetahui bahawa diriku itu hanyalah sebagai suatu tuntunan yang dapat dituduh melakukan kemunafikan atau hanya sebagai seseorang yang dianggap beruzur oleh Allah Ta'ala kerana termasuk golongan kaum yang lemah - tidak kuasa mengikuti peperangan.<br /><br />Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di Tabuk, maka sewaktu beliau duduk di kalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik saja." Rasulullah s.a.w. berdiam diri. Ketika beliau s.a.w. dalam keadaan seperti itu lalu melihat ada seorang yang mengenakan pakaian serba putih yang digerak-gerakkan oleh fatamorgana - sesuatu yang nampak semacam air dalam keadaan yang panas terik di padang pasir - Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkaukah Abu Khaitsamah? "Memang orang itu adalah Abu Khaitsamah al-Anshari dan ia adalah yang pernah bersedekah dengan sesha' kurma ketika dicaci oleh kaum munafikin.<br /><br />Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahawa Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana caranya supaya dapat terkeluar - terhindar dari kemurkaannya esok sekiranya beliau telah tiba. Saya pun meminta bantuan untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dengan setiap orang yang banyak mempunyai pendapat dari golongan keluargaku. Setelah diberitahukan bahawa Rasulullah s.a.w. telah tiba maka lenyaplah kebathilan dari jiwaku - yakni keinginan akan berdusta itu - sehingga saya mengetahui bahawa saya tidak dapat menyelamatkan diriku dari kemurkaannya itu dengan sesuatu apapun untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu saya menyatukan pendapat hendak mengatakan secara sebenarnya belaka.<br /><br />Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk di hadapan orang banyak. Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang membelakang - tidak mengikuti peperangan - untuk mengemukakan alasan mereka dan mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak mengikuti itu ada lapan puluh lebih - tiga sampai sembilan. Beliau s.a.w. menerima alasan-alasan yang mereka kemukakan secara terus terang itu, juga membai'at - meminta janji setia - mereka serta memohonkan pengampunan untuk mereka pula, sedang apa yang tersimpan dalam hati mereka bulat-bulat diserahkan kepada Allah Ta'ala. Demikianlah sehingga saya pun datanglah menghadap beliau s.a.w. itu. Setelah saya mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum bagaikan senyumnya orang yang murka, kemudian bersabda: "Kemarilah!" Saya mendatanginya sambil berjalan sehingga saya duduk di hadapannya, kemudian beliau s.a.w. bertanya padaku: "Apakah yang menyebabkan engkau tertinggal bukankah engkau telah membeli unta untuk kenderaanmu?"<br /><br />Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah, andaikata saya duduk di sisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, nescayalah saya berpendapat bahawa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikurniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahawa andai kata saya memberitahukan kepada Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan kerana perbuatanku itu. Sebaliknya jikalau saya memberitahukan kepada Tuan dengan ceritera yang sebenarnya yang dengan demikian itu Tuan akan murka atas diriku dalam hal ini, sesungguhnya saya hanyalah menginginkan keakhiran yang baik dari Allah 'Azzawajalla. Demi Allah, saya tidak beruzur sedikitpun - sehingga tidak mengikuti peperangan itu. Demi Allah, sama sekali saya belum merasakan bahawa saya lebih kuat dan lebih ringan untuk mengikutinya itu, yakni di waktu saya membelakang daripada Tuan -sehingga jadi tidak ikut berangkat."<br /><br />Ka'ab berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Tentang orang ini, maka pembicaraannya memang benar - tidak berdusta. Oleh sebab itu bolehlah engkau berdiri sehingga Allah akan memberikan keputusannya tentang dirimu."<br /><br />Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahawa engkau telah pernah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu.<br /><br />Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan diriku - kerana menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu - sehingga saya sekali hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri. Kemudian saya berkata kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang menemui peristiwa sebagaimana hal yang saya temui itu?" Orang-orang itu menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui keadaan seperti itu. Keduanya berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap keduanya itupun diucapkan - oleh Rasulullah s.a.w. - sebagaimana kata-kata yang diucapkan padamu."<br /><br />Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi."<br /><br />Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan di mukaku bahawa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain."<br /><br />Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi di kala mereka telah selesai menyebut-nyebutkan tentang kedua orang tersebut di atas di mukaku.<br /><br />Rasulullah s.a.w. melarang kita - kaum Muslimin - untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang di antara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu."<br /><br />Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang sama berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya. Adapun dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu duduk-duduk di rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang termuda di kalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapatkan ujian. Oleh sebab itu saya pun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama kaum Muslimin lain-lain dan juga suka berkeliling diMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-71957230803364606842009-12-23T23:49:00.000-08:002009-12-23T23:51:17.537-08:00SURAT PERNYATAANSURAT PERNYATAAN<br /><br /> Tidak pantas orang yang beriman kawin dengan pezina baik laki-laki maupun perempuan,<br />Berdasarkan Qs. 24:3, Artinya:<br /><br /> * Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin[1028]<br /><br /> * Dari Abdullah bin Umar bahwa Rosulullah SAW bersabda: Tiga golongan orang yang di haramkan masuk surga adalah: Orang yang membiarkan Perzinaan di dalam Keluarganya. HR Ahmad<br /><br /> * Dari Amar bin Yasir bahwa Rosulullah SAW bersabda: Tidaklah akan masuk surga Seseorang yang Acuh tak acuh melihat salah-seorang keluarganya Berzina. HR Abu Dawud.<br /><br /> * Bahkan Ali bin Abi Tholib mengatakan: Bahwa Seorang Suami/Istri Berzina, maka wajiblah Pasangan itu di ceraikan.<br /><br />Dengan demikian: Saya atas/nama Keluarga Besar Ibu Wito Ali:<br />Menyatakan Menolak Keberlangsungan Pernikahannya Saudara Darsono dengan Sundari<br /><br /> * Dengan pertimbangan <br /><br /> 1. Melaksanakan Perintah Allah Di dalam surat 24:3 / 24:1-4 / 4:15-16 / 17:32<br /> 2. Melaksanakan Perintah Nabi Muhammad SAW di dalam Haditsnya: Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud<br /> 3. Melaksanakan Qoulnya Shahabat Ali bin Abi Tholib<br /><br />Selanjutnya perceraiannya akan di proses berdasarkan hukum yang berlaku.<br /><br /> Jakarta 24 Desember 2009Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-71224281415986402312009-12-23T23:43:00.000-08:002009-12-23T23:49:21.040-08:00Menikah Dengan Pasangan ZinaMenikah Dengan Pasangan Zina<br /><br />Ada sebuah ayat yang kemudian dipahami secara berbeda oleh para ulama. Meski pun jumhur ulama memahami bahwa ayat ini bukan pengharaman untuk menikahi wanita yang pernah berzina.<br /><br /><br />Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min. (QS. An-Nur : 3)<br /><br /><br />DariAbdullah bin Umar bahwa Rosulullah bersabda:<br /><br /><br />Tiga golongan orang yang di HARAM kan Allah memasuki surga, Diantaranya Orang yang membiarkan Perzinaan di dalam Keluarganya. (Hr. aAhmad)<br /><br /><br />Dari Amar Bin Yasir, bahwa Rosulullah SAW Bersabda:<br /><br /><br />Tidaklah akan masuk surga Seseorang Yang Acuh tak Acuh melihat salah-seorang Keluarganya BerZINA. (HR. Abu Dawud)<br /><br /><br />Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :<br /><br /><br />1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama<br /><br />Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina.<br /><br />Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?<br /><br />Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz ‘hurrima’ atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).<br /><br />Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.<br /><br />Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :<br /><br />Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS> An-Nur : 32).<br /><br />Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq ra dan Umar bin Al-Khattab ra dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.<br /><br />Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :<br /><br />Dari Aisyah ra berkata,”Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,”Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).<br /><br /><br />2. Pendapat Yang Mengharamkan<br /><br />Meski demkikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra’ dan Ibnu Mas’ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).<br /><br />Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3). (bagi yang sdh menikah)<br /><br />Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.<br /><br />Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,”Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts”. (HR. Abu Daud)<br /><br /><br />3. Pendapat Pertengahan<br /><br />Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.<br /><br />Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar’i.<br /><br />Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.<br /><br />Kesipulan<br /><br /># Ket ini hanya untuk yang masih LAJANG kmd mau TOBAT<br /><br />#Tidak ada perbedaan bagi yang sudah menikah kec di RAJAM / di Cerai<br />#Pernikahannya WAJIB di CERAIKAN bagi yg berstatus KAWIN (HR. Ahmad)<br /><br />-- <br />azzamjmdMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-61136104223869105142009-12-05T04:27:00.000-08:002009-12-05T04:37:32.502-08:00Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-65796392179041288842009-12-01T07:21:00.000-08:002009-12-01T07:22:09.537-08:00km playerhttp://alhakim.wordpress.com/2008/01/31/kmplayer-player-multimedia-all-in-one/Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-48477748998911924872009-11-15T20:27:00.000-08:002009-11-15T20:28:52.822-08:00Mengenal Dermawan Teragung DuniaSaiyidina Abu Bakar r.a. merupakan seorang hartawan dan juga jutawan yang sanggup dengan rela hati ikhlas memberikan seluruh harta bendanya bagi suatu perjuangan suci, lalu sanggup pula hidup miskin kerananya. Beliau adalah diantara orang yang mula-mula sekali memeluk Islam dan menjadi sahabat baginda Rasulullah s.a.w yang paling karib serta paling disayangi.<br /><br /> Sebelum memeluk Islam lagi Saiyidina Abu Bakar r.a. sudah terkenal sebagai seorang bangsawan Arab yang kaya, baik akhlak serta di hormati oleh masyarakat Quraisyh Mekah. Tetapi setelah ia memeluk Islam, beliau merupakan tokoh Islam yang utama sekali dengan mengorbankan seluruh harta bendanya bagi menegakkan agama Islam di Tanah Arab. Dikalangan para sahabat dialah orang yang paling murah hati dan dermawan sekali.<br /><br /> Pernah dalam peperangan Tabuk, Rasulullah telah meminta pada sekalian umat Muslimin agar mengorbankan harta mereka pada jalan Allah. Maka datanglah Saiyidina Abu Bakar r.a. membawa seluruh harta bendanya, lalu diletakkan antara dua tangan baginda. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh Abu Bakar r.a. itu baginda menjadi terkejut lalu bertanya kepadanya: "Hai sahabatku yang budiman, kalau sudah seluruh harta bendamu kau korbankan, apakah lagi yang akan kau tinggalkan untuk anak-anak dan isterimu?." Pertanyaan Rasulullah s.a.w. dijawab oleh Saiyidina Abu Bakar r.a. dengan tenang sambil tersenyum, katanya: "Saya tinggalkan mereka Allah dan rasul-Nya." Demikianlah kehebatan jiwa Saiyidian Abu Bakar Al-Siddiq r.a. yang tiada bandingannya di dunia hingga hari ini.Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-85927495073267039132009-11-15T15:03:00.000-08:002009-11-15T15:19:04.637-08:00<p align="center"><span style="font-family:Arial;font-size:6;color:#ffffff;"><b><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:130%;color:#cc6600;">ZIARAH KUBUR MENURUT SYARI’AT ISLAM</span></b></span></p> <p align="center"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Oleh : Abdullah Fahd As Sallum Nasir Abdul karim Al-Aql</span></p> <p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”<br /> (An Nur : 51)</b></span></p> <p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Ziarah kubur pada zaman sekarang terbagi menjadi 3 golongan :</span></p> <blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">1. Ziarah syar’iyah (menurut syari’at Islam) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">2. Ziarah syirkiyah (syirik) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">3. Ziarah bid’iyah (bid’ah) </span></p> </blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>1. Ziarah syar’iyah</b> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Yaitu ziarah kubur sebagaimana yang telah disyari’atkan oleh Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam (dalam menziarahi kubur para sahabat yang telah mendahului beliau), yaitu demi mengingat akhirat, sebagaimana yang telah disabdakan dalam haditsnya: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Berziarahlah ke kubur, sesungguhnya ia mengingatkan kalian akan akhirat.” </i>(Riwayat Muslim) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Pada saat berziarah berbuatlah kebajikan terhadap yang telah mati, dengan rasa kasih, serta mendoakan untuknya, agar Allah subhanahu wa ta'ala mengampuni dosanya, dan menempatkan di sisi-Nya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Sampaikanlah salam untuk saudara-saudara yang telah mendahului kita dengan ucapan:</span><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"> </span></p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody><tr align="center" valign="middle"> <td width="544"> <p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><span style=""><span style="font-family:Arab Naskh Juria;font-size:85%;color:#000000;">òÜ ôÁó¸øI "A òÕBòq ôÆøGBúÃøGòË òÅôÎøÀø¼ônóÀô»AòË òÅôÎøÄø¿ôÛóÀô»A òÅø¿iBòÍø÷f»A ò½ôÇòA ôÁó¸ôÎò¼ò§ óÂòÝún»A </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><span style="color:#000000;"><span style=""><span style="font-family:Arab Naskh Juria;font-size:85%;">ÒòÎø¯Bò¨ô»A óÁó¸ò»òË BòÄò» ò"A ó¾òDônòÃ òÆÌó´øY </span></span></span><span style=""><span style="font-family:Arab Naskh Juria;font-size:85%;color:#ffffff;"> </span></span></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Semoga salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepada kalian, wahai ahli kubur dari orang-orang mukmin dan muslim, dan sesungguhnya kami insya Allah akan mengikuti kalian, dan kami meminta kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian.” </i>(Riwayat Muslim) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Dengan demikian peziarah telah berbuat kebajikan untuk dirinya sendiri (denfan mendapatkan pahala, serta mengingatkan dirinya tentang akhirat), begitu pula telah berbuat kebajikan untuk yang telah mati (denga do’a yang ia panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengampun, karena yang mati sangat mengharapkannya) (Tafsir Al Aziz Al Hamid : 337). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Saat Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam selesai dari pemakaman seorang sahabat yang baru meninggal, beliau berdiri di sampingnya seraya bersabda: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Mohonlah (kepada Allah subhanahu wa ta'ala) pengampunan untuk saudara kalian, dan mohonlah ketetapan untuknya (dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan nakir), karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya</i>.” (Riwayat Abu Dawud) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam telah bersabda: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Apabila mati seseorang, putuslah amalnya kecuali dari tiga : sadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh mendoakan untuknya.”</i> (Riwayat Muslim). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>Ringkasan ziarah syar’iyah ialah: </b></span></p> <blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">a) Mengingat akan akhirat </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">b) Memberi salam untuk ahli kubur </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">c) Mendoakan untuk yang telah mati. </span></p> </blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>2. Ziarah Syirkiyah </b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Yaitu ziarah tehadap orang mati, namun disertai dengan amalan yang menjadikan dirinya menyekutukan Allah subhanahu wa ta'ala dengan yang mati tersebut, karena peziarah berdoa dan meminta kepada si mayat yang telah dikubur, sambil menyampaikan apa-apa yang diinginkannya, seperti meminta kepadnya agar dijauhkan dari bahaya atau musibah, dan supaya dimenangkan dari musuh-musuhnya, dan lain sebagainya. Yang semestinya hanya boleh dan dapat diminta semata-mata dari Allah subhanahu wa ta'ala, tempat meminta dan berdoa.<i> </i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: ‘Mereka itu dalah pemberi safaat kepada kami di sisi Allah ‘. Katakanlah, ‘Apakah kalian mengkhabarkan kepada Allah apa yang dirak diketahui-Nya baik di langit dan tidak dibumi?’ Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” </i>(Yunus : 18). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Perbuatan semacam itu sangat sesat dan merugikan, baik bagi diri peziarah, karena meminta kepada selain Allah, maupun bagi yang telah mati, karena menyimpang dari yang telah disyari’atkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, maka yang mati tidak mendapatkan pahala doa peziarah, dan dari permintaan rahmat serta istighfar dan belas kasihnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Bahkan dengan demikian, berarti peziarah telah melanggar perintah Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya shalallau 'alaihi wasallam, serta bertentangan dengan adab ziarah kubur yang telah disyari’atkan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do’a)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do’a mereka?” </i>(Al Ahqof : 5) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">disini terlihat dengan jelas hikma dari larangan dalam membangun masjid di atas makam, dan hikmah larangan shalat di makam atau shalat menghadapnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam telah memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan doa sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Ya, Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, Allah sangat murka kepada kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.”</i> (Riwayat Malik dalam Muwatha’) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">simaklah dengan penuh perhatian wasiat beliau shalallau 'alaihi wasallam sebelum wafat: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><i>“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani lantaran menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.” –Aisyah berkata : Beliau mengancam orang-orang yang berbuat semacam perbuatan mereka.</i> (Riwayat Bukhari dan Muslim). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>Ringkasan ziarah syirkiyah adalah: </b></span></p> <blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">a) Berdoa kepada yang telah mati. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">b) Meminta pertolongan (isti’anah) dari yang matu, atau memanggilnya untuk istighotsah. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">c) Thawaf mengelilingi kuburan </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">d) Memotong hewan di kuburan demi yang mati </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">e) Nadzar atau yang serupa jika semata-mata untuk yang dikubur. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">(Mujmal ushul ahlussunnah wal jama’ah fil aqidah-Dr Nasir Al Aql) </span></p> </blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>3. Ziarah bid’iyah </b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Jika peziarah kubur bermaksud menyembah Allah subhanahu wa ta'ala dengan harapan akan memperoleh berkah dari kubur tersebut, maka perbuatan yang demikian adalah bis’ah yang diharamkan, karena Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam telah melarang shalat di makam, demi mencegah bahaya syirik, sekaligus menjauhkan dari wasilah (sarana) yang mengakibatkan dosa syirik. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">Imam al Albani menerangkan perihal shalat di makam jika mengharapkan akan medapat berkah: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">“Bahwa shalat tersebut hukumnya tidak sah, karena Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam telah melarang siapapun membangun masjid di makam, dan melaknat orang yang berbuat demikiab, maka larangan shalat di makam lebih utama, dan hukum larangan di sini berarti tidak sahnya shalat tersebut.” </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">(Tahdzir as Sajid min Ittihad Al Qubur Masajid : 179) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;"><b>Ringkasan ziarah bid’iyah ialah: </b></span></p> <blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">a) Menyembah Allah subhanahu wa ta'ala dan pendekatan kepada-Nya di makam </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">b) Mencari berkah dari kubur </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">c) Menghadiahkan pahala di kubur </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">d) Membangun tembok kubur dan memasang lampu </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">e) Membangun masjid di atas kubur </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">f) Bepergian (keluar kota) bermaksud ziarah kubur </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;color:#000000;">g) dan lain sebagainya yang telah dilarang, atau yang tidak berdasarkan dalil. </span></p> </blockquote>Mas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3080355007885130338.post-89828955174259170172009-11-15T14:51:00.000-08:002009-11-15T14:58:01.691-08:00<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">HIKMAH BERBAKTI KEPADA KEDUA IBUBAPA</span><br /><br /></div>Selain seorang nabi, Sulaiman a.s. juga seorang raja terkenal. Atas izin Allah ia berhasil menundukkan Ratu Balqis dengan jin ifrit-Nya. Dia dikenal sebagai manusia boleh berdialog dengan segala binatang. Dikisahkan, Nabi Sulaiman sedang berkelana antara langit dan bumi hingga tiba di satu samudera yang bergelombang besar. Untuk mencegah gelombang, ia cukup memerintahkan angin agar tenang, dan tenang pula samudera itu.<br />Kemudian Nabi Sulaiman memerintahkan jin Ifrit menyelam ke samudera itu sampai ke dasarnya. DI sana jin Ifrit melihat sebuah kubah dari permata putih yang tanpa lubang, kubah itu diangkatnya ke atas samudera dan ditunjukkannya kepada Nabi Sulaiman.<br /><br />Melihat kubah tanpa lubang penuh permata dari dasar laut itu Nabi Sulaiman menjadi terlalu hairan, "Kubah apakah gerangan ini?" fikirnya. Dengan minta pertolongan Allah, Nabi Sulaiman membuka tutup kubah. Betapa terkejutnya dia begitu melihat seorang pemuda tinggal di dalamnya.<br />"Sipakah engkau ini? Kelompok jin atau manusia?" tanya Nabi Sulaiman kehairanan.<br />"Aku adalah manusia", jawab pemuda itu perlahan.<br />"Bagaimana engkau boleh memperolehi karomah semacam ini?" tanya Nabi Sulaiman lagi. Kemudian pemuda itu menceritakan riwayatnya sampai kemudian memperolehi karomah dari Allah boleh tinggal di dalam kubah dan berada di dasar lautan.<br /><br />Diceritakan, ibunya dulu sudah tua dan tidak berdaya sehingga dialah yang memapah dan menggendongnya ke mana jua dia pergi. Si anak selalu berbakti kepada orang tuanya, dan ibunya selalu mendoakan anaknya. Salah satu doanya itu, ibunya selalu mendoakan anaknya diberi rezeki dan perasaan puas diri. Semoga anaknya ditempatkan di suatu tempat yang tidak di dunia dan tidak pula di langit.<br />"Setelah ibuku wafat aku berkeliling di atas pantai. Dalam perjalanan aku melihat sebuah terbuat dari permata. Aku mendekatinya dan terbukalah pintu kubah itu sehingga aku masuk ke dalamnya." Tutur pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.<br /><br />Nabi Sulaiman yang dikenali boleh berjalan di antara bumi dan langit itu menjadi kagum terhadap pemuda itu.<br />"Bagaimana engkau boleh hidup di dalam kubah di dasar lautan itu?" tanya Nabi Sulaiman ingin mengetahui lebih lanjut.<br />"Di dalam kubah itu sendiri, aku tidak tahu di mana berada. Di langitkah atau di udara, tetapi Allah tetap memberi rezeki kepadaku ketika aku tinggal di dalam kubah."<br />"Bagaimana Allah memberi makan kepadamu?"<br />"Jika aku merasa lapar, Allah menciptakan pohon di dalam kubah, dan buahnya yang aku makan. Jika aku merasa haus maka keluarlah air yang teramat bersih, lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu."<br /><br />"Bagaimana engkau mengetahui perbedaan siang dan malam?" tanya Nabi Sulaiman a.s yang merasa semakin hairan.<br />"Bila telah terbit fajar, maka kubah itu menjadi putih, dari situ aku mengetahui kalau hari itu sudah siang. Bila matahari terbenam kubah akan menjadi gelap dan aku mengetahui hari sudah malam." Tuturnya. Selesai menceritakan kisahnya, pemuda itu lalu berdoa kepada Allah, maka pintu kubah itu tertutup kembali, dan pemuda itu tetap tinggal di dalamnya. Itulah keromah bagi seorang pemuda yang berbakti kepada kedua orang tuanya.<br />Dari kisah teladanMas Jumadihttp://www.blogger.com/profile/10944807999401897708noreply@blogger.com0